Siapa Sebenarnya Pembeli Mobil Cina Wuling?
“Wuling ini kayak serius menawarkan sesuatu yang baru, lu beli mobil enggak perlu over price, tapi puas dipakai, dan seneng, buat apa mikirin resales value (harga jual kembali)...,”
Demikian celotehan Timothy Juvent yang dipublikasikan di YouTube pada 31 Oktober 2017 menjadi potongan di dunia maya yang menyedot komentar.
Sebagai pendatang baru di dunia otomotif Indonesia, Wuling Confero S memang masih memunculkan perdebatan. Banyak yang meragukan, tapi tidak sedikit yang langsung jatuh cinta seperti Timothy.
Ia merupakan salah satu konsumen mobil Wuling yang sebelumnya pengguna mobil hatchback buatan Jepang. Sebelum menjatuhkan pilihan pada Wuling, Timothy sempat berpikir membeli Low Cost and Green Car (LCGC) alias "mobil murah" yang harganya mirip-mirip dengan harga Wuling Confero S, antara Rp131-169 juta. Namun, setelah melihat fitur dan harga yang ditawarkan Wuling, semua berubah 180 derajat, pilihan pun jatuh kepada Wuling.
Azwar, 28 tahun, warga Pasar Minggu, Jakarta, punya cerita lain. Ia memang bukan pemilik Wuling Confero S, tapi sehari-hari bergelut dengan mobil Cina ini sejak awal tahun. Wuling Confero S tunggangannya milik sang mertua sudah mengaspal 5.000 km jauhnya. Awalnya ia tak merekomendasikan untuk membeli Wuling karena pertimbangan merek baru yang belum jelas juntrungan.
“Mertua saya ini mobil yang sudah kesekian, setelah jual Innova, akhirnya pilih Wuling Confero S, biar nambah uangnya enggak banyak. Pertimbangannya memang harga yang murah,” kata Azwar kepada Tirto saat ditemui di Dealer Wuling, Pancoran Mas, Depok, Selasa (10/4)
Timothy maupun Azwar atau pemilik Wuling pasti bakal terbesit berpikir serupa, awalnya ragu dan akhirnya membeli mobil buatan Cina ini. Ada benang merah buat keduanya, mereka adalah bukan pengguna atau profil pembeli mobil pertama.
Brand Manager SGMW Motor Indonesia (Wuling) Dian Asmahani mencoba sedikit menyibak rahasia siapa pembeli Wuling sebenarnya. Dari dua line up Wuling, yaitu Confero S dan Cortez, masing-masing punya karakter pembeli yang beda. Confero yang harga tertingginya Rp169 juta cenderung beragam, ada pembeli mobil pertama, tapi ada juga pembeli atau pemilik mobil kesekian.
Namun, untuk Wuling Cortez yang rentang harganya Rp220-264 juta, konsumennya adalah bukan pembeli mobil pertama. “Kalau Cortez adalah yang sudah punya mobil atau mobil kedua atau upgrade dari mobil sebelumnya. Kalau Cortez bukan first buyer,” kata Dian kepada Tirto.
Apa yang diungkap Dian menggambarkan ada persinggungan antara pembeli Wuling Cortez maupun Confero S yaitu pada dua model itu sama-sama ada konsumen yang bukan pembeli mobil pertama. Total kontribusi penjualan Cortez memang lebih rendah hanya 13 persen dari penjualan Wuling, karena belakangan diluncurkan. Sedangkan Confero mencapai 87 persen dari total penjualan Wuling di Agustus-Februari 2018 yang hampir terjual 7.000 unit.
Gambaran ini cukup menarik bila membandingkan dengan konsumen pembeli mobil pertama di Indonesia ada kecenderungan di segmen kelas bawah seperti low MPV dan paling utama di LCGC. Laporan dari JD Power 2017, berjudul Indonesia Sales Satisfaction Index Mass Market Study, menggambarkan komposisi signifikan pembeli mobil pertama sebesar 77 persen adalah berasal dari segmen LCGC. Sedangkan, segmen LCGC menguasai 27 persen pasar otomotif Indonesia di 2017.
Bila membaca peta pasar Wuling terutama model Confero S yang satu segmen dengan harga mobil LCGC, semestinya mayoritas pembeli Wuling Confero S juga adalah pembeli mobil pertama. Namun, sebagai mobil pendatang baru dan terutama mobil Cina, tentu bukan perkara mudah, ada faktor lain yang bisa jadi penentu pembeli mobil pertama untuk menentukan pilihan.
