icon-category Technology

Smart TV Murah Karena Menyedot Data Penontonnya

  • 26 Feb 2019 WIB
Bagikan :

Sebagai sosok yang melahirkan Mac, iPod, dan iPhone, si pendiri Apple Steve Jobs sangat paham teknologi yang akan berkembang di masa depan dan mana yang tidak. Suatu ketika Jobs pernah berucap: “teknologi yang paling merusak yang pernah saya lihat adalah televisi.”

Di lain kesempatan, Jobs menambah komentarnya tentang televisi. Dia bilang, televisi adalah "bisnis yang mengerikan". 

Sejauh ini Apple belum pernah merilis televisi LCD atau LED yang membuat penggunanya sekadar duduk manis. Apple malahan merilis Apple TV, perangkat set-top-box yang mengubah televisi biasa jadi “luar biasa.”

Meski terasa usang sebagai teknologi, televisi berkembang cukup pesat dari sisi penjualan, khususnya ketika smart TV atau televisi yang terhubung dengan internet (internet-connected TV) lahir. Smart TV merupakan perkembangan lanjutan dari televisi konvensional, seperti halnya feature phone menjadi smartphone. Melalui smart televisi, penggunanya tak hanya disuguhkan hiburan pasif, tapi juga aktif seperti bermain-main dengan aplikasi hingga melakukan browsing (berselancar) di dunia maya.

Sebanyak 107,5 juta unit televisi pintar telah dikirim ke pelanggan di seluruh Asia Pasifik pada 2018, menurut data Statista. Setahun berselang, pengirimannya diprediksi bertambah menjadi 115,8 juta unit. Tumbuhnya angka pengiriman smart TV terasa di wilayah lainnya. Sebanyak 44,9 juta unit TV dikirim ke pelanggan di Amerika Utara pada 2018. Setahun kemudian, angkanya diprediksi bertumbuh menjadi 47,9 juta unit.

Artinya, jika melihat jumlah pengiriman, bisnis televisi tidaklah sesuatu yang mengerikan seperti yang diucap Jobs.

Alasan lain mengapa bisnis televisi mengerikan adalah harga yang cukup menggiurkan. Pada 2012, rata-rata harga televisi berukuran 50 inci ialah $2.499. Harganya turun perlahan. Pada 2017, rata-rata satu unit televisi dengan ukuran tersebut dijual hanya $467, atau seperlima dari harga pada 2012 itu.

Dengan penambahan fitur yang lebih baik, mengapa televisi pintar justru dijual murah?

Dalam laporannya yang dimuat USA Today, Jefferson Graham menyebut smart TV “melihat” penontonnya. Akibatnya, smart TV bisa menghasilkan uang selain dari menjual unit, yakni dengan menghadirkan “iklan yang relevan,” sebuah konsep yang disebut Bill Baxter, Pemimpin Eksekutif Vizio, produsen smart TV, sebagai strategi post-purchase monetization.

Dengan strategi post-purchase monetization, produsen smart TV seperti Vizio, Samsung, atau LG, bisa memberikan data penggunanya pada suatu kanal (stasiun) televisi, seperti CNN atau NatGeo Channel. Data tersebut digunakan oleh kanal televisi untuk menayangkan “iklan yang relevan” pada penontonnya. Untuk data penonton yang disedot, kanal televisi memberikan sejumlah imbalan kepada produsen televisi.

"[Smart TV]“merupakan sesuatu yang sangat bagus untuk kami,” tegas Tom Ryan, pemimpin eksekutif Pluto TV, kanal televisi berbasis internet. Strategi bermain-main dengan data penonton adalah menguntungkan bagi produsen maupun kanal televisi. Produsen televisi butuh pemasukan tambahan guna mengkompensasi turunnya harga perangkat. Kanal membutuhkan data penggunanya untuk menghadirkan konten-konten yang lebih menarik nan relevan.

Lantas, bagaimana smart TV bisa “mengintip” penggunanya? Jawabannya ialah teknologi bernama Automatic Content Recognition (ACR) yang tertanam dalam televisi. ACR merekam tayangan yang ditonton pengguna, baik sedikit cuplikan maupun rekaman suaranya. Dengan kemampuannya terhubung ke internet, ACR melacak apa tayangan yang ditonton si pengguna televisi. Data yang diperoleh lantas dikirim ke pusat data produsen televisi. 

ACR bukan barang baru. Teknologi ini kali pertama diperkenalkan ke khalayak luas oleh Shazam, aplikasi streaming musik pada 2011. Kini ACR bertindak laksana Nielsen yang mengukur konten-konten yang disaksikan penonton televisi.

Infografik Smart TV

Produsen televisi bahkan membikin perusahaan khusus untuk mengelola data dari ACR. Vizio, misalnya, mendirikan Inscape data Service. Perusahaan ini menganonimkan pengguna televisi yang direkam ACR dalam bentuk personally identifiable information, mirip dengan identifier for advertiser, identitas khusus yang bertugas mengurusi iklan terpersonasifikasi ala iPhone atau advertising ID bagi Android.

Identitas anonim personal ini bertugas mengumpulkan data pengguna suatu perangkat. Polanya dicocokkan dengan iklan atau konten tertentu yang kemudian memunculkan “konten/iklan yang relevan”.

Satu-satunya cara menghentikan identifikasi pengguna ini adalah mematikan fasilitas tersebut, yang secara bawaan telah diaktifkan oleh produsen perangkat.

Namun, menurut Brian Barrett dari Wired, cara terbaik untuk terbebas dari televisi pintar yang memata-matai penggunanya adalah memutuskan hubungan si televisi dengan internet.

Baca juga artikel terkait SMART TV atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Tags : Smart TV 

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini