Heboh Konspirasi 5G Bisa Tularkan Corona, Ini Penjelasan Smartfren

pada 5 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

(Ilustrasi foto: Jack Sloop / Unsplash)

Uzone.id-- Belum lama ini ada kehebohan yang terjadi di Bolivia, di mana warganya seperti termakan teori konspirasi soal jaringan 5G yang dipercaya dapat menyebabkan gejala COVID-19. Apakah hal ini dapat dibuktikan secara teori frekuensi?

Warga Bolivia ramai-ramai menghancurkan sejumlah tiang telekomunikasi karena khawatir teknologi 5G dapat menularkan virus corona. Bahkan tak cuma Bolivia, sebelumnya juga hal serupa terjadi di Inggris yang membakar tiang 5G dengan alasan yang sama.

Terlepas maraknya teori konspirasi yang kerap mengaitkan banyak hal dengan infeksi pandemi corona, Smartfren selaku perusahaan telekomunikasi yang telah menguji coba jaringan 5G di Indonesia memiliki penjelasan tersendiri dari sisi ilmu frekuensi.

Baca juga:2022, Ada 1 Miliar Koneksi di Jaringan 5G

“Rumor dan isu soal 5G itu sudah banyak sekali ya, bahkan sebelum ada COVID-19 pun. Tapi mari lihat dari sisi ilmu frekuensi,” kata Munir Syahda Prabowo selaku VP Technology Relations Smartfren melalui Kelas Online ‘Peran Penting Infrastruktur dan Teknologi Jaringan Telekomunikasi di Era Digital’ yang digelar secara virtual, Rabu (17/6).

Dia melanjutkan, “frekuensi 5G yang digunakan saat ini untuk sampai ke tingkat user, itu pilihannya masih ada di beberapaband(pita) yang akan digunakan, baik itu sangat tinggi seperti 26GHz atau 28GHz, bisa juga pakai yangbandyang rendah sepertiband3G maupun 4G. Ini masalah alokasi saja.”

Menurut Munir, semakin tinggi frekuensi, dampaknya sepertimicrowave(gelombang mikro) dan akan berpengaruh terhadap lingkungan, namun hal ini biasanya akan dibatasi jika tidak terkendali.

“Kalau terkendali dan terukur, tidak ada masalah. Biasanya frekuensi tinggi dipakai untuk jaringan radiomicrowavejarak jauh. Tidak ada masalah, karena terukur dan itu bisa dikendalikan. Nah kalau dampak dari sisi kebocoran, rasanya kurang pas kalau teknologi dibilang bocor, adanya mungkin kecelakaan seperti nuklir di Chernobyl, atau Jepang saat kena tsunami,” terang Munir lagi.

Baca juga:Takut Tak Diajak Diskusi 5G, Amerika Buka Akses ke Huawei?

Dari sini, Munir merasa teori konspirasi yang mengatakan jaringan 5G dapat menularkan gejala atau virus corona sulit untuk dihubungkan dengan teori frekuensi.

“Saya masih ragu, sih. Apa hubungannya gitu ya 5G dengan COVID-19. Tapi ya, semoga masyarakat tenang saja lah, soal frekuensi atau jaringan itu pasti ada ukurannya,” tutupnya sembari tertawa kecil.

Semoga tidak ada lagi kerusuhan yang mudah mengaitkan apa-apa dengan penularan pandemi, ya.