icon-category Film

Wanita Perkasa dalam Balut Mitologi

  • 02 Jun 2017 WIB
Bagikan :

Seolah mengejar ketertinggalan dari Marvel, DC Comics mencoba menggebrak lewat Wonder Woman. Sebuah ‘perjudian’ yang berbuah manis. Pesona Gal Gadot nan memikat jadi awal kebangkitan.

Baru tayang sehari dan serentak di hampir berbagai penjuru dunia, Wonder Woman langsung menuai pujian. Film ini dianggap sebagai babak awal kebangkitan DC Comics dalam mengejar ketertinggalan dari ‘seteru’ abadinya; Marvel.

Seolah membayar ‘kekalahan’ di Batman v Superman: Dawn of Justice (2016), Wonder Woman menyajikan pertunjukan spektakuler. Tak kalah dari sajian-sajian Marvel yang sejauh ini selalu unggul dibanding DC Comics. Situs IMDB memberikan rating 8,5, dan Rotten Tomatoes dengan angka 94 persen, Kamis 1 Juni 2017.

Film yang dinilai sama dengan kisah awal komiknya ini berkisah tentang pahlawan super wanita bernama Diana (Gal Gadot). Ia seorang putri Amazon yang berhasrat menciptakan ‘damai’ di muka Bumi.

Amazon adalah sebutan bagi puak perempuan yang hidup di Pulau Themyscira nan eksotis. Sebuah pulau indah yang terdapat di ‘dimensi’ lain ujung samudera.

Themyscira hanya dihuni perempuan tangguh, pejuang terlatih yang dikondisikan untuk sewaktu-waktu siap tempur. Konon musuh utama mereka adalah Ares, sang Dewa Perang. Ares putra Zeus itu dianggap sebagai penebar petaka di Bumi. Selama ia hidup, maka umat manusia di dunia takkan pernah mengecap kedamaian. Dan ancaman itu juga berlaku bagi Amazon.

Balutan mitologi Yunani dalam film ini memang sedikit membingungkan. Jika Anda akrab atau terbiasa dengan kisah-kisah Zeus dan anak keturunannya, tentu akan kagok dengan silsilah sang pahlawan super ini.

Ibunda Diana—Hippolyta (Connie Nielsen)—menyatakan bahwa putrinya nan cantik itu diciptakan oleh Zeus dari tanah liat. Sementara ketika bertarung dengan Ares, dalam sebuah percakapan, Dewa Perang itu mengklaim Diana sebagai anaknya.

Padahal, Ares adalah anak Zeus. Di lain pihak, ketika Diana menghunjamkan jurus terampuhnya pada Ares dalam pertarungan mematikan, ia berujar pada Ares, “Selamat tinggal saudaraku.”

Jadi, kita tak usah terlalu pusing dengan mitologi yang mewarnai kisah si Putri Amazon. Apakah ia putri Zeus, Putri Arez ataukah saudara Ares? Yang jelas Diana adalah titisan dewata.

Dalam versi asli komiknya—karya William Moulton Marston dan Harry G Peter—disebutkan, Wonder Woman atau Putri Diana dipahat dari tanah liat oleh ibunya, Ratu Hippolyta. Ia lantas diberi kehidupan oleh Aphrodite (sang Dewi Cinta). Namun dalam beberapa tahun belakangan, profil Diana mengalami perubahan.

Ia digambarkan sebagai putri Zeus, dibesarkan oleh Hippolyta dan Antiope. Seniman George Perez mengubah tampilan Wonder Woman jadi lebih berotot. Kemudian Jim Lee mendesain ulang kostum Diana dengan memasukkan celana. Ia mewarisi kemampuan mukjizat Ares—personifikasi sang ‘Dewa Perang’. Sementara penulis Greg Rucka menahbiskan Wonder Woman sebagai sosok biseksual.

Dibesarkan di Amazon dengan tradisi keterampilan bertempur, Diana tumbuh menjadi sosok gadis tangguh. Berbekal senjata berupa Laso Kebenaran, pedang ‘Godkiller’, perisai, gelang penangkis peluru, dan kekuatan mukjizat, Diana pun siap mengguncang dunia.

Perang Dunia II adalah medan tempur pertama si wanita sakti ini. Melawan kekuatan jahat Ares yang merasuk dalam tubuh para jenderal perang, ia harus berjibaku menyelamatkan dunia.

Sejak itu, Diana kemudian berhadapan dengan musuh-musuh tangguh yang berusaha menyingkirkan Amazon. Mulai dari Cheetah, Doctor Poison, Circe, Doctor Psycho, dan Giganta. Diana juga harus bertarung dengan Veronica Cale, sosok jahat nan berbahaya.

Selanjutnya, kisah Wonder Woman mulai rutin muncul dalam komik yang menampilkan tim superhero; Justice Society (sejak 1941) dan Justice League (sejak 1960).

Kembali ke film, Wonder Woman mengawali kisah dengan memperlihatkan Kota Paris (Prancis) dari udara. Adegan selanjutnya, mobil box hitam milik Bruce Wayne (Batman) nampak parkir di luar Museum Louvre. Dua lelaki berpakaian uniform mengeluarkan sebuah kotak dari dalam mobil. Mereka lantas berjalan memasuki museum.

Di dalam sebuah ruangan di museum ternama itu, Diana—yang berprofesi sebagai kurator—nampak membuka kotak. Isinya, foto dirinya bersama empat kawan seperjuangan di Perang Dunia II dulu. Mereka adalah Steve Trevor (Chris Pine), Sameer (Saïd Taghmaoui), Charlie (Ewen Bremner) dan The Chief (Eugene Brave Rock). Foto inilah yang didapat Bruce Wayne dalam Batman v Superman: Dawn of Justice (2016).

