Tokoh-tokoh Penting di ‘Captain Tsubasa’ yang Perlu Kamu Tahu
Tsubasa Oozora boleh saja digambarkan jago sepak bola sedari lahir. Namun, tanpa lingkungan yang mendukung, tentulah kisah ‘Captain Tsubasa’ takkan pernah bisa kita nikmati.
Bisa bayangkan jika Natsuko Oozora – yang tidak lain tidak bukan adalah ibunya – mengomeli Tsubasa tiap kali ia bermain sepak bola? Ya, tentulah ia takkan mempersilakan anaknya masuk Tim SD Nankatsu.Dan kalau ia tak masuk salah satu Tim SD terpayah dalam dunia ‘Captain Tsubasa’ itu, ia takkan bisa menjadi bintang di turnamen antarsekolah di Jepang, dipanggil membela Timnas Jepang, direkrut Sao Paulo, apalagi menjadi jagoan di FC Catalonia (FC Barcelona-nya 'Captain Tsubasa').
Tentulah Natsuko hanyalah salah satu dari sekian banyak tokoh yang membuat pemain yang identik dengan nomor punggung 10 itu berpendar. Dalam kesempatan kali ini, kumparan (kumparan.com) akan membeberkan kepada Anda siapa saja sih yang membuat Tsubasa Oozora menjadi Tsubasa Oozora yang kita kenal saat ini.
Roberto Hongo
Setelah harus pensiun dini dari dunia sepak bola akibat retinanya bermasalah, Roberto Hongo kehilangan arah. Sosok blasteran Jepang-Brasil itu menghabiskan waktunya di Nankatsu dengan meminum terlampau banyak alkohol. Hingga suatu hari, ia melihat pertandingan antara tim SD Nankatsu melawan Sutetsu.
Hongo tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya dengan kemampuan satu-satunya bintang Nankatsu, Tsubasa. Tsubasa bisa memberikan operan yang nyaman untuk rekan-rekannya. Bahkan, ia pun bisa melewati seluruh pemain Sutetsu seorang diri sebelum menjebol gawang Genzo Wakabayashi, yang digambarkan di turnamen SD tak pernah kebobolan satu gol pun.
Itulah yang membuatnya mantap menjadi mentor Tsubasa hingga SMA. Di tangan Hongo, kelincahan dan kelihaian operan Tsubasa berkembang pesat. Selain itu, tendangan salto hingga tendangan jarak jauh (Tsubasa menyebutnya ‘Tendangan Rajawali’) pun bisa ia kuasai.
Apa itu saja kontribusi Hongo kepada karier Tsubasa? Oh, tidak. Setelah Hongo resmi menjadi pelatih Sao Paulo, ia pun membawa Tsubasa pula ke Brasil. Dari sanalah perjalanan Tsubasa menjadi pemain terbaik di dunia bermula.
Kojiro Hyuga
Tanpa rival yang kuat, tentulah Tsubasa takkan bisa mencapai puncak. Beruntung bagi Tsubasa, di awal kariernya, ia bertemu dengan Kojiro Hyuga. Hyuga sendiri adalah striker haus gol yang, konon katanya, tendangannya bisa membelah ombak. Bayangkan menepis tendangan dari pemain macam ini.
Tsubasa sudah terlampau sering bertemu dengan Hyuga. Ketika Tsubasa masih bermain di SD Nankatsu dan Hyuga masih di SD Meiwa, mereka bertemu di partai final Turnamen Antar SD di Jepang. Hasilnya, Nankatsu menang 4-2 atas Meiwa.
Sementara ketika Tsubasa ‘naik kelas’ ke SMP Nankatsu dan Hyuga ke SMP Perguruan Toho, keduanya bertemu lagi tiga kali. Di kelas VII, Tsubasa berhasil mengantarkan Nankatsu di partai final Turnamen Antar SMP di Jepang. Di kelas VIII pun demikian. Namun, di partai final saat keduanya kelas IX, Hyuga berhasil memaksa Tsubasa menunjukkan kemampuan paling baiknya.
Di laga itu, Huyga berhasil terlibat dalam empat gol yang diciptakan Toho. Dan meski mengalami cedera, Tsubasa pun berhasil melakukan hal serupa. Kedua tim pun menjadi juara bersama akibat hingga perpanjangan waktu, skor 4-4 tetap terjaga. Dari situlah datangnya pinangan Timnas Jepang untuknya.
Carlos Santana
Oke, rivalitas Tsubasa-Hyuga menjadi cair saat keduanya beranjak dewasa. Selain karena keduanya sama-sama membela Timnas Jepang, kedua pemain ini pun memilih jalur yang berbeda. Tsubasa pindah ke FC Catalonia via Sao Paulo. Sementara Hyuga pindah ke Piemonte FC (Juventus, dalam dunia nyata) dan gagal sehingga harus ke AC Reggiana, tim Serie C Italia.
