Ini Alasan Kenapa Perempuan Harus Pantang Menyerah Berantas Hoaks
Uzone.id- Tahukah kalian kalau ternyata perempuan di Indonesia lebih banyak menggunakan internet dibandingkan laki-laki?
Hal ini terlihat dari Survei Indeks Literasi Digital Nasional tahun 2021, dimana perempuan menjadi salah satu sasaran literasi digital, setidaknya sebesar 56,6 persen jumlah responden perempuan menggunakan internet lebih banyak dibanding responden laki-laki.
Ini menunjukkan kalau perempuan di Indonesia mempunyai akses ke teknologi dan sudah menjadi bagian dari terwujudnya transformasi digital.Nah, transformasi ini harus berjalan beriringan dengan pengetahuan serta literasi digital yang lebih baik.
"Perempuan termasuk ibu, nenek, dan anak perempuan merupakan pihak yang sangat esensial dalam keluarga. Oleh karena itu, sebagai perempuan kita perlu lebih berhati-hati dan lebih kritis ketika menerima dan menyebarkan informasi," tutur Maria Anna Plate selaku Wakil Ketua Bidang 3 OASE Kabinet Indonesia Maju dalam webinar virtual yang digelar pada 16 Maret 2022.
Baca juga:Telkomsel Bikin Program Komunitas Kreator Konten Digital, Minat?
Ia juga menambahkan kalau perempuan punya peran dan dampak yang signifikan di berbagai bidang. Tak hanya membangun diri sendiri dan keluarga, perempuan punya peran penting untuk membangun masyarakat dan juga negara.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Siberkreasi dan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM) menghadirkan Program Nasional Literasi Digital yang bertujuan agar perempuan di Indonesia lebih bisa mengeksplor dirinya dalam memanfaatkan teknologi digital.
Hoaks dan resep untuk mengatasinya: Cek dulu, Cek Sekarang
Salah satu kegiatan dari program ini adalah kegiatan bertajuk “Cek Dulu, Cek Sekarang, Agar Terlindungi Dari Hoaks” yang ditujukan untuk perempuan #MakinCakapDigital.
Hoaks sendiri memang masih jadi musuh bagi semua kalangan termasuk perempuan, banyak dari kita tak sadar kalau berita-berita bohong ada di sekitar kita. Mendapat informasi yang benar pun harus dengan cara yang ekstra agar tidak jadi sasaran hoaks.
“Dulu kita menerima informasi, kita tangkap baik-baik. Sekarang, informasi yang salah bisa mempengaruhi hubungan antar sesama, dan banyak hal dalam kehidupan kita,” kata Nicholas Saputra.
Baca juga:Ngebut Digitalisasi, Leap Telkom Sambangi Jawa Timur
Memeriksa fakta adalah salah satu hal yang dianjurkan pada era digital ini, banyak teknologi yang memudahkan untuk melakukanfact checksalah satunya ada di bidang verifikasi data.
Hal ini bisa dimulai dengan memeriksa media yang terdaftar di Lembaga Dewan Pers untuk memeriksa apakah informasi dari media online ini bisa dipercaya atau tidak.
“Cek media (sumber informasi), apakah terdaftar di Dewan Pers atau enggak, Masyarakat juga bisa cek fakta dulu sebelum sharing, biasakan curiga pada emosi negatif,” tutur Prita, seorang praktisi komunikasi.
Ada juga misinformasi yang ada di media sosial, seperti Instagram, Twitter dan lainnya. Aplikasi perpesanan WhatsApp pun sering jadi tempat menyebarkan berita hoaks, contohnya grup keluarga besar.
Eko Septiaji dari organisasi kemasyarakatan MAFINDO mengatakan bahwa terdapat sebuah penelitian oleh perguruan tinggi di Indonesia yang menunjukkan bahwa kalangan yang paling banyak yang menjadi korban manipulasi hoaks adalah kalangandigital immigrant, yaitu mereka yang lahir sebelum digital berkembang dengan pesat.
Dalam kasus ini, digital imigran yang dimaksud termasuk generasi X atau kelahiran 1965 -1980 dan generasi lebih tua. Jadi, tak heran kalau grup keluarga besar jadi tempat yang digunakan untuk menyebarkan hoaks.
Oleh karena itu, untuk menghindari dan melawan hoaks, Kominfo beserta pihak terkait sudah menyediakan portal-portal terpercaya untuk memeriksa fakta dan kebenaran dari sebuah informasi.
“Kita memiliki portalturnbackhoax.iddan kanalcekfakta.com, berkolaborasi dengan 24 (dua puluh empat) media online yang didukung oleh Google News,” kata Eko.
Portal ini bisa digunakan untuk menyaring informasi yang diterima sehingga masyarakat bisa memeriksa mana info yang salah dan mana yang info yang benar.
“Dengan kebiasaan memeriksa kebenaran informasi ini, diharapkan terwujudnya masyarakat Indonesia yang cakap digital sehingga ekosistem di Indonesia bisa tercapat dengan cepat dan baik,” tambah Eko.