Dulu Dibilang Sakit Mental, Kini WHO Malah Nyuruh Orang Main Game

pada 4 tahun lalu - by

(Ilustrasi foto: SCREEN POST / Unsplash)

Uzone.id-- Salah satu imbauan universal dan diperbincangkan oleh warga dunia selama pandemi corona adalahsocial distancingdanphysical distancing, yang intinya menganjurkan semua orang menjaga jarak. WHO saja sampai mendorong agar masyarakat rajin-rajin main game, padahal sebelumnya pernah mengaitkan kegiatan gaming sebagai gangguan mental.

Dorongan agar orang-orang semakin rajin bermain game demi fokus menjaga jarak dan betah berdiam di rumah adalah gerakan yang dilakukan World Health Organization (WHO) bersama beberapa perusahaan gaming dengan tajuk #PlayApartTogether.

Kampanye itu bertujuan agar orang-orang tetap produktif dan bersenang-senang dengan bermain game secara bersama-sama dengan gamer lain meskipun terpisah oleh jarak.

Ambassador Amerika Serikat untuk WHO, Raymond Chambers turut mencuitkan kicauan yang mengimbau agar orang-orang semangat bermain game di tengah pandemi.

Baca juga:Dimusuhi AS, Huawei Mulai Bikin Platform Game Bareng Tencent

Kita sedang berada di momen krusial untuk menentukan bagaimana akhir dari pandemi ini. Perusahaan dari industri game memiliki audiens global, dan kami mendorong kalian semua untuk #PlayApartTogether. Semakin banyak jaga jarak dan pengukuran lainnya akan membantu menurunkan kurva dan menyelamatkan nyawa,”cuitnya.

Meski inisiasi tersebut tampak wajar dan sudah banyak pihak yang memanfaatkan game sebagai wadah untuk tetap terkoneksi dengan orang lain selagi mengusir kebosanan, ada hal menarik yang layak disorot.

Belum sampai setahun, WHO sebetulnya sudah mendeklarasikan bahwa bermain game, khususnya orang-orang yang sudah kecanduan, sudah masuk ke klasifikasi gangguan mental (mental disorder). Kira-kira, pengumuman ini diwartakan pada 28 Mei 2019, belum sampai satu tahun.

Kala itu, WHO memasukkan “Gaming Disorder” ke dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems atau “ICD-11” yang mulai berlaku pada Januari 2022.

Baca juga:Gandeng Garena, Kominfo Ajak Anak Muda Bikin Game dari Rumah

MengutipUSA Today, keputusan tersebut sudah termasuk pedoman pengobatan global di dalam bagian yang merinci gangguan akibat penggunaan narkoba atau perilaku kecanduan, bersama dengan “gangguan perjudian.”

Di dalam ICD-11, “Gaming Disorder” digambarkan sebagai aktivitas bermain video game secara berulang yang mengarah pada “gangguan kendali atas permainan” dan “peningkatan prioritas yang diberikan untuk game sehingga kepentingan hidup dan kegiatan sehari-hari ditelantarkan”.

Kini, gara-gara virus corona, WHO seperti lupa tentang keputusannya yang melabeli kecanduan bermain game sebagai penyakit mental.

Tak heran jika ada saja netizen yang mengkritik WHO dengan cuitan kurang lebih seperti ini, “kalian tidak bisa melakukan dua-duanya. Gaming bisa bikin kecanduan. WHO sendiri yang bilang pada tahun lalu. Kalau anak-anak bisa kembali belajar di kelas virtual, kenapa mendorong bermain game? Satu-satunya pemenang di sini adalah perusahaan gaming.”

Menurut kalian gimana,gaes?