Ancaman 'Serius' Kehadiran Starlink Untuk Bisnis di Indonesia
Uzone.id– Kehadiran layananinternet satelit Starlinkmenambah ‘warna’ baru bagi industri telekomunikasi di Indonesia. Dengan kehadiranPT Starlink Service Indonesiaini, terdapat 3 pilihan internet yang bisa dipilih saat ini, yaitu internet seluler, fixed broadband, daninternet satelit.
Masing-masing jaringan internet ini sudah punya peran dan target masing-masing. Maka dari itu, kehadiran internet satelit menjadi pelengkap jaringan internet di Indonesia dengan harapan bisa menjangkau ke wilayah yang tidak tersentuh oleh Satria-1, operator seluler, danfixed broadband.
Menurut Doni Ismanto, pendiri Indotelko Forum, jaringan internet satelit seperti Starlink ini cocok menjadi ‘backup’ internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang tidak terjangkau oleh internet seluler, fized broadband dan satelit Satria-1 atau daerah Indonesia Timur.
“Idealnya untuk 3T di mana satelit Satria-1 tidak ada atau di Indonesia Timur di mana di situ hanya ada satu operator. Cobalah ke daerah Timur, ke daerah Sulawesi atau Tambak, masyarakat di sanawilling to buy-nya ada, uang ada, tapi pilihan operatornya cuma satu dan nggak begitu-begitu banget. Wajar dong mereka punyabackup, Ini lebihfairmenurut saya,” tambah Doni.
Posisi Starlink ini juga mengacu pada karakteristik masing-masing jaringan internet. Internet seluler misalnya, dengan kecepatan rata-rata 25 hingga 100 Mbps, coverage yang berpusat pada perkotaan, latensi rendah, dan biaya yang cenderung murah, jaringan internet seluler cocok untuk pengguna di perkotaan yang sering bepergian atau yang memiliki mobilitas tinggi.
Untuk fixed broadband, kecepatan jenis internet ini memiliki rata-rata 0 Mbps hingga 1 Gbps dengan latensi rendah, jaringan yang stabil dan biaya yang sedang. Sayangnya, coverage-nya sangat terbatas dan cocok untuk pengguna tetap (perumahan) yang membutuhkan internet stabil.
Sementara untuk internet satelit, rata-rata kecepatannya mencapai 100 Mbps hingga 300 Mbps, latensinya tinggi, coverage luas dan padat ini bisa menjangkau daerah yang tak bisa dijangkau oleh internet seluler dan broadband.
Sementara itu, dibalik permasalahan dan huru-hara Starlink vs Internet Seluler dan Fixed Broadband saat ini, ada kekhawatiran utama yang jadi perhatian besar para pelaku telekomunikasi di Indonesia (bahkan dunia).
Doni menjelaskan kalau dari sisi bisnis, yang paling ditakutkan dari kehadiran Starlink oleh industri telekomunikasi di Indonesia adalah salah satu layanan teknologi yang sedang dirancang oleh Starlink, yaitu Direct to Cell Service.
Menurutnya, layanan ini merupakan ‘killer apps’ dari Starlink yang ditakutkan oleh pemain existing di Indonesia.
“Yang paling ditakutkan sekarang dari Starlink adalahDirect to Cell,jadi dari satelitnya itu dia bisa langsung kirim SMS antar pengguna, benar-benar seperti internet seluler,” kata Doni.
Sebagai informasi, layanan Direct to Cell Starlink saat ini sedang diuji coba di beberapa negara. Layanan ini menawarkan akses tak terbatas untuk SMS, telepon seluler dan data bagi smartphone LTE di seluruh dunia.
“Ini yang ditakutkan dalam konteks bisnis karena peran operator seluler jadi tertekan kan, peran mereka di ambil alih dan ini sudah di uji coba di beberapa negara,” tutur Doni.
Bukan hanya soal layanan saja sebenarnya, ‘ketaatan’ Starlink juga menjadi poin yang dipertanyakan saat ini. Resmi menjadi pemain dalamhigh-regulated industrydi Indonesia, Starlink juga punya posisi setara dengan pemain lama telekomunikasi di Indonesia yang sudah taat regulasi.
“Kita ini kan high-regulated industry terutama di telekomunikasi. Misalnya nih contoh yang kayak gininumbering-nya gimana? Block number-nya bagaimana? Sementara ada pemain lama yg sudah taat regulasi,” kata Doni.
Lanjut ke permasalahan lainnya, dengan status Starlink yang sudah memenuhi lisensi sebagai penyelenggara jasa internet di Indonesia, tentunya mereka harus ikut taat termasuk dengan membayar BHP (Biaya hak penyelenggaraan) telekomunikasi, USO (Universal Service Obligation), Frekuensi dan lainnya.
“Katanya Starlink sudah memenuhi lisensi sebagai penyelenggara jasa internet Indonesia. Artinya, Starlink membayar BHP telekomunikasi, harusnya. Sepehaman saya, dia harus bayar USO sebesar 1,25 persen dari revenue kotor. Dan itu berarti equal playing field,” tutur Doni.