Alasan Bus Gak Boleh Lewat Tol Layang Japek
-
Uzone.id - Tol layang Jakarta-Cikampek dibuka khusus untuk kendaraan yang tingginya tidak lebih dari 2,1 m. Dan di awal-awal ini, memang hanya kendaraan golongan I atau mobil pribadi yang bisa melintas.
Kalian pernah gak merasakan ketika melintas di jalan tol Cikampek sampai Cipularang. Bus-bus berjalan pelan di lajur tengah, dan tiba-tiba mengambil lajur paling kanan untuk mendahului, tapi dengan kecepatan bahkan dibawah 60 km perjam.Kita yang berada di belakangnya harus tiba-tiba rem mendadak untuk menghindari laju bus tersebut. Terus seperti itu hampir sepanjang jalan tol, sehingga melelahkan.
Atau baru kemarin gue ngeliat di Facebook, supir bus dengan asiknya nyetir sambil berdiri dan joged-joged dan memainkan setirnya pakai kaki. Lucu, mungkin bisa viral, tapi bayangin bahayanya gak cuma buat dia, tapi pengguna jalan lain.
Belum supir yang kadang mabuk, ngantuk, kondisi bus yang gak layak jalan, rem blong dan masih banyak lagi masalah-masalah yang kerap terjadi atau disebabkan oleh bus.
Kadang, sempet berpikir--barangkali juga dipikirkan oleh banyak banget pengguna mobil pribadi, kapan ya kita bisa melintas aman dan nyaman di jalan tol tanpa gangguan kendaraan-kendaraan besar yang lamban dan kadang ceroboh.
Makanya, gue seneng banget pas tau jalan tol Layang Jakarta - Cikapek dibuka dan hanya bisa dilintasi kendaraan golongan I yang kebanyakan pribadi.
Tapi gak sengaja, gue baca berita yang ada di detik.com soal wacana bus pada protes dan mengajukan keinginannya lewat tol layang Jakarta - Cikampek.
Ketua Bidang Angkutan Orang DPP Organda, Kurnia Lesani Adnan merasa pemerintah tidak mendukung masyarakat menggunakan angkutan umum. Ia menilai fasilitas seperti ini sebaiknya dimanfaatkan oleh transportasi umum.
"Ini mendorong masyarakat untuk membeli LCGC, yang kami sayangkan itu. Ada jalan yang lebih cepat tapi tak didorong untuk angkutan umum, prioritasnya angkutan pribadi, semestinya ini diberikan kepada angkutan umum," kata Kurnia.
Baca juga: Gimana Kalau Mogok dan Kecelakaan di Tol Layang?
Gue sih kurang sepakat sama apa yang dijadikan alasan dari bapak Kurnia. "Ini mendorong masyarakat membeli LCGC" kata dia, mendorong masyarakat pakai mobil pribadi. Lha, emang kenapa?
Barangkali maksudnya akan lebih baik masyarakat pakai angkutan umum. Benar juga sih, tapi itu konteksnya dalam mobilitas harian dalam kota.
Ini kan perjalanan panjang, kalau ternyata mobil pribadi masih jauh lebih nyaman dan aman ketimbang bus, ya wajar mereka milih naik mobil pribadi.
Dan justru tol layang ini dibangun untuk mengakomodasi itu. Kendaraan pribadi jadi aman dan nyaman saat perjalanan jauh. Sementara truk dan bus, silakan lewat jalur bawah yang sudah ada sebelumnya.
Terus, dirinya pun juga mempertanyakan apakah kualitas dari jalan layang itu tak baik menjadi alasan kenapa bus tak boleh mengaksesnya.
"Kalau takut roboh berarti masalah kualitas. Kalau kecelakaan harusnya bisa dipantau," ujarnya.
Baca juga: Ada Tulisan Denda Rp 2 Nuta di Tol Layang
Kayaknya bukan masalah roboh atau kualitas sih, tapi space jalan dan dimensi dari bus-bus yang gak kecil. Kalau ada insiden iya bisa dipantau, tapi apa iya evakuasinya segampang mobil pribadi? Belum lagi kalau insidennya melintang dan menutup jalan.
Kalau memang sekedar mengajak masyarakat pakai angkutan umum, kan sudah ada travel-travel yang size-nya lebih kecil, lebih nyaman dan juga aman.
Sayangnya, pihak Kemenhub juga iya-iya aja. Satu protes, diakomodasi. Nanti yang bikin pusing tuh ketika pengguna kendaraan pribadi juga protes bus dilarang melintas bersama-sama mereka di tol Layang. Entah bagaimana jawabannya.
"Elevated memang peraturan sementara dalam operasional hanya untuk kendaraan penumpang nanti berdasarkan evaluasi kita lihat apakah bus memungkinkan," kata Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani.
Yani melihat bus bisa saja melewati tol layang asal bus tersebut tidak melebihi dimensi dan beban standarnya alias over dimension over loading (ODOL).
Pihak Jasa Marga pun juga menakutkan bus ODOL lewat di tol layang itu karena resiko kerusakan pada kendaraan akibat kelebihan muatan yang akan mengganggu kelancaran lalu lintas.
"Belum ada jaminan ODOL. Sudah ada WIM (Weight In Motion) ternyata yang ODOL nggak cuma truk, bus juga selain penumpang lebih ditambah ada angkutan barang, akibatnya patah as dan ban pecah. Itu sepanjang 38km tidak ada exit," papar Operation & Maintenance Management Group Head Jasa Marga, Fitri Wiyanti.
Nah, jadi sudahlah bapak-bapak Organda, gak perlu iri-irian soal layanan jalan kayak gini. Berkaca aja pada kualitas layanannya sudah sebaik apa. Toh tarif tolnya juga gak murah, bisa jadi malah jadi alasan menaikkan ongkos angkutan umum.
Begitu juga Jasa Marga dan Kemenhub, yang gak usah ngoyo mengejar keuntungan untuk balik modal, dengan memasukkan semua jenis kendaraan ke jalan tol. Percayalah, dengan dilintasi kendaraan kecil pun, kalian bisa tetap untung kok.
VIDEO Test Drive Wuling Cortez Turbo: