Home
/
Technology

Studio Game Asal Bandung Raih Untung lewat Game Murah Meriah

Studio Game Asal Bandung Raih Untung lewat Game Murah Meriah

Ayyub Mustofa13 February 2017
Bagikan :

Pada artikel sebelumnya, kita berkenalan dengan Studio Namaapa yang telah merilis game berbasis RPG Maker di Steam, yaitu Nusakana. Tapi tahukah kamu bahwa Studio Namaapa bukanlah satu-satunya developer lokal yang punya produk RPG Maker komersial di Steam? Masih ada developer lain dengan pencapaian serupa, salah satunya adalah studio Blazing Fanfish.

Blazing Fanfish memanfaatkan RPG Maker untuk membuat game dengan tema puzzle matematika berjudul Calcu-Late. Bila Nusakana punya jumlah konten yang terbilang besar, Calcu-Late justru memiliki skala yang kecil, bahkan bisa diselesaikan dalam waktu satu jam saja.

Meski berskala kecil, Calcu-Late tetap berhasil mendatangkan hasil yang memuaskan bagi para developernya. Mengapa bisa demikian? Simak kisah selengkapnya di bawah.

Game singkat untuk lomba

Calcu-Late | Screenshot 1
Preview

Blazing Fanfish berdiri pada tahun 2013 dengan anggota tujuh mahasiswa yang berdomisili di kota Bandung. Game pertama yang mereka kembangkan berjudul Cursed Wish, sebuah game adventure bertema horor. Sayangnya pengembangan game tersebut memakan waktu lebih lama dari yang direncanakan, bahkan belum berhasil dirilis secara utuh hingga kini dan baru tersedia dalam wujud demo saja.

Sembari melanjutkan pengembangan Cursed Wish, Blazing Fanfish terus berkarya lewat game jam rutin yang disebut Ludum Dare. Beberapa game sempat mereka hasilkan, tapi semuanya masih berupa produk kecil-kecilan dan tidak dijual secara komersial. Pada masa ini mereka lebih fokus untuk mengasah kemampuan, sebelum membuat produk utuh bila ada konsep yang dirasa menarik.

Suatu ketika di tahun 2014, mereka mendengar kabar tentang kompetisi internasional bernama Indie Game Maker Contest. Kontes tersebut mengharuskan pesertanya membuat game dalam waktu kurang lebih satu bulan, dan tidak butuh waktu lama bagi para kru Blazing Fanfish untuk memilih puzzle matematika sebagai konsep dasar game yang mereka buat.

Calcu-Late | Screenshot 2
Preview

“Mungkin karena kebanyakan latar belakang tim kami sendiri adalah matematika, jadi lebih nyaman kalau mengarah ke sana,” jelas Mohammad Ridwan Gunawan Wibisono, Marketing Officer dari Blazing Fanfish. Menurut pria yang akrab dipanggil Sony itu, proses pengembangan Calcu-Late berjalan lancar tanpa kendala berarti sebab semua sudah terlebih dahulu direncanakan dengan baik.

Kesulitan yang dialami justru lebih banyak bersifat nonteknis, misalnya kesibukan para kru yang membuat pengembangan Calcu-Late jadi sering tertunda. Genre puzzle yang diusung juga kadang membuat developernya pusing sendiri saat melakukan testing. “Apalagi kalau masalah debugging, biasanya kalau sedang debugging malah kalah sendiri di puzzle terakhir jadi tidak kelar-kelar,” cerita Sony.

Strategi banting harga

Calcu-Late gagal menjadi pemenang Indie Game Maker Contest, tapi para kru Blazing Fanfish cukup suka dengan konsep game yang mereka buat. Akhirnya diputuskan bahwa game ini akan digarap menjadi produk komersial utuh. Dalam penjualannya, Blazing Fanfish dibantu oleh perusahaan penerbit game indie bernama Back To Basics Gaming.