Beruntung bagi Tsubasa, bakat hebatnya itu selalu bikin orang lain tertantang. Kali ini, lawannya adalah Carlos Santana.
Keduanya bertemu pertama kali ketika Tsubasa masih memperkuat Sao Paulo dan Santana masih memperkuat CR Flamengo. Di babak perdana, Tsubasa berhasil mencetak gol duluan. Namun, pemain berjuluk ‘Robot Sepak Bola’ itu berhasil mencetak gol balasan dengan cara yang spektakuler. Setelah melambungkan bola ke udara dengan niatan melewati Tsubasa, Santana melakukan tendangan salto.
Tsubasa menirukan teknik Santana, namun ketenangannya membuatnya tahu bagaimana cara mematikan Tsubasa. Sayang, lini belakang Flamengo yang buruk membuat Tsubasa bisa mencetak gol lainnya. Sebelum pertandingan berakhir, Tsubasa berhasil mencetak satu gol lagi.
Pertandingan berakhir dengan skor 3-1. Dan setelah kekalahan itu, Santana terus terpacu untuk mengimbangi kemampuan Tsubasa. Keduanya pun menjadi rival abadi.
Munemasa Katagiri
Rambutnya gondrong, kacamata hitam, dan ia selalu fokus menyaksikan tim-tim pelajar berlaga. Itulah deskripsi tepat untuk Munemasa Katagiri, scout yang diutus oleh JFA, federasi sepak bola Jepang.
Katagiri adalah orang pertama yang kepincut dengan bakat Tsubasa. Bahkan, sejak sang bocah masih SD. Setelah partai final Turnamen Antar-SMP yang mempertemukan Nankatsu melawan Toho saat Tsubasa kelas IX, Katagiri pun merekomendasikan Tsubasa kepada Mikami Tatsuo, pelatih Timnas Jepang.
Setelah itu, nama Tsubasa populer tak hanya di Jepang, tetapi juga di dunia.
Mikami Tatsuo
Meski Tsubasa adalah pemain bintang plus kapten Timnas Jepang, tetapi pelatih Timnas Jepang, Mikami Tatsuo, tak pernah memperlakukan Tsubasa dengan spesial.
Ketika Timnas Jepang melakoni Tur Eropa perdana di anime ‘Captain Tsubasa’, Tsubasa tidak dipanggil. Meski Tsubasa terus berujar bahwa kondisinya sudah fit, tetapi Tatsuo tahu hasil medis mengatakan bahwa bahu kanannya masih bermasalah. Posisi Tsubasa sebagai gelandang serang pun digantikan oleh Taro Misaki. Dan formasi 4-3-3 pun berubah menjadi 4-2-3-1.
Selain itu, Tatsuo juga yang terus mengingatkan Tsubasa agar tak terlampau sering melakukan aksi individu. Alhasil, Timnas Jepang asuhan Tatsuo selalu berlandas pada kolektivitas tim. Itulah mengapa (di dunia ‘Captain Tsubasa’) Timnas Jepang bisa menjadi raksasa sepak bola dunia.
Jun Misugi
Harus pensiun dini akibat masalah jantung, Jun Misugi pun direkrut JFA sebagai asisten pelatih Tatsuo. Karena kebanyakan pemain yang dipanggil Tatsuo adalah lawan-lawannya dulu semasa menjadi pemain, ia jadi tahu betul di mana posisi terbaik untuk mereka.
Misugi adalah orang pertama yang merekomendasikan kepada Tatsuo untuk memberikan Tsubasa peran ‘free eight’ a la David Silva atau Kevin de Bruyne di Manchester City. Ia pun didukung dengan gelandang bertahan yang punya visi yang bagus plus tahu caranya mengantisipasi serangan macam Hikaru Matsuyama. Serta ada Taro Misaki yang siap menjadi tandemnya di lini tengah.
Posisi inilah yang membuat Tsubasa jadi bintang utama di Timnas Jepang.
Van Saal
Ketika datang ke FC Catalonia, Tsubasa tak langsung menjadi bintang. Malah, ia harus bermain di Tim B setengah musim. Ada dua alasan yang membuat keputusan ini diambil oleh pelatih FC Catalonia, Van Saal (diberi nama Edward van Saal di versi anime).
Pertama, Van Saal merasa bahwa Tsubasa masih butuh waktu beradaptasi di lingkungan baru. Untuk memahami sejarah klub hingga makna memakai kostum biru-merah-nya FC Catalonia. Kedua, karena Van Saal ingin mempersiapkan Tsubasa dengan peran ‘false nine’ demi mengantisipasi kepergian Rivaul untuk membela Timnas Brasil dalam kualifikasi Piala Dunia.
Setelah fase adaptasi itu dilewati, ia pun berhasil menjadi andalan bagi Van Saal. Ia tak hanya sekadar penyerang yang tahu mencetak gol, melainkan juga tahu bagaimana caranya memberikan umpan kepada rekan-rekannya. Ya, di tangan van Saal, Tsubasa menjadi pemain yang sempurna.