Pengacara: Tas Hermes Anniesa Hasibuan Palsu
Pengacara Anniesa Desvitasari Hasibuan menyebut tas merek Hermes milik kliennya sebagai barang palsu dan dibeli di internet seharga Rp5 juta.
"Ada tas 'Hermes' satu milik Anniesa, tapi itu KW (palsu). katanya beli via online di Hong Kong, di bawah Rp5 juta. Ada surat-suratnya. Memang, barang KW juga ada suratnya," kata Deski saat mendampingi Anniesa diperiksa di kantor sementara Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Anniesa yang merupakan direktur PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel), diperiksa bersama Direktur Utama Andika Surachman, dan Komisaris Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki dalam kasus dugaan penipuan puluhan ribu jemaah haji.
Deski juga menyebut, pada pemeriksaan hari ini penyidik mengonfirmasi dan menunjukkan sejumlah barang bukti yang sudah disita, di antara lain Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) mobil, dokumen perusahaan, serta status kepemilikan rumah di Sentul, Bogor.
Selanjutnya, penyidik juga mengonfirmasi perihal kepemilikan kartu debit, jumlah uang yang tersimpan di dalam rekening, transaksi keuangan, beberapa bukti percakapan.
Deski juga membantah informasi bahwa penyidik menemukan barang bukti baru terkait perusahaan First Travel.
"Tidak ada (bukti baru), cuma memperlihatkan barang sitaan saja, perusahaan ada ini milik siapa, tapi masih satu kantor. Itu perusahaan baru mau dibikin, tapi belum berjalan legalitasnya. Tadi ditunjukkan surat dokumennya," ucap Kepala Divisi Legal First Travel itu.
Lihat juga:Polisi Sita 8 Perusahaan Milik Bos First Travel |
Selain tiga tersangka, lanjutnya, penyidik juga meminta keterangan sejumlah saksi lain yaitu mantan Kepala Divisi Keuangan First Travel dan Kepala Divisi Visa First Travel.
"Ada dua mantan karyawan kepala divisi, ada kepala keuangan dan visa (yang diperiksa juga)," ujar dia.
Namun, Deski mengaku, belum mengetahui materi pertanyaan penyidik pada keduanya.
Penyidik menjerat mereka dengan Pasal 55 juncto Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), serta Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE).