Home
/
News

Starbucks dan Hipokrasi Arab Saudi

Starbucks dan Hipokrasi Arab Saudi

Alung Adcha27 January 2016
Bagikan :
Kisah ini ditulis oleh Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation dan imam di Islamic Center of New York).

Beberapa tahun silam, saya melakukan haji bersama rombongan kecil dari Amerika Serikat (AS). Singkat cerita, saya langsung ke Madinah sebelum berhaji.

Pada suatu sore, saya duduk berzikir di Masjid Nabawi. Di leher melingkar tanda pengenal. Tanda pengenal lengkap itu saya pasang di leher dengan tulisan: "Ar-Rahman Hajj USA".

Lalu, seorang Arab mendekat. Tanpa basa-basi, ia bertanya,''USA? USA?''

Saya menjawab,''I am from USA.''

Lalu, pria Arab tadi langsung menggeleng kepala. Dari mulutnya terdengar ucapan,''USA no good...USA kafir country. And you no good. Living in kafir country!''

Saya berusaha bersabar. Tapi, jiwa pemberontak dalam diri saya selintas saja bangkit. Saya katakan,''USA is a great country. As Muslims living in USA, I feel more free to practice my religion or say my mind than here, in this country (mean Saudi Arabia).''

Saya menjawab itu bukan sekadar asal. Dahulu, saya pernah tinggal dan bekerja sebagai "guru" di kantor dakwah lil-jaaliyaat. Selama dua tahun, saya bermukim di Jeddah.

Mendengar jawaban saya di atas, orang itu semakin menjadi-jadi. Dia mulai menyerang kebijakan luar negeri Amerika (yang pribadi setuju dan ikut demo menentangnya).

''Who kill Iraqis? Who support Israel?'' dan masih banyak lagi.

Saya berusaha tenang, tapi rasanya orang ini perlu diajar. Saya pun menjawab, ''Do you have idea who brought Americans to kill Iraqis? Your government, a dictator government. Can you criticize your government now? I bet you tomorrow I can write in any news paper in US criticizing US government. Would you?''

Lalu saya lanjutkan, "Saudi Arabia is the most powerful in weapons among Arab nations. Billions of US dollar spent to buy weapon. What your government had done to help Palestine? For sure building friendship with Israelis to prevent Iranian influence in the Middle East.''

Singkatnya, saya tidak tahu apa orang itu paham betul dengan penjelasan saya. Maklum, bahasa Inggris orang itu tampaknya juga sepotong-sepotong.

Kemudian saya menutupnya dengan ucapan ini. "Saudis are great. But your character doesn't represent my beloved Prophet. It in fact represent Abu Labah blood. "Jangan-jangan Anda keturunan Abu Lahab".

Orang itu berdiri dan mengutuk.

Saya kemudian ingin meredakan emosi. Lalu, saya ingin minum cappuchino. Saya menyeberang ke kedai Starbucks itu. Saya kemudian terkejut karena ternyata orang itu sedang berada di antrean panjang untuk membeli kopi Starbucks itu.

Kemudian langkah kaki saya mendekatinya seraya memberikannya semangat, "Congratulations!". You hate America but you enjoy its products, and this coffee is a Jewish business.''

Saya pun tidak jadi beli kopi. Saya meninggalkan tempat itu sambil menggerutu dalam hati,"What a hypocrite!"

Enjoy the coffee my friends!

Sumber: Republika
populerRelated Article