Home
/
Automotive

Tak Boleh Dipakai Pengemudi, Benarkah GPS Mengurangi Konsentrasi?

Tak Boleh Dipakai Pengemudi, Benarkah GPS Mengurangi Konsentrasi?

-

Kolumnis: 02 February 2019
Bagikan :

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terkait penggunaan Global Positioning System (GPS) di ponsel saat berkendara.

“Menolak permohonan untuk seluruhnya,” tegas Anwar Usman, Ketua MK, di ruang sidang MK Jakarta, Rabu (30/1).

Dalam pasal 106 ayat 1 itu disebut bahwa “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.” Penggunaan ponsel untuk bernavigasi dianggap bisa mengganggu konsentrasi pengemudi, khususnya pengendara kendaraan roda dua.

Gugatan atas ayat itu dilakukan oleh komunitas Toyota Soluna dan pengemudi transportasi online, yang sehari-hari memanfaatkan ponsel untuk membantu navigasi jalanan. Frasa “penuh konsentrasi” yang ada dalam ayat itu dianggap bisa ditafsirkan secara luas.

Arief Rakhman, pengemudi taksi online, menuturkan bahwa navigasi berbasis ponsel sangat membantunya, khususnya jika hendak bepergian ke wilayah-wilayah asing atau saat menerima penumpang yang tidak bisa menunjukkan jalan ke tujuan.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiadi, menegaskan pengemudi harus berkonsentrasi penuh. Penggunaan fitur GPS pada ponsel dikhawatirkan melemahkan konsentrasi pengemudi pada marka dan petunjuk jalan yang menjadi aturan lalu lintas.

“Saat mengemudi itu dia [pengemudi] tidak boleh ada gangguan, baik gangguan internal yang dari diri sendiri maupun eksternal. Nah, eksternal kami sudah mengantisipasi itu semua pada rambu, marka, dan sebagainya,” terang Budi.

Asal-usul GPS

GPS, seperti ditulis Chakradhara Rao dalam “GPS Based Vehicle Navigation System Using Google Maps,” paper yang terbit pada International Journal of Computer Science and Information Technologies (2013), merupakan sistem yang mampu menyajikan titik lokasi secara akurat memanfaatkan satelit. Teknologi GPS mula-mula dikembangkan pada 1973, yang merupakan pembaruan dari sistem navigasi sebelumnya, misalnya sistem navigasi berbasis radio seperti LORAN dan Decca Navigator yang dikembangkan di masa-masa Perang Dunia II.

GPS dikembangkan dengan memanfaatkan 24 satelit, dan kali pertama diciptakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Sistem ini sempurna digunakan sejak 1994.

Keunggulan navigasi berbasis GPS bertambah ketika teknologi ini kehadiran turn-by-turn navigation, layanan yang menuntun pengemudi dari satu titik ke titik lainnya. Ia adalah teknologi yang dikembangkan James Raymond Davis dan Christopher Schmandt dari MIT Media Laboratory.

Navigasi berbasis GPS lalu masuk ke dunia web pada 1996. Kala itu, sebuah situsweb bernama MapQuest.com menjadi pelopor.

“The Normal, Natural Troubles of Driving With GPS,” paper yang ditulis Barry Brown dan terbit pada 2012, menyebut navigasi berbasis GPS umum dipasang pada kendaraan, utamanya mobil.

Pada tahun tersebut, 30 persen populasi mobil yang ada di wilayah Amerika Utara dan Eropa memiliki GPS. Kepopuleran GPS digunakan untuk sistem navigasi pada kendaraan bertambah manakala ponsel pintar memasyarakat, khususnya dengan bantuan aplikasi seperti Google Maps.

Google Maps lahir dari dua sosok bersaudara asal Australia bernama Lars Eilstrup Rasmussen dan Jens Eilstrup Rasmussen, yang mula-mula mengembangkan peta digital bernama Where 2 Technologies pada 2003. Marcus Oppitz dalam buku “Inventing the Cloud Century” menyebut dua bersaudara itu menawarkan ide tentang peta digital yang “searchable, scrollable, dan zoomable” pada Google.

Pada 2004, Google mengakuisisi Where 2 Technologies dan melahirkan Google Maps, yang kemudian jadi salah satu eksperimen di divisi Google bernama Google Labs. Pada 8 Februari 2005, Google meluncurkan Google Maps ke publik Amerika Serikat dan kemudian pada masyarakat dunia. Dua tahun berselang, Google Maps versi aplikasi lebih dulu di iPhone, bukan Android.

Dalam laporan Business Insider yang mengutip riset comScore, pada 2017, Google Maps merupakan aplikasi terpopuler ke-5 atau sekitar 57 persen pengguna ponsel, menggunakan Google Maps. Ini membuktikan betapa populernya aplikasi navigasi ini.


Infografik GPS di Kendaraan
Preview


GPS dan Pengemudi

Sistem navigasi GPS, tulis Gilly Leshed dalam “In-Car GPS Navigation: Engagement with and Disengagement from the Environment,” paper yang terbit pada 2008, menyajikan respresentasi virtual dari ruang fisik. Dengan hanya memanfaatkan GPS, penggunanya bisa tahu di mana ia berada, karenanya ini bisa digunakan untuk menuntut si pengguna ke lokasi-lokasi yang dikehendaki.

Namun, beberapa penelitian yang dikutipnya menyebut bahwa GPS menjadikan penggunanya memiliki pemahaman lanskap yang minim, menghambat pengetahuan peta kognitif. Akibatnya, si pengguna akan akan memiliki memori rekonstruksi lingkungan di mana ia berada buruk.

Paper itu mengutip Technology and the Character of Contemporary Life: A Philosophical Inquiry, buku yang ditulis Borgmann, menyebut bahwa GPS menuntun penggunanya sekaligus membuat keterampilan dan perhatian mereka minim. Para pemburu Inuit, dalam suatu penelitian, menjadi memiliki pemahaman yang kurang atas lingkungan manakala mereka berburu memanfaatkan GPS sebagai navigasi. Ini berkebalikan dengan keadaan tatkala pemburu Inuit tidak menggunakan GPS.

Selain sistem GPS yang belum sempurna, alasan utama bagaimana GPS justru membuat penggunanya kesasar atau mengakibatkan kesalahan fatal adalah social-technical gap: kesenjangan antara apa yang harus didukung secara sosial dan apa yang dapat didukung secara teknis.

Hal itu diutarakan Fabien Girardin dalam “The Co-evolution of Taxi Drivers and Their in-car Navigation Systems,” paper yang terbit dalam Pervasive and Mobile Computing. Ia menunjukkan adanya jarak antara kebiasaan mengemudi dengan apa yang diberikan sistem terkomputerisasi.

GPS membantu pengemudi menuju lokasi. Namun, perlu pengembangan lebih lanjut agar teknologi ini benar-benar membantu penggunanya. Di sisi lain, pemerintah pun harus menerapkan kebijakan dengan basis riset yang lebih terukur dan terandalkan: benarkah GPS mengganggu konsentrasi sedemikian rupa sehingga penggunaannya tak diperbolehkan?
Baca juga artikel terkait GPS atau tulisan menarik lainnya Ahmad Zaenudin

populerRelated Article