Tak Pernah Minta Dilahirkan, Seorang Anak di India Gugat Orangtuanya
Siapa sih yang pernah minta dilahirkan ke dunia ini secara sadar? Ada agama yang mengatakan bahwa sebenarnya sebelum kita lahir ke dunia, kita memiliki semacam “kesepakatan” dengan Sang Pencipta untuk ditiupkan rohnya ke dalam janin yang sedang berada dalam rahim ibu, yang lebih dulu berada di dunia ini. Namun, apakah ada yang benar-benar merasakan dan menyadari hal itu?
Melansir laman Vice, para pakar eksistensialis berpendapat bahwa manusia adalah entitas yang “terdampar” di muka bumi ini. Karena manusia memiliki kesadaran akan eksistensinya, kemungkinan yang merasakan keterdamparan itu hanyalah manusia. Berbeda dengan binatang yang di mata manusia terkesan hanya mengikuti instingnya saja.Mungkin hal itulah yang dirasakan oleh para pengikut aliran “antinatalis”, yakni sebuah aliran pemikiran yang percaya bahwa kelahiran manusia di muka bumi ini merupakan hal yang negatif. Pada titik ekstremnya, penganut aliran pemikiran ini bisa sampai berkeinginan untuk membuat manusia punah.
Raphael Samuel, lelaki berusia 27 tahun asal India, merupakan salah satu orang yang menganut ideologi tersebut. Tanpa tedeng aling-aling, dia menggugat kedua orangtuanya ke pengadilan karena dia merasa tidak pernah meminta kepada orangtuanya untuk dilahirkan.
Padahal, bagi dirinya, seharusnya setiap manusia memiliki hak untuk menentukan eksistensinya, termasuk kelahirannya sendiri.
Pria yang bekerja sebagai pengusaha ini beranggapan bahwa setiap orangtua yang memutuskan untuk memiliki anak telah melanggar kebebasan sang anak dalam memilih.
"Saya sebagai anak tidak pernah dapat kesempatan memutuskan mau atau tidak untuk dilahirkan," ujar Samuel kepada BBC.
Berhubung ada hak yang sudah dilanggar, Samuel berpendapat bahwa setidaknya orangtua harus memberi kompensasi berupa sejumlah uang kepada anak yang telah dilanggar haknya. Tidak tanggung-tanggung, Samuel meminta uang yang harus dibayarkan seumur hidupnya.
"Kita seharusnya dibayar orang tua kita karena hidup di dunia, dan bayaran itu tidak mencakup biaya pendidikan, makan, dan perawatan kita selama ini. Kenapa tidak?!" ujar Samuel dengan tegas.
Samuel beranggapan bahwa “memaksa” anak untuk dilahirkan merupakan tindakan yang setara dengan penculikan dan perbudakan.
Seakan belum cukup dengan tuntutan uang atas “penculikan” yang dilakukan oleh orangtuanya, dia juga meyakini bahwa eksistensi manusia di bumi ini hanyalah sia-sia belaka, atau malah berdampak buruk kepada keberlangsungan hidup di dunia.
Hingga saat ini, Samuel belum menemukan pengacara yang mau mendampinginya di pengadilan. Di sisi lain, ibunya (kedua orangtuanya bekerja sebagai pengacara) hanya memberikan tanggapan yang terkesan santai.
"Tidak masalah, tapi jangan berharap aku akan bersikap lembut denganmu. Aku akan menghancurkanmu di pengadilan," ujarnya.
Selagi anaknya sibuk berkoar-koar soal tuntutannya, ibunya tetap teguh pada pendiriannya dengan menuntut pikiran logis dari anaknya. Sebab, bagaimana orangtua bisa meminta izin kepada anaknya sebelum lahir?