Suara Berisik di Tempat Kerja Sebabkan Stres karyawan
Taj Shahrani adalah seorang web developer dari Milwaukee. Sehari-harinya ia bekerja di sebuah kubikel, bersebelahan dengan karyawan lain yang kerap mengeluarkan suara keras saat batuk. Setiap kali sang koleganya batuk, Shahrani terpaksa menghentikan panggilan telepon atau pekerjaan apa pun yang sedang ia lakukan karena merasa terganggu.
Alih-alih mengeluhkan kondisi tersebut ke yang bersangkutan atau ke atasan, Shahrani memilih bungkam karena merasa tidak enak melontarkan komplain terkait penyakit seseorang. Ia hanya sabar menanti sampai akhirnya posisi tempat kerjanya dipindah ke kubikel lain yang berjauhan dari si Tukang Batuk. Kisah Shahrani ini diungkapkannya kepada NPR dalam artikel bertajuk “What’s More Distracting Than A Noisy Co-Worker? Turns Out, Not Much”. Sebagian karyawan lain boleh jadi merasa senasib dengan Shahrani: sama-sama terganggu dengan suara manusia, tetapi dengan alasan berbeda. Entah itu suara beberapa kolega yang sedang bercengkerama sampai terdengar sekian meter dari sumbernya, suara orang bernyanyi dari dalam kubikel, suara hentakan kaki atau ketukan meja.“Terlalu banyak suara bising bisa menciptakan konflik karena suara juga merupakan suatu serangan terhadap ruang personal juga,” tulis Albrecht dalam Psychology Today. Ia menambahkan, suara keras seseorang ketika menelepon di kantor, teriakan makian, sampai suara musik yang disetel dari komputer tanpa mencolok earphone adalah beberapa contoh suara “remeh” yang bisa dirasa sangat mengganggu bagi sebagian karyawan. Selain suara yang dihasilkan manusia, karyawan juga bisa terganggu oleh suara bising yang ditimbulkan mesin. Tidak hanya buruk bagi kesehatan fisik, suara semacam ini juga berimbas negatif terhadap kondisi mental para pekerja. Salah satu buktinya termuat dalam penelitian (PDF) Jennie Babba (2007) dari Universitas Diponegoro yang dilakukan terhadap 60 pekerja di sebuah perusahaan semen di Sulawesi Selatan. Ia menemukan, 47 responden yang terpapar kebisingan mesin hingga mencapai di atas 85 desibel mengalami peningkatan tekanan darah sistolik, sementara 34 responden dilaporkan mengalami peningkatan tekanan darah diastolik. Kebisingan ini dikaitkan Babba dengan stres yang memicu perubahan denyut jantung sampai akhirnya mengakibatkan kenaikan tekanan darah. Di Indonesia, perkara level kebisingan di tempat kerja ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 (PDF). Dalam pasal 3 dikatakan bahwa nilai ambang batas kebisingan ditetapkan sebesar 85 desibel. Hal ini berlaku untuk karyawan yang terpapar oleh kebisingan mesin produksi selama 8 jam per hari.
Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.
Editors' Picks
Most Popular
Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini