Inovasi Disruptif

pada 4 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

(Ilustrasi/ Nikita Kachanovsky / Unsplash)

Kolom oleh:Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom)

Uzone.id -- Ketika berbicara soal ekonomi digital, sepertinya semua orang sepakat bahwa sekarang industri ini sedang hype. Tidak salah memang karena di tahun 2019 lalu, riset dari Google dan Temasek memperkirakan bahwa ekonomi digital di Indonesia berada di angka USD40 miliar.

Yang barangkali belum diketahui banyak orang adalah, nilai itu melonjak tinggi sekali menjadi USD133 miliar atau sekitar Rp2.000 triliun pada tahun 2025. Artinya, ekonomi digital masih akan tumbuh pesat ke depan. Itulah mengapa kita harus terlibat di dalamnya, baik itu dengan hadir di dalam kanal-kanal digital maupun dengan membangun bisnis di dalam industri tersebut.

Dalam era digital, salah satu fenomena yang terjadi adalah VUCA (VolatilityUncertaintyComplexity, dan Ambiguity). Pada intinya, perubahan begitu cepat terjadi dan mengharuskan kita untuk selalu berinovasi. Inovasi yang dimaksud tidak hanya bersifat penambahan-penambahan kecil (incremental) namun juga bersifat disruptif. Ada dua alasan mengapa hal ini diperlukan.

Baca juga: Kunci Transformasi Digital

Pertama, inovasi disruptif dapat membuat perusahaan yang kuat sekalipun menjadi tidak relevan. Salah satu contoh adalah industri yang terkait dengan kamera analog. Yang membuat mereka turun bukanlah perusahaan yang bergerak di bidang kamera analog yang lebih baik, melainkan industri yang baru yakni kamera digital.

Tantangan yang dihadapi oleh perusahaan yang bergerak di bidang kamera analog ketika kamera digital muncul adalah menentukan bagaimana mereka harus menyikapi fenomena ini. Di tahap awal, kamera digital memiliki kualitas yang lebih buruk dibandingkan kamera analog, contohnya resolusi dan kualitas gambar yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada saat itu kamera digital belum banyak dilirik orang.

Kebanyakan perusahaan yang terkait di bidang kamera analog akhirnya lebih memilih untuk berinvestasi agar kualitas kamera analog semakin baik. Namun, lambat laun kualitas kamera digital terus meningkat hingga akhirnya mayoritas orang berpindah ke kamera digital. Akhirnya penggunaan kamera analog terus menerus menurun hingga hampir tidak ada lagi saat ini.

Dengan demikian, inovasi disruptif diperlukan karena alasan sederhana, yakni agar kita tetap relevan seiring perkembangan zaman. Kita perlu melakukan inovasi disruptif sebelum di-disrupt oleh industri atau perusahaan baru yang membuat perusahaan atau bisnis kita menjadi tidak relevan.

Baca juga: OKR dan Visi dalam Mengembangkan Produk

Alasan kedua adalah apa yang terjadi di seluruh dunia saat ini yakni pandemi Covid-19. Pandemi ini mengubah banyak sekali tatanan kehidupan di seluruh dunia. Banyak industri yang terdampak negatif seperti industri pariwisata dan penerbangan. Namun, ada juga industri yang muncul atau terdampak positif seperti industri kesehatan.

Inovasi disruptif diperlukan agar bisnis kita dapat survive dan menemukan peluang-peluang baru yang terjadi seiring perubahan yang terjadi sebagai akibat dari pandemi ini. Di segmen ritel atau konsumer misalnya, bagaimana kita memandang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) masyarakat dan mengubahnya menjadi peluang yang dapat bermanfaat bagi bisnis kita.

Pandemi Covid-19 merupakan kondisi tidak ideal dan mudah-mudahan cepat berlalu. Namun, di sisi lain pandemi ini ternyata mempercepat transformasi digital di berbagai sektor. Sehingga, bukan tidak mungkin ekonomi digital Indonesia malah akan tumbuh menjadi lebih besar dari estimasi awal sebesar USD133 miliar. All the more reason for us to go digital!