Protes Telegram Setelah Bosnya Ditahan di Prancis: Tidak Masuk Akal!

pada 3 bulan lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id— Pavel Durov, CEO sekaligus pendiri Telegram ditