Waspada Penularan HIV Melalui Facial
Kisah seorang perempuan yang mengaku terkena human immunodeficiency virus atau HIV melalui peralatan facial viral di media sosial. Kisah itu berawal dari unggahan aktivis kesehatan seksual, Andrea Gunawan melalui akun Instagram pribadinya @catwomanizer.
Ketika itu, Andrea meminta respons pengikutnya mengenai HIV. Dia menerima ratusan cerita dari warganet dan salah satunya adalah kisah perempuan yang terkena HIV melalui perawatan facial. Akun Instagram perempuan itu sengaja ditutup untuk menjaga anonimitas.
"Kemungkinan saya terkena (HIV) dari perawatan facial. ... Menurut dokter, klinik tempat saya facial enggak steril peralatannya dan itu berhubungan dengan darah (pencet jerawat), memang kasus saya ini tergolong kasus langka," ungkap perempuan itu, dikutip dari Instagram Andrea.
Andrea mengaku, cerita penyebaran HIV melalui peralatan facial ini bukan satu-satunya yang ia terima. Dia juga mendapatkan beberapa cerita penularan penyakit Hepatitis B dan C melalui facial, suntik vitamin C, alat cukur, dan akupuntur.
"Ada sekitar belasan cerita yang masuk ke aku, tapi memang enggak semua aku post ulang," kata Andrea kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/9).
Andrea menjelaskan, penularan penyakit, khususnya HIV, melalui peralatan facial mungkin terjadi meskipun kemungkinannya kecil.
Virus HIV hanya dapat tertular melalui perpindahan langsung cairan vagina, cairan sperma, anus, ASI, dan darah.
Dalam kasus facial, virus HIV dapat disebarkan oleh darah yang tertinggal dari orang dengan HIV. Pada darah, virus HIV jika terpapar cahaya matahari dan udara bebas, akan mati. Semakin tinggi tingkat virus HIV, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuhnya.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), dikutip dari Healthline, HIV dalam jarum suntik pada suhu kamar dapat bertahan hingga 42 hari, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi dapat bertahan hingga tujuh hari.
Lihat juga:10 Mitos dan Fakta Soal HIV/AIDS |
Andrea menduga, penyebaran HIV melalui facial itu terjadi melalui darah yang tertinggal di dalam tabung suntikan.
"Kalau dari jarumnya mungkin tidak karena akan mati terekspos udara, tapi kemungkinan dari dalam suntikan yang tidak terekspos dan cairannya masih aktif," tutur Andrea.
Menurut Andrea, hal ini terjadi lantaran klinik kecantikan yang melakukan facial tidak menerapkan prosedur yang benar dan higienis. Pelanggan pun seharusnya memeriksa kebersihan alat yang digunakan terlebih dahulu.
Dia menyarankan agar memilih klinik kecantikan yang memiliki standar prosedur yang jelas.
"Lebih baik ke klinik yang memiliki SOP yang jelas dan pencucian alat terbuka dan jarum suntik masih disegel, bukan salon abal-abal. Dan aku juga enggak tahu apa salon itu ada pengawasan atau tidak," ucap Andrea.
Pencegahan dan Penanganan HIV
Sebagai langkah pencegahan penyebaran HIV, Andrea menyarankan orang yang berisiko untuk melakukan pengecekan HIV. Orang yang berisiko itu melingkupi perilaku seks yang berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom, penggunaan jarum suntik bergantian (narkotika).
"Tiga bulan setelah kontak berisiko itu disarankan untuk cek langsung. Karena masa inkubasi virusnya berlangsung setelah tiga bulan," ujar Andrea.
Pengecekan ini penting untuk dilakukan lantaran setelah masa inkubasi, HIV tidak memperlihatkan gejala khusus. Baru setelah lima hingga 10 tahun, HIV mulai menunjukkan gejala.
Pengecekan ini dapat dilakukan secara gratis karena merupakan bagian dari program pemerintah di puskesmas dan rumah sakit.
Jika dinyatakan positif, Andrea mengimbau untuk tak perlu takut. Sebab, saat ini sudah tersedia obat ARV yang dapat menekan virus hingga tak lagi bisa menular kepada orang lain dengan catatan dikonsumsi setiap hari.
"Kalau misalnya positif, ya, sudah enggak usah takut karena ada ARV, kan," ujar Andrea.