Waduh, Akun Haters Meningkat Setelah Elon Musk Jadi Bos Twitter
Uzone.id - Baru juga sehari menjabat sebagai bos baru Twitter, Elon Musk harus menghadapi fakta adanya peningkatan soal akun-akun berisi ujaran kebencian atau hate speech.
Dilansir dari Engadget, Sabtu, (29/10), naiknya Musk ke puncak pimpinan Twitter telah memberikan dampak ke platform. Menyusul berita soal pemecatan para eksekutif Twitter, beberapa akun ‘troll’ memilih untuk menguji aturan moderasi Twitter.Pengujian ini dilakukan dengan mencuitkan kata-kata atau ungkapan berisi kebencian.
Hal yang sama dilaporkan oleh The Washington Post dimana “tweet tentang penghinaan rasial muncul secara merajalela dalam waktu semalam,” tepat beberapa jam setelah Musk menjadi bos baru Twitter.
Analisis lain dari Network Contagion Research Institute (NCRI), sebuah organisasi nirlaba yang mempelajari disinformasi di platform sosial, mengatakan bahwa mereka telah mengamati peningkatan tajam dalam istilah N (merujuk pada kata berkonotasi negatif ‘Nigga’) di Twitter.
Baca juga: Setelah Resmi Jadi Bos Twitter, Elon Musk Bakal Ngapain?
“Bukti menunjukkan bahwa aktor jahat mencoba menguji batasan Twitter dan beberapa postingan di 4chan mendorong pengguna untuk memperkuat cercaan yang menghina,” ungkapnya.
Ditanya soal ini, juru bicara Twitter memilih untuk tidak memberi komentar. Seperti yang ditunjukkan oleh The Post dan NCRI, gerakan ini tampaknya diatur pada platform seperti 4Chan dan TheDonald, di mana pengguna saling mendorong untuk menyebarkan kebencian.
Adanya peningkatan ujaran kebencian ini semakin memicu kekhawatiran bahwa upaya selama bertahun-tahun untuk membersihkan platform Twitter dari hal-hal negatif dapat dengan mudah dibalik oleh Musk.
Apalagi dia telah memecat eksekutif kebijakan puncak perusahaan, Vijaya Gadde, yang memainkan peran sentral dalam membentuk aturan konten perusahaan.
Baca juga: Akhirnya, Jadi Juga Elon Musk Beli Twitter
"Bahayanya di sini adalah bahwa atas nama 'kebebasan berbicara', Musk akan memutar balik waktu dan membuat Twitter menjadi mesin kebencian, perpecahan, dan informasi yang salah tentang pemilu, kebijakan kesehatan masyarakat, dan urusan internasional yang lebih kuat," kata Paul Barrett, wakil direktur Pusat Bisnis dan Hak Asasi Manusia Stern NYU.
Sementara itu, salah satu rencana Musk dalam membeli Twitter adalah untuk menciptakan platform dengan kebebasan bersuara yang sesuai dengan keinginannya.