OJK Diminta Tegas Soal Aturan Bunga dan Layanan Pinjol
Uzone.id– Pinjaman online saat ini jadi jalan pintas untuk mendapatkan uang dengan cara instan. Memang menggoda, tapi sayangnya masyarakat Indonesia banyak yang terjerat dan tidak bisa melunasi pinjaman yang mereka ajukan.
Salah satu alasan banyaknya masyarakat Indonesia yang terjebak dan tidak bisa secepatnya lepas dari pinjaman online adalah bunga dan biaya layanan yang membengkak.
Walaupun bunga pinjaman online sudah diturunkan dari 0,8 persen menjadi 0,4 persen per harinya, namun jumlah ini dinilai belum bisa menyelesaikan masalah.
Beberapa kasus bahkan menunjukkan adanya indikasi bunga pinjaman yang masih tinggi dan biaya layanan yang terlalu memberatkan orang yang meminjam.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan regulasi untuk platform pinjaman online dibuat terlalu lunak sehingga ada indikasi mereka berlindung di balik inovasi keuangan digital.
“Ada indikasi pengaturan di industri pinjol tidak detail terkait dengan batas bunga pinjaman, dan biaya layanan. Sepertinya ada yang berlindung dibalik inovasi keuangan digital, jadi seolah perlindungan konsumen kerap dinomor duakan,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterimaUzone.id,Senin, (09/10).
Akibatnya, pemain pinjol pun menetapkan bunga dan biaya layanan tergantung dengan kesepakatan mereka karena tidak diatur secara eksplisit dalam POJK.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS pun menambahkan bahwa saat ini tidak ada transparansi terkait biaya bunga, layanan, asuransi serta denda.
“Informasi mengenai bunga hanya ditampilkan 0,4 persen tanpa keterangan yang lebih jelas apakah per hari, per minggu, atau per tahun. Atas informasi bunga yang “parsial” tersebut, survei dari APJII menunjukkan faktor utama peminjaman di pinjol adalah bunga yang murah,” ujarnya.
Nailul menambahkan, “Padahal, jika kita bandingkan dengan bunga lembaga keuangan lainnya, bunga pinjaman online per tahun sangat tinggi. Dengan bunga 0,4 persen, bunga pinjol per tahun bisa mencapai 144 persen, atau 1,4 kali dari pokok pinjaman.”
Contoh yang baru-baru ini jadi sorotan adalah platform pinjaman online AdaKami yang sempat diprotes warganet karena biaya layanan yang besarnya hampir sama dengan uang yang dipinjam.
Menurut Huda, informasi terkait biaya layanan, asuransi, dan denda juga tidak disebutkan untuk persentase maupun nilai-nya. Bahkan ada platform pinjol yang menetapkan biaya layanan dan asuransi hampir 100 persen dari pinjaman pokok.
Masalah di perusahaan pinjaman online juga terletak pada proses penagihan yang tidak sesuai dengan etika, dimana pinjol banyak ‘meneror’ peminjam dalam proses penagihannya.
“Jika benar ada asuransi pinjaman yang tinggi, platform tidak perlu menagih terlalu berlebihan kepada peminjam karena pokok pinjaman harusnya diganti oleh perusahaan asuransi. Tapi pada kenyataannya, cara penagihan pinjol sering melewati batas wajar,” tambah Huda.
Dengan berbagai masalah yang hadir, kehadiran pinjaman online saat ini dinilai sudah melenceng dari tujuan awalnya untuk menjadi pembiayaan kompetitif bagi segmen UMKM dan mendorong inklusi keuangan.
CELIOS selaku lembaga riset ekonomi di Indonesia pun meminta OJK untuk berani mengubah ketentuan dalam revisi POJK terkait dengan fintech atau membuat POJK baru yang berisi ketentuan batas maksimum bunga platform fintech yang tidak boleh lebih tinggi dari fasilitas pinjaman KTA bank yakni berkisar 10-25 persen per tahun.
“Sementara bunga pinjaman produktif sebaiknya tidak melebihi 9 persen per tahun. Selain itu kami juga meminta OJK agar menetapkan sanksi apabila perusahaan Fintech melanggar ketentuan batas bunga atas,” jelas Bhima.
Bhima juga meminta transparansi mengenai bunga pinjaman disaat literasi mengenai keuangan pengguna pinjol masih cukup rendah. Ia meminta juga meminta platform pinjaman online untuk tidak melakukan iklan/promosi dengan menyebut bunga per hari.
“Jangan ada iklan pinjol terutama di media sosial atau kontrak yang disepakati antara pinjol dengan peminjam menyebut bunga harian, karena 0,4 persen per hari kesannya kecil, tapi kalau diakumulasi per tahun setara 144 persen, itu mahal sekali,” tegasnya.
Terakhir, pakar ekonomi ini juga meminta OJK untuk mewajibkan setiap platform pinjaman online untuk mencantumkan bunga per tahun saja sehingga pengguna bisa memahami berapa banyak bunga yang mereka tanggung ketika meminjam uang dari fintech.