Mirip Wakanda, Desa Ciptagelar di Sukabumi Punya Teknologi Mandiri

pada 2 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id- Untuk mencapai Kasepuhan Ciptagelar yang masuk wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kami harus menyusuri jalanan yang memiliki kontur berbeda.

Ada kalanya kami melewati jalanan aspal yang cukup mulus, jalanan aspal yang mulai hancur hingga jalanan yang tersusun dari batuan kali.

Semua jalan kami lewati dengan mengandalkan Toyota Fortuner TRD Sportivo VNT Turbo 2.4 AT lansiran tahun 2017 dengan penggerak roda belakang ataurear wheel drive(RWD).

BACA JUGA:Kymco RevoNEX, Motor yang Bikin Pengidap Trifobia Bakal Merinding

Toyota Fortuner TRD Sportivo VNT Turbo 2.4 AT lansiran tahun 2017 yang kami gunakan ke Kasepuhan Ciptagelar (Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Apakah SUV yang dikenal sebagai mobil arogan ini bisa mudah melewati jalanan tersebut? Jawabannya tidak.

Sering kali mobil ban mengalami spin atau selip saat menggilas bebatuan yang licin. Kondisi memang sedang turun hujan lebat.

Bahkan, kami terpaksa putar balik ketika ban mobil tak bisa mencengkeram jalanan berbatu sehingga kami harus putar balik dengan cara mundur beberapa puluh meter meskipun kondisi jalan begitu curam. Ditambah harus melewati kelokan V di mana kanan dan kirinya jurang.

Padahal, kami sempat percaya diri memakai Fortuner segala medan bisa diatasi. Kenyataannya malah sebaliknya. Maklum saja, ban yang menopang Fortuner merupakan jenis HT atau Highway Terrain (H/T) yang diperuntukkan bagi kendaraan yang lebih banyak melintas di jalan beraspal.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kasepuhan Ciptagelar (foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Beruntung kami menemukan celah untuk putar balik meskipun lebarnya cuma lima meter. Lagi-lagi di sisi kanannya jurang sehingga sang driver harus sangat hati-hati saat mengendalikannya.      

BACA JUGA:NMax Hilang di Bengkel saat Servis, Pihak Yamaha Angkat Tangan

Kasepuhan Ciptagelar memang berada di atas bukit sehingga butuh perjuangan untuk sampai di sini. Sebetulnya tak masalah jika jalanannya bagus. Kenyataannya, beberapa ruas jalanan masih rusak dan mudah tertutup longsor jika masuk musim hujan seperti sekarang.

Meskipun kesannya terpencil dan jauh dari hiruk pikuk aktivitas kota, Kasepuhan Ciptagelar sudah memanfaatkan teknologi mandiri seperti pembangkit listrik yang mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sejak tahun 1988.

Selain itu, Kampung Adat Sunda ini memiliki stasiun televisi mandiri bernama CigaTV, membangun fasilitas internet mandiri dan memiliki radio komunitas. Jadi, mirip sama Negeri Wakanda dalam cerita film Black Panther di mana negeri tersebut memiliki teknologi terdepan meskipun berada di kawasan Afrika Sub-Sahara.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kasepuhan Ciptagelar (foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Bagaimana bisa ya, Kasepuhan Ciptagelar yang dikenal sangat menjaga tradisi adat Sunda bisa mengenal teknologi mikrohidro.

Abah Ugi Sugriana Rakasiwi atau akrab disapa Abah Ugi bercerita dalam programUzone Talksyang tayang di kanal YouTubeUzone.idsoal sejarah masuknya teknologi pembangkit listrik berskala kecil ini.

"Jadi, dulu Abah meneruskan apa yang menjadi cita-cita almarhum ayah (Abah Anom meninggal pada 5 September 2011). Kan, dulu ngembangin teknologi listrik, salah satunya kita memanfaatkan teknologi yang ada di kampung abah di sini, salah satunya kita ada air (sungai)," kenang Abah Ugi.

Bikin pembangkit listrik sendiri berawal dari Abah Anom sempat meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar mau menggelar kabel listrik hingga ke Kasepuhan Ciptagelar.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Kasepuhan Ciptagelar (foto: Tomi Tresnady / Uzone.id)

Namun, kata Abah Ugi, PLN tidak sanggup karena lokasi Kampung Adat ini terlalu jauh.

"Waktu itu, ayah Abah buat satu mikrohidro, ngajuin ke PLN nih, 'jauh bah kalau ke kampung abah susah' makanya cari jalan lain, banyak jalan menuju Roma katanya. Makanya, salah satunya almarhum ayah Abah tahun 1988 membuat mikro hydro sendiri. Pakai kincir kayu saat itu," tuturnya.

Mikrohidro yang memanfaatkan kincir kayu saat itu berhasil mengalirkan listrik ke satu kampung yang terdapat 66 rumah di tahun 1988. Saat itu, usia Abah Ugi masih 3 tahun.

BACA JUGA:Lho Kok Presiden Korea Selatan Malah Pakai Mercy bukan Genesis di KTT G20?

Selanjutnya, mikrohidro dikembangkan lagi oleh Abah Anom pada tahun 1996 dengan membangun kapasitas lebih besar. Hingga sekarang bisa mengalirkan listrik ke 1.450 rumah.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) menyalurkan setrum ke Stasiun televisi CigaTV yang berada di dalam ruangan rumah sederhana. (Foto: Tomi Tresnady / Uzone.id) 

Pertama kali membuat mikrohidro pada tahun 1988 dibantu oleh Yayasan IBK untuk membuat desainnya. Sedangkan pembangunannya melalui gotong royong masyarakat Kasepuhan.

"Dari tahun 1996 sampai sekarang sudah punya 5 pembangkit listrik, kalau dirata-rata semuanya itu 40 KVA," kata Abah Ugi.

Sumber air untuk memutarkan turbin berasal dari dua sungai yang airnya melimpah, yaitu Sungai Cisono dan Sungai Ciboreno. Sungai tersebut dibendung untuk menggerakkan 4 mesin turbin. Kemudian ada 1 mikrohidro yang ukurannya besar terdapat di kawasan Ciptarasa.

"Dan, itu semua untuk warga kita gunakan listrik yang ada di alam. Jadi kita merawat hutan, menghasilkan air, menghasilkan listrik, dapat juga mengalirkan ke sawah dan lain-lain," ujar Abah Ugi.

Apa itu Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro? 

Sekedar informasi, mikrohidro atau Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro adalah pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan tenaga air sebagai tenaga penggerak turbin dan generator, seperti air yang bersumber dari saluran irigasi, sungai, air terjun alam dengan cara memanfaatkan tinggi terjunan dan jumlah debit air.

Lalu, apa saja komponen utama yang digunakan untuk PLTMH?

Secara teknis, mikrohidro punya tiga komponen utama: air (sebagai sumber energi), turbin dan generator. Mikrohidro mendapatkan energi dari aliran air yang memiliki perbedaan ketinggian tertentu. Pada dasarnya, mikrohidro memanfaatkan energi potensial jatuhan air.

Melansir darijurnal.unpad.ac.id, ada perbedaan antara Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan PLTMH dengan melihat besarnya tenaga listrik yang dihasilkan, jika PLTA dibawah ukuran 200 kW maka digolongkan sebagai mikrohidro.

Namun, PLTMH memiliki kekurangan seperti ketika musim kemarau maka tingkat daya yang dihasilkan akan menurun akibat dari berkurangnya debit air.

Bagaimana PLTMH bisa menghasilkan listrik?

PLTMH di Kasepuhan Ciptagelar menghasilkan energi listrik melalui proses di mana air sungai Cisono dan Ciboreno yang berada didataran tinggi dibendung lalu dialirkan melalui kanal dan pipa mengalir ke dataran rendah, selanjutnya energi potensial air menggerakan turbin. Energi gerak tersebut, diubah menjadi energi listrik oleh generator.

Untuk melihat wawancara tim kami bersama Abah Ugi selaku Kepala Adat Kasepuhan Ciptagelar, bisa disaksikan melalui tayangan videoYouTube Uzone.iddi bawah ini: