Touring 1.200 KM Membelah Jawa untuk Pahlawan
Touring memang aktivitas yang biasa dilakukan komunitas motor untuk bersenang-senang, namun apa yang dilakukan Royal Riders Indonesia (RORI) sepertinya agak berbeda.
Pada 7 November 2017 lalu puluhan anggota mereka melakukan touring melintas pulau Jawa. Bukan sekadar touring, namun mereka coba mengikuti jalur yang dilalui para pahlawan yang gugur demi memerdekakan Indonesia."Sebenarnya kami sudah mulai sejak 4 November dengan mengunjungi museum PETA di Bogor, karena dari sanalah semua pahlawan ini berasal," kata Sutan Manurung, Ketua Tim Ekpedisi Ride for Heroes saat membuka perbincangan dengan uzone.id beberapa waktu lalu.
Touring dalam ekpedisi ini dibagi dalam 5 grup, mereka yang berangkat dari Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Surabaya serta kelompok terakhir yang berangkat dari Bali. Mereka semua berkumpul di Surabaya untuk memperingati acara puncak Ride for Heroes 11 November.
Suka Duka Perjalanan
Menempuh jarak ribuan kilometer dengan motor bukan perkara mudah. Bukan hanya kondisi fisik pengendara yang harus prima, tapi juga motor tunggangan yang perlu disesuaikan dengan jalur dan beban selama perjalanan.
"Harus ada penyesuaian, tergantung medan yang dilewatinya, terutama di bagian kaki-kaki. Kalau rangka sih saya rasa cukup kuat," kata Melvin, builder motor dari bengkel Titasomi Custom. Ia yang dipercaya memperkuat kendaraan tim ekspedisi.
Perjalanan dimulai dari diler Royal Enfield di Pejaten, Jakarta Selatan. Grup satu berangkat sesuai dengan jalur yang dilalui oleh pahlawan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Surabaya.
"Maka kita ambilah satu tokoh yang mewakili itu, yakni Jendral Sudirman. Namun di Jawa Barat ada missing link (rute), maka kami ambil jalur perjuangan divisi Siliwangi," Sutan menjelaskan.
Untuk Jawa Tengah tim ekspedisi melintasi jalur long march perjuangan Jendral Sudirman, hingga Jawa Timur tempat perjuangan bung Tomo.
Di Jawa Barat tugu perjanjian Renville menjadi salah satu tempat paling berkesan bagi tim ekspedisi.
Melihat asal muasalnya, tugu itu menjadi penting. Karena itu menjadi saat dimana wilayah Indonesia terbagi atas perintah Belanda. Namun kondisinya kini seperti tak berarti.
"Rumput sudah tumbuh tinggi di sekitar monumen, seperti terlupakan," kata Sutan.
Bukan cuma tempat bersejarah yang menyisahkan kenangan buat mereka, jalur yang dilalu pun tak kalah seru. Jalanan yang naik turun tajam, perbukitan, membelah hutan, hingga cuaca yang tak menentu seakan menguji nyali tim ekspedisi untuk menuntaskan misinya.
Di Banjarnegara misalnya. Tim melintas di wilayah tersebut pada 8 November 2017, hari dimana badai besar sedang bergejolak dan menelan korban jiwa.
"Nyaris kami berada di pusat badai di alun-alun. Untungnya tim memutuskan beristirahat sebelum sampai di sana," seru Sutan.
Keseruan dan rintangan mereka tak berhenti di situ. Sembari menyulut batang rokok selanjutnya, Sutan kembali bercerita soal perjalanan mereka ketika melintas di Jawa Timur. Jalur yang katanya paling ekstrem sepanjang perjalanan.
Dari Pacitan mereka menuju Trengalek, Tulung Agung, Blitar, Malang, Mojokerto hingga Surabaya. Kondisi semakin menantang karena tim memutuskan berangkat dini hari.
"Riding kami ini punya misi, bukan sekadar jalan-jalan. Kami kurang tidur, kurang istirahat, dan harus tetap mengejar jadwal," Sutan menjelaskan.
Jose Sinaga, salah satu perserta dalam ekspedisi itu mengamini ucapan Sutan. Touring kali ini memang secara fisik melelahkan bagi yang mereka, bahkan bagi yang sudah terbiasa sekali pun.
"Sehari kami riding itu 16 jam mas, belum lagi waktu-waktu yang kami habiskan saat berada berhenti di tempat bersejarah," katanya.
Namun baginya, rasa lelah itu tidak seberapa dibanding para pahlawan Indonesia yang melalui jalur serupa dengan berjalan kaki.
"Kita pakai motor dengan infrastruktur yang sudah memadai, coba bayangkan gimana perjuangan para pahlawan kita waktu itu," jelas pria yang berprofesi sebagai Public Relation itu.
Namun puncak kenikmatan bagi mereka adalah ketika sampai di Surabaya. Dimana 5 kelompok tersebut berkumpul dan mengucap syukur dengan menyanyikan lagu kebangsaan.
"Jujur, saat itu saya terharu dan menangis. Apa yang kami lewati adalah secuil proses dalam terbentuknya bangsa yang beragam ini," kata Jose menutup perbincangan dengan uzone.id.
Ribuan kilometer telah dilewati. Lelah dan letih pasti, keselamatan juga menjadi pertaruhan. Waktu dan uang juga ikut terbuang, namun dipastikan itu semua tak sia-sia.
Semangat menghormati jerih payah pahlawan menjadi tujuan dan semangat mereka. Memang, banyak hal untuk melakukan itu, tapi sebagai biker, RORI memilih caranya. Dengan melintas satu-persatu tempat bersejarah dengan kuda besi mereka. Karena berkendara haruslah bermakna.
Lantas apa cukup sampai di situ? Ternyata tidak. Komunitas RORI berencana untuk melanjutkan ekspedisi serupa tahun depan, dengan perjalanan yang jauh lebih panjang dan menantang di Sumatera.
Ride for heroes, ride with purpose.