Home
/
News

Video Gay Kids, Para Pedofil yang Cari Mangsa Lewat Media Sosial

Video Gay Kids, Para Pedofil yang Cari Mangsa Lewat Media Sosial
Rini Friastuti18 September 2017
Bagikan :

Preview

Dirteskrimsus Polda Metro Jaya kembali menangkap 3 orang pelaku pedofil yang beroperasi lewat media sosial. Tak tanggung tanggung, sekitar 750 ribu gambar dan video pornografi anak diperjualbelikan para pelaku dan disebar di sebuah grup pedofil, Video Gay Kids (VGK) Premium .

Ketiganya berinisial Y, I dan H. Masing-masing memiliki peranan. Y yang masih berumur 19 tahun ini berperan sebagai Admin VGK Premiun, yang juga anggota grup WhatsApp 'Anak Indonesia', sebuah kelompok yang anggotanya merupakan pedofil.

Y ditangkap pada tanggal 5 September lalu di Purworejo, Jawa Tengah. Kepada polisi, Y mengaku bahwa gambar dan video yang dia bagikan di grup VGK Premium dia ambil dari internet, serta grup pedofil lainnya yang ada di dunia maya. Namun bagi yang berminat untuk mengoleksi gambar dan video pornografi anak tersebut, Y akan memperjualbelikannya di grup Telegram VGK Premium, dengan kisaran harga Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu.

Preview

Pelaku kedua berinisial H alias Uher. Pria 30 tahun ini ditangkap 5 September lalu di daerah Garut, Jawa Barat. Meski bukan admin VGK Premium, H ikut mengambil keuntungan dengan menjadi member VGK Premium dan memperjualbelikan foto serta video pornografi anak ini di akun Twitter miliknya, @NoeHermawanZ dan @febrifebri745. Foto dan video ini dia jual dengan kisaran harga Rp 100 ribu per-50 video dengan sistem transfer pulsa.

Pelaku ketiga, berinisial I (21). Pria yang ditangkap di wilayah Cigudeg, Kabupaten Bogor pada 7 September ini, memiliki tujuan yang sama dengan Uher. Melalui akun Twitter @FreeVGK69 dan blog pribadi freevgk.blogspot.co.id, I memperjualbelikan video dan foto pornografi anak yang dia dapatkan di VGK Premium. 

Meski ada yang dibagikan secara gratis, namun I juga meraup keuntungan dari foto dan video tersebut. Dari penggeledahan, polsi menemukan lebih kurang 500 hingga 1.000 file video dan gambar pornografi anak, beserta rekening yang diduga digunakan dalam jual beli video dan gambar tersebut.

Direskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Deriyan mengatakan, rata-rata ketiga pelaku ini meraup keuntungan hingga Rp 10 juta per bulannya. Dari tangan ketiga pelaku, polisi menemukan 750 ribu gambar dan video pornografi anak, di mana korbannya rata-rata berparas melayu.

“Jadi 750 ribu gambar yang kami dapatkan, analisa laboratorium forensik, 40 persennya berparas melayu,” ujar Adi di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (17/9).

Preview
Untuk diketahui, penangkapan ketiga pelaku ini berkat koordinasi dengan kepolisian internasional, salah satunya adalah FBI dan Homeland Security Investigation Europol. Karena VGK Premium terhubung dengan jaringan pedofil internasional, yang anggotanya tersebar di 49 negara, diantaranya Indonesia, Malaysia, Vietnam, Arab Saudi, Kosta Rika, Turki, Irak, Sudan, dan negara lainnya. 

"Jadi sumber child porn images (baik video dan gambar) yang dijual para tersangka melalui akun Twitter @VGKSale ini diperoleh dari aplikasi Telegram dan WhatsApp lokal dan jaringan internasional yang khusus mendistribusikan konten pornografi anak dengan cara sharing atau jual-belu images tersebut," ucap Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Roberto Pasaribu, di kesempatan yang sama.

Sehingga kepolisian masih melakukan penyelidikan tentang siapa saja korban ada di dalam gambar dan video pornografi tersebut. Karena korban mungkin saja tak hanya berasal dari Indonesia saja, namun juga dari negara lain.

"Kami belum bisa memastikan apakah itu anak Indonesia, atau dari negara lain, Malaysia atau negara lain. Mereka punya grup dengan penyimpangan yang sama. Nanti kami kembangkan lagi dari sisi pelaku, apakah image sebanyak itu ada korban yang dikenali," jelas Ade.

Di balik semua itu, ketiga pelaku ini mengaku termotivasi menjadi pedofil karena trauma masa lalu. Kepada polisi, mereka mengaku menjadi pedofil karena semasa kecil pernah menjadi pelaku pelecehan seksual. 

"Dulu mereka juga merupakan korban dari perlakuan seksual terhadap dirinya ketika mereka masih jadi anak anak," kata Ade.

Adi mengatakan, motif utama mereka menjual dan menyebarkan konten pornografi bukan hanya karena ekonomi, melainkan mencari kepuasan tersendiri secara seksual.

"Saat ini yang kami dapati motif kejahatannya, fantasi seksual, kepuasan seksual, kedua ekonomi, dia menjual gambar dan video, laki laki dewasa dengan anak dijualbelikan dengan harga murah," kata dia.

Kasus ini tentunya mendapat perhatian khusus dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA). Sekretaris Menteri PPA, Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan bahwa fenomena pedofil di media sosial tersebut ibarat gunung es, karena hanya terlihat di permukaannya saja. 

"Kami sendiri melakukan survei kekerasan terhadap anak tahun 2013 bersama Kemensos, datanya memang menunjukkan angka kekerasan seksual terhadap anak perempuan itu sekitar 3,5 persen dan anak laki-laki sekitar 8 persen," kata Pri.

"Dan kalau kita kalikan seluruh jumlah total populasi anak, kita punya anak jumlahnya sangat besar 87 juta. Bisa dibayangkan. Mungkin berkisar sekitar 600 ribu hingga 900 ribu. Dan bisa jadi bahwa dia adalah fenomena gunung es," kata dia. 

Atas perbuatannya itu, para pelaku dijerat Pasal berlapis berlapis, yakni Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Polisi juga menjerat pelaku dengan Pasal 4 Ayat (2) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 30 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

populerRelated Article