Doujin Dalam Botol | Photo 1
Preview

Stan Doujin Dalam Botol menjual Calcu-Late di acara Bijac no Tanjoiwai 2016. Sumber foto: Doujin Dalam Botol

Sebelum dirilis di Steam, Blazing Fanfish sudah lebih dulu menjual Calcu-Late secara independen lewat situs itch.io. Mereka juga mencoba penjualan fisik di berbagai event lewat distributor lokal Doujin Dalam Botol. Pada mulanya game ini dijual dengan harga Rp60.000 atau US$5,99, namun ternyata hasil penjualannya kurang baik.

Tawaran kerja sama datang dari Back To Basics Gaming pada akhir tahun 2015. Penerbit tersebut membantu Calcu-Late lolos proses Steam Greenlight, tapi mengusulkan banderol yang jauh lebih rendah. Mereka akan menjual Calcu-Late dengan harga hanya Rp9.299, atau US$0,99.

“Harga tersebut merupakan hasil dari diskusi bersama pihak publisher. Dari kami sendiri yang notabene merupakan developer ‘kemarin sore’, kami lebih memilih untuk menyebarkan game ini ke massa yang lebih besar,” ujar Sony.

Strategi tersebut rupanya memberi hasil yang cukup memuaskan. Per 13 Februari 2017, Calcu-Late telah terjual sebanyak kurang lebih 80.000 kopi di Steam. Harga jualnya yang sangat murah memancing minat para gamer yang ingin hiburan ringan dan singkat. Apalagi game ini memiliki fitur Steam Trading Cards. Tidak bisa dipungkiri bahwa ada sebagian pengguna yang membeli game ini demi mendapatkan Trading Cards saja.

Jangan takut terjebak stigma

Calcu-Late | Screenshot 3
Preview

Sudah jadi rahasia umum bahwa karya yang dibuat dengan RPG Maker sering dipandang sebelah mata oleh para gamer. Selain karena banyaknya game yang dikembangkan dengan kurang serius, jebolan RPG Maker juga dianggap punya tampilan yang mirip-mirip. Padahal sebetulnya engine tersebut menyimpan potensi besar.

“Menurut kami, pemilihan engine tidak menentukan kualitas dari suatu game. Besarnya upaya pihak developer dalam mengembangkan game mereka agar jadi baguslah yang menentukan kualitasnya,” kata Sony. Bila developer mau berusaha dengan serius, tidak mustahil untuk menghasilkan game semacam Amber Throne, yang dalam sekilas lihat tidak seperti dibuat dengan RPG Maker.

RPG Maker adalah engine yang easy to use, but hard to master.

Sony juga menyarankan kepada para peminat yang ingin mencoba RPG Maker untuk tidak hanya terpaku pada RPG. Engine keluaran Enterbrain dan Degica ini juga bisa digunakan untuk membuat game dari berbagai genre lain, seperti adventure, dating sim, bahkan bullet hell. Yang terpenting adalah jangan takut menggali ide, seperti pendapat Sony, “RPG Maker adalah engine yang easy to use, but hard to master.”

Amber Throne | Screenshot 1
Preview

Amber Throne memiliki tampilan visual layaknya lukisan.

Menurut Sony, developer hendaknya juga memperhatikan masalah tentang hak cipta. Dunia RPG Maker kental akan kolaborasi, dan salah satu wujud kolaborasi tersebut adalah berbagi aset. Bila perjanjian atau kesepakatan penggunaan aset dengan para kreator tidak dipatuhi, bisa muncul berbagai masalah. “Biasanya orang kita suka cari gampangnya saja. Jangan sampai mengambil keputusan yang membuat kalian menyesal.”

Sayangnya untuk saat ini Blazing Fanfish sendiri sedang berada dalam masa vakum. Anggota-anggotanya harus menghadapi berbagai kesibukan untuk proses pengembangan diri di luar dunia gamedev.

Temukan kisah-kisah menarik developer lokal lainnya di sini!

“Masih belum tahu ke depannya akan diputuskan seperti apa. Semoga saja kami akan bisa terus berkarya dan diberi kesempatan untuk mencoba engine lain selain RPG Maker,” demikian tutup Sony.

Situs Web: Blazing Fanfish

(Diedit oleh Iqbal Kurniawan)

populerRelated Article