Memandang foto itu, kenangan Diana pun menerawang ke masa silam, kilas balik kehidupannya sebelum menjejak lantai Louvre. Dan yang kemudian tampak adalah Diana kecil yang berlari-lari di satu sudut Themyscira, dikejar seorang dayang. Akhir pelarian bocah kecil itu terhenti di tempat latihan prajurit Amazon yang dipimpin sang bibi; Antiope (Robin Wright).

Diana yang sebelia itu telah bercita-cita menjadi ‘prajurit’ pembela Amazon. Walau niatnya terhalang penampikan ibunda, Diana bersikukuh. Ia pun berlatih di bawah asuhan Antiope hingga dewasa.

Penolakan Hippolyta pun mengikis perlahan. Ia lantas memberi restu, dengan syarat Antiope harus menjadikan Diana prajurit paling tangguh se-Amazon. Bahkan, melebihi kemampuan Antiope sendiri. Dan demikianlah, kita pun disuguhi adegan latihan tempur ala Amazon yang dikemas dengan indah.

Cuplikan-cuplikan gambar yang sesekali bergerak lambat kala menampilkan adegan baku hantam perempuan-perempuan tangguh itu tampak ritmis. Sisipan grafis yang sesekali muncul di layar menambah kesan dinamisnya permainan sinematografi film ini.

Seiring bertambahnya usia, keinginan Diana untuk melawan ‘tiran’ kian membuncah. Ia harus melenyapkan Ares, keluar dari Amazon, agar Bumi mengecap kedamaian yang abadi. Selama Ares hidup, maka petaka bakal selalu menghantui kehidupan manusia.

Hasrat Diana sepertinya mendapat restu. Kehidupan damai di Amazon mendapat gangguan ketika sebuah pesawat tempur menembus ‘tabir’ dimensi yang menutupi Amazon dari dunia luar. Steve Trevor, sang pilot, kemudian diselamatkan oleh Diana.

Dari mulut Steve, bangsa Amazon jadi tahu, bahwa di luar sana terjadi perang akbar. Perang yang telah berlangsung empat tahun; melibatkan 27 negara, dan menelan korban 25 juta manusia. Sebuah kabar bak pedang yang menikam dada Diana. Bagaimana pun, kehadiran Trevor menjadi pembuka jalan baginya untuk menikmati kehidupan di luar Amazon.

Akhirnya, berbekal pedang ‘Pembunuh Dewa’, Laso Kebenaran, perisai dan gelang sakti, Diana minggat bersama Trevor. Tujuan utama, tentu saja bertemu Ares dan menghentikan sepak terjang Dewa Perang itu. Dan cerita pun bergulir, dengan plot yang mengalir, dibumbui humor-humor sederhana nan jenaka.

Petualangan Diana di dunia ‘baru’ bergeliat. Ia terlibat dalam pelbagai pertempuran dan pertarungan, hingga berhadapan muka dengan musuh yang paling dibencinya; Ares. Usai menaklukkan Ares, Diana justru tak merasa menang, tak merasa bahagia. Ia tak berhasil menunaikan misi.

Diana sadar, ia takkan pernah bisa menciptakan dunia damai yang ia impikan. Hasrat manusia untuk berperang dan saling membunuh satu sama lain adalah sifat insaniah yang tak terelakkan. Ia harus berdamai dengan itu. Dan menjadi pahlawan super yang bergerak dalam kesendirian—maupun bersama pahlawan lainnya nanti—adalah pilihan terbaik.

Harus diakui, pesona dan akting Gal Gadot sangat memukau. Ia memang paling layak menjadi Wonder Woman saat ini. Menyisihkan nama-nama yang sempat muncul seperti Kate Beckinsale, Sandra Bullock, Sarah Michelle Gellar, Angelina Jolie, Jessica Biel, Eva Green, Kristen Stewart, dan Olga Kurylenko.

Gadot (32 tahun) yang pernah menjalani wajib militer di negaranya (Israel) mengakui, latihan yang ia jalani demi menjadi sosok wanita perkasa itu sangat berat. Jauh melebihi beratnya latihan militer.

Ia harus latihan angkat beban, bertarung, menggunakan senjata—terutama pedang—dan menunggang kuda. Latihan berkuda inilah yang ia anggap paling sulit. Khusus koreografi pertarungan, Gadot mesti menghabiskan dua jam latihan ekstra.

Semuanya demi Wonder Woman, sang simbol wanita perkasa. "Dia (Wonder Woman) adalah simbol kekuatan tertinggi. Tak pernah terlintas dalam mimpi sekalipun, bahwa aku bakal memerankan sosok yang begitu memengaruhi banyak wanita seperti dirinya," ungkap Gadot seperti dilansir www.dailymail.co.uk.

Di lain pihak, kolabaroasi Patty Jenkins (sutradara) dan Matthew Jensen (sinematografer) berhasil memvisualisasikan dengan indah skenario yang ditulis Allan Heinberg. Dibantu Zack Snyder dan Jason Fuchs, Heinberg meramu kisah si pahlawan super ini dengan runut, tak membosankan.

Jenkins adalah sutradara wanita pertama yang menggarap film superhero wanita. Dan karyanya berbuah manis. Wonder Woman menjadi film DC Comics pertama yang mendapat kritik positif.

Mungkin cerita akan berbeda jika bangku sutradara masih dipegang Snyder, laiknya film-film DC Comics yang lain. Kegagalan Snyder di film-film sebelumnya menjadi pertimbangan utama pemilihan Jenkins.

Patty Jenkins, sutradara Monster (2003) itu, mampu menyuguhkan sesuatu yang memikat di musim panas ini. Sebuah kepercayaan yang membuat DC Comics akhirnya menyunggingkan sebaris senyum.*

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini