Waspadai Dampak Psikologis Pertanyaan Kapan Nikah
-
Pertanyaan 'kapan menikah?' sepertinya tak pernah absen dilontarkan dalam acara keluarga. Setiap temu keluarga sepeti arisan, Lebaran, Tahun baru, Anda biasanya akan bertemu dengan sanak saudara yang jarang bersua. Tahukah Anda pertanyaan tersebut ada dampak psikologisnya?
Kesalnya, pertanyaan-pertanyaan sensitif hadir di sini. Pertanyaan “kapan nikah?” atau “kerja di mana sekarang?”, lalu ketika Anda menikah lama belum dikaruniai keturunan, ditanya juga "kapan punya momongan?" itu bak menjadikan sebuah pertemuan keluarga menjadi acara yang paling wajib Anda hindari seperti malas datang ke sebuah sidang tilang kendaraan.Biasanya yang mengajukan pertanyaan adalah orang yang lebih tua, dan mau tak mau harus dijawab dengan kepala tegak. Pastinya saking kesal Anda lebih memilih tidak mendekati orang tersebut bahkan lebih memilih untuk tidak hadir di acara tersebut.
Tahukah Anda seberapa bahayakah pertanyaan "kapan nikah?"
Psikolog Erna Marina Kusuma M.Psi. C. Ft mengatakan pertanyaan 'kapan menikah?' akan memunculkan reaksi positif dan negatif. Reaksi positif ditandai dengan sikap tak ambil pusing, sedangkan, reaksi negatif biasanya ditandai dengan emosi seperti marah atau kesal.
Jika diambil positif, pertanyaan "kapan nikah" sempat menjadi inspirasi sutradara Ody C. Harahap membuat film berjudul Kapan Kawin? pada 2015.
Reaksi unik diambil Lulu Jemimah (32 tahun), mahasiswi Oxford Inggris, yang mantap menikahi diri sendiri di Quepasa Bar di ibukota Uganda pada Agustus 2018, diakuinya keputusan ini dipilih lantaran ia merasa lelah selalu ditanya orangtuanya kapan memilih seorang calon pasangan dan menikah.
Nah, salah satu reaksi yang ekstrem adalah kasus pembunuhan yang terjadi di Garut pada Februari 2018. Pelaku mengaku membunuh tetangganya karena tersinggung ditanya 'kapan nikah?'
"Ketika bersosialisasi maka perlu kita ketahui bagaimana membuka percakapan atau pertanyaan kepada orang lain. Pertanyaan yang bersifat pribadi seperti meengenai kapan menikah kerja dimana gaji berapa itu merupakan hal hal yang tidak etis untuk di tanyakan karena bersifat pribadi. Umunya orang yang suka bertanya seperti itu mempunyai ambisi atau tujuan tertentu dengan pertanyaannya," seru Erna saat dihubungi Suara.com, Kamis (11/10/2018) melalui Whatsapp.
Erna mengimbau untuk jangan berpikir negatif atas pertanyaan itu. Sebab, asumsi tersebut bisa merugikan diri sendiri dan merusak momen silaturahmi. Meski begitu, Erna menilai pertanyaan seperti itu tidak sopan.
"Terkadang memang ada orang-orang yang berhasil dan sukses seringkali menanyakan hal-hal tersebut karena merasa dirinya unggul . Tapi tentu tidak etis jika kita bertanya pada org yang sudah kita tahu sedang mencari pekerjaan atau batal.menikah atau belum punya pasangan di mana teman-teman mereka umumnya sudah mapan dan menikah," lanjutnya.
Erna menyebut jika lawan bicara masih seumuran membalas pertanyaan itu sangat mudah, cepat menyetop pertanyaan selanjutnya, dan cepat beres, Erna menyarankan agar Anda menyatakannya dengan nada datar saja, dan tidak meledek.
Lalu jika orangtua yang bertanya bagaimana? justru disitu susahnya.
"Maka dari itu, pertanyaan seperti ini akan membuat terpuruk dan malu. Ya para orangtua sebaiknya tahan lah pertanyaan itu, jangan ditanyakan lagi. Karena itu perlu di hindari pertanyaan pribadi yang menganggu kenyamanan orang sekitar kita, Kita mengajarkan sopan santun, tapi ada pembiaran untuk hal-hal yang sudah jadi kebiasaan," pungkasnya.