IDA Sarankan Pelaku Industri Digital Indonesia Pahami Prinsip Dasar GDPR
Uzone.id- Meski dibahas sejak 8 tahun lalu, regulasi terkait perlindungan data pribadi (RUU PDP) tak kunjung disahkan. Padahal UU ini diharapkan bisa menjadi payung hukum terkait pengelolaan dan penggunaan data pribadi untuk kepentingan komersial.
RUU yang dijanjikan pemerintah akan kelar dibahas pertengahan November tahun ini nantinya akan mengadopsi General Data Protection Regulation (GDPR) yang dikeluarkan oleh Uni Eropa untuk melindungi data pribadi masyarakat. Para pelaku industri digital secara global sepakat bahwa GDPR bisa menjadigold standarddalam penyusunan peraturan pengelolaan data pribadi.
Chairman Indonesia Digital Association (IDA), Dian Gemiano meminta para pelaku industri digital di Tanah Air untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam GDPR. Demikian juga dengan Asosiasi Big Data Indonesia (ABDI) yang menyarankan hal yang sama, terutama para pelaku industri digital advertising di Indonesia. Menurut keduanya, saat ini perlu memahami GDPR karena akan sangat berguna untuk mempersiapkan strategi pengelolaan dan monetisasifirst party datayang lebih efektif.
Baca juga:RUU PDP Ditargetkan Kelar Dibahas Tengah November
“Para pelaku industri periklanan digital baikpublisher, ad networksmaupun perusahaan teknologi periklanan harus bersiap mengantisipasi perubahan itu dengan mengakselerasi kemampuan mengelola dan memonetisasifirst party data," katanya.
Kendati demikian, pengelolaanfirst party dataini akan bersinggungan secara langsung denganarea-area data privacy(pengelolaan data pribadi) yang sangat sensitif dan kompleks. Apalagi, saat ini belum ada regulasi yang mengatur hal ini.
Google sendiri dikabarkan akan menghapusthird party cookiesdari browser Chrome secara bertahap dalam 2 tahun ke depan. Sebagai informasi,third party cookiesdi dunia digital advertising merupakan tools yang sangat penting untuk penelusuran (tracking) data pengguna antar website yang berbeda sehingga memungkinkan sebuah kampanye untuk melakukan re-marketing atau re-targeting.
Kampanye ini umum digunakan oleh situs-situs e-commerce untuk mendorong transaksi. Dia menambahkan, penghapusanthird party cookiesdari browser Chrome di Indonesia akan berdampak signifikan bagi pelaku industri digital di Tanah Air.
Baca juga: Belajar dari Pembobolan Tokopedia, iDEA Harap RUU PDP Bisa Jerat Hacker
Menurut Statcounter, per September 2020, pangsa pasar browser Chrome di Indonesia sudah mencapai 77,5%. Google sendiri juga memperkirakan terjadi penurunan pendapatan programmatic advertising publisher global dari perubahan ini, yaitu sekitar 52%.
Dian menambahkan, ketidakhadiran payung hukum yang sesuai ini akan menimbulkan banyak masalah nantinya baik masalah operasional maupun etika. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah betul-betul serius dalam membahas regulasi perlindungan data pribadi ini.
"Hal inilah yang juga akan dibahas dalam webinar inisiatif IDA. Kita akan membahas GDPR dalam konteks data governance dan operational compliance untuk para anggota IDA dan industri periklanan digital secara umum,” ujar Dian.
Dalam webinar bertajuk “Act or React: Towards Personal Data Protection Regulation” ini, IDA akan menggandeng Asosiasi Big Data Indonesia (ABDI) dengan menghadirkan Rudi Rusdiah Chairman ABDI dan Rieke Caroline Founder & CEO Kontrak Hukum sebagai pembicara.
ABDI sendiri terlibat langsung dalam penyusunan data governance dengan pemerintah Indonesia untuk menelurkan regulasi perlindungan data pribadi yang relevan dengan kondisi terkini di Indonesia.
Melalui webinar yang diadakan pada hari Senin, 9 November 2020, pukul 16.00 WIB ini, para pelaku industri dapat memiliki pemahaman yang sama mengenai GDPR dan bersama-sama membantu mengawal pemerintah dalam menyusun peraturan pengelolaan data pribadi yang adil untuk semua pihak. Untuk mwngikuti webinar, silahkan melakukan pendaftaran langsung melaluilink ini.