Survei global memang menunjukkan keputusan membeli mobil bagi pembeli mobil pertama cukup beragam, tak hanya merujuk pada harga atau citra merek saja. Dalam laporan Delloite 2014 yang berjudul Driving through the consumer’s mind: Steps in the buying process, studi ini mencatat alasan membeli mobil paling tertinggi bagi pembeli mobil pertama adalah agar anggota keluarga bisa memakainya, setelah itu soal alasan teknologi baru, bahan bakar hingga keandalan, dan yang terakhir justru pertimbangan merek yang lebih baik.
Dalam konteks konsumen pembeli mobil Wuling di Indonesia, pastinya ada faktor lain, ada pembeli mobil pertama yang tak menjatuhkan pilihan pada Wuling. Nama besar Wuling di negara asalnya, dengan capaian gemilang mobil Wuling Hong Guang S1—versi Wuling Confero S di Indonesia—sempat dinobatkan sebagai salah satu mobil terpopuler di dunia, dengan penjualan lebih dari setengah juta unit, belum jadi jaminan di mata konsumen di luar Cina seperti Indonesia. Pada ujung-ujungnya konsumen akan mempertimbangkan aspek kepastian sebuah produk.
Kegamangan Pada Mobil Cina
Kegamangan serupa tidak hanya terjadi di Indonesia. Keraguan terhadap mobil buatan Cina juga terjadi di beberapa negara yang dituju sebagai pasar mobil Cina. Mario Segura, sopir taksi di Kota Lima, Peru, sempat gamang sebelum meminang mobil Cina Chery Fullwin XR pada 2012 lalu seharga $12 ribu. Di kepalanya sempat ada tiga keraguan: daya tahan mobil, jaminan servis juga sparepart, dan harga jual kembali mobil Cina.
“Ini butuh waktu lama untuk memutuskan membeli mobil ini, tapi saya mengambil risiko ini,” katanya seperti dikutip dari Los Angeles Times.
Luis Luna, dokter yang juga tinggal di Kota Lima awalnya akan merogoh kocek $16 ribu untuk sebuah mobil bekas buatan Jepang. Sampai satu saat, sebuah papan iklan mobil Cina membetot perhatiannya. Ia mengurungkan niat membeli mobil bekas, dan memutuskan membeli mobil baru buatan Cina merek JAC B-Cross.
“Dengan uang yang sama, kami bisa mendapatkan sebuah merek mobil Cina kondisi baru dengan dua tahun garansi,” kata Luna.
Di Austalia, stigma buruk pada mobil Cina juga masih melekat di tengah banjir impor mobil di negara tersebut. Pada masa lalu, 24 ribu unit mobil Cina sempat bermasalah soal keamanan berujung recall atau penarikan unit besar-besaran. Zhu Chao, Manager Umum MG Motor Australia mengakui “mobil Cina memiliki beberapa sejarah buruk di sini,” katanya dikutip dari Motoring.
Pada 2016 hanya ada 2.927 unit mobil buatan Cina yang terjual, ini hanya 0,2 persen dari total pasar mobil baru di Australia yang mencapai 1,17 juta unit. Namun, MG Motor salah satu produsen mobil di Cina yang menggandeng GM dan VW, mencoba peruntungan dan mematahkan stigma itu.
Michael J. Dunne, pemerhati industri mobil Cina yang juga pendiri dari perusahaan konsultan Dunne Automotive mengatakan masalah utama dari merek mobil Cina terutama di pasar global adalah melawan stigma sebagai produk murahan dengan kualitas meragukan.
“Jadi masalah pertama bagi produsen mobil Cina adalah membuktikan kepada pembeli baru dan pasar baru bahwa mereka membuat dan mengirim mobil yang andal tak cuma murah,” kata Dunne dalam wawancara dengan US-China Today.
Di Indonesia, kejadian yang menjadi catatan Dunne terjadi pada mobil Cina Geely dan Chery satu dekade lalu. Kini, mobil Cina khususnya Wuling dalam konteks di Indonesia memang masih harus melakukan pembuktian diri bila ingin merebut pasar. Pembuktian terberat adalah kepada calon pembeli mobil pertama yang sangat memastikan uang mereka tak sia-sia karena salah membeli mobil yang belum teruji keandalan dan harga jual kembalinya.
Baca juga artikel terkait WULING atau tulisan menarik lainnya Suhendra