Bolehkah KPI Mengatur Konten di YouTube dan Lainnya? Ini Kata Pengamat

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) seakan tidak menyerah dalam memperjuangkan keinginannya untuk mengatur media baru, seperti YouTube, TikTok, Netflix, dan lainnya. Ketua KPI Pusat, Agung Suprio sudah mengutarakan hal itu sejak ia dilantik pada Agustus 2019.

Kini, ia mengutarakan kembali harapannya tersebut dalam webinarTransformasi Digital dan Menembus Batas Era Podcastyang disiarkan di YouTube pada 10 Maret 2021.

“Saya sepakat media baru itu perlu didukung, tapi perlu diisi dengan konten-konten yang positif. Saya setuju bahwa media baru bisa membangkitkan perekonomian di desa, desa menuju kota, sekarang bagaimana kita meregulasinya,” ujarnya dalam acara tersebut.

Namun, muncul satu pertanyaan terkait isu ini: bolehkah KPI mengatur media baru?

Di kesempatan terpisah, pengamat telekomunikasi sekaligus Executive Director Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan fungsi dan tugas media baru yang muncul seiring dengan kemajuan teknologi sebenarnya mirip dengan media penyiaran.

Baca juga: Ini Kata Ketua KPI Pusat soal Media Sosial Diatur KPI

Namun, ia menekankan tidak ada lembaga yang benar-benar intens mengawasi, mengendalikan, atau mengatur hal-hal terkait dengan tayangan atau konten di media baru yang bersifat penyiaran.

Menurutnya, harus ada lembaga yang mengatur, agar konten-konten tersebut tidak kebablasan.

“Betapa pun juga ada kelompok-kelompok yang harus kita lindungi, seperti anak-anak. Lembaga yang dirasa pas itu adalah salah satunya KPI,” ungkap Heru.

Selain KPI, Heru juga menyebutkan Lembaga Sensor Film dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Ketiganya dipandang perlu berdiskusi untuk menentukan peran dan tugas masing-masing dalam mengatur media baru.

“Jangan sampai ada layanan yang kemudian tidak dapat dikendalikan. Apalagi sekarang di masa pandemi, orang bikin konten macam-macam. Di satu sisi memang kreatif, juga ada yang mendidik, menarik, tapi ada juga konten-konten yang sebenarnya arahnya itu pamer kekayaan, dan banyak tipu-tipuan,” ungkap Heru.

Baca juga: Beda Media Sosial dan Media Baru Menurut KPI

Heru berharap, bila UU Nomor 32 tahun 2002 sudah rampung direvisi, lembaga-lembaga tersebut dapat mengatur usia penonton.

“Jadi tayangan ini cocoknya untuk siapa, untuk anak-anak atau dewasa. Nanti kita paksa juga itu platform, Anda harus membagi tentang usia untuk tontonan berapa tahun. Misalnya video ada orang sambil merokok, nah anak-anak jangan sampai menonton. Harus ada segmentasi penonton,” ungkap Heru.

Ia juga berharap platform media baru mengklasifikasi tayangan apa saja yang mengandung kata-kata kasar, seks, dan lainnya. Masyarakat juga dipandang perlu didorong untuk memasukkan data dengan benar, sehingga regulasi segmentasi tersebut bisa tepat sasaran.

“Jadi lebih ke usia berapa boleh nonton konten apa termasuk isi tayangannya misalnya mengandung kata-kata kasar, atau mungkinnudityatau seks. Jadi informasi tentang konten harus jelas ini untuk usia berapa mengandung apa, sehingga penonton bisa tahu juga mana yang tayangan cocok bagi dia,” kata Heru.

VIDEO: Uzone Talks - Tanya KPI: Perlu Gak Sih Media Baru Diatur Negara?