Waduh, YouTube Dianggap Jadi Gudangnya Informasi Sesat
Uzone.id - Sebagai salah satu platform media sosial terbesar di dunia, platform video YouTube disebut sebagai ‘gudangnya’ disinformasi dan misinformasi online di seluruh dunia, alias
Platform video ini disebut tidak mampu berbuat banyak untuk mengatasi penyebaran hoax di platformnya. Fakta ini disampaikan oleh koalisi organisasi pemeriksa fakta global.Surat yang diklaim dibuat oleh pemerintah domestik, pos online, dan organisasi media ini menyatakan bahwa YouTube sudah gagal dalam mengatasi disinformasi dan misinformasi, terutama di belahan selatan dunia, yaitu Amerika Latin, Asia, dan Afrika.
Dalam surat yang ditandatangani lebih dari 80 grup, termasuk Full Fact di Inggris dan Washington Post's Fact Checker, YouTube dikatakan menampung konten grup-grup seperti Doctors for the Truth yang merupakan kelompok penyebar misinformasi tentang COVID-19, serta menampung video yang mendukung narasi ‘penipuan’ selama pemilihan di AS.
Baca juga: YouTuber Collab Bikin Rewind Indonesia 2021, Bikin Merinding!
“YouTube membiarkan platformnya dipersenjatai oleh oknum yang tak bermoral untuk memanipulasi dan mengeksploitasi orang lain, lalu mengatur dan menggalang dana sendiri,” tulis surat tersebut, ditujukan kepada kepala eksekutif YouTube, Susan Wojcicki.
Surat tersebut juga mengatakan jika langkah-langkah yang dilakukan YouTube saat ini terbukti tidak cukup untuk menghalau penyebaran informasi palsu di platformnya.
YouTube sendiri telah menegaskan bahwa “beberapa jenis dari konten yang menyesatkan atau menipu dengan risiko bahaya yang serius” dilarang dari platform. Tak hanya itu, semenjak Oktober 2020, YouTube telah mengambil tindakan untuk meredam misinformasi tentang COVID-19.
Contoh informasi palsu yang diberikan oleh para fact checker ini berupa kinten palsu tentang pemerintahan mantan presiden Filipina, Ferdinand Marcos serta amplifikasi ujaran kebencian terhadap sebuah kelompok di Brazil.
Dari surat ini, ada 4 tuntutan yang diminta oleh pihak pemeriksa data. Pertama, berkomitmen untuk mendanai penelitian independen terhadap kampanye misinformasi di platform YouTube.
Kedua, menyediakan tautan sanggahan ke dalam video yang membagikan disinformasi dan misinformasi. Ketiga, menghentikan algoritma yang mempromosikan video pelanggaran berulang kali. Dan terakhir, melakukan lebih banyak tindakan untuk mengatasi informasi kebohongan dalam video-video non-bahasa Inggris.
Para penandatangan berasal dari lebih dari 40 negara dengan berbagai latar belakang, sebut saja Full Fact, sebuah badan amal Inggris, Washington Post Fact Checker yang didanai oleh surat kabar eponymous, kemudian Maldita Spanyol yang merupakan sebuah yayasan pengecekan fakta; dan India Today, sebuah unit di dalam TV Today Network milik swasta.
Baca juga: Bikin Squid Game Versi Nyata, YouTuber Ini Keluarkan Rp50 M
Menanggapi hal ini, juru bicara YouTube, Elena Hernandez mengatakan bahwa perusahaan telah banyak berinvestasi dalam kebijakan seperti mengurangi penyebaran misinformasi ‘borderline’, mengurangi penyebaran informasi yang salah, serta menghapus video yang melanggar.
Istilah borderline ini sendiri merujuk pada konten yang ‘mendekati’ pelanggaran pedoman platform.
“Kami telah melihat kemajuan penting, dengan cara menjaga secara signifikan konsumsi misinformasi borderline yang direkomendasikan di bawah 1 persen dari semua penayangan di YouTube,” ungkap Elena, dikutip dari The Guardian, Rabu, (12/01/2022).
Elena juga menambahkan, “hanya sekitar 0,21 persen dari semua penayangan adalah konten pelanggaran yang kemudian kami hapus.”
Di akhir statement, Elena menyebutkan bahwa YouTube akan terus mencari cara untuk meningkatkan serta memperkuat kinerja bersama dengan komunitas fact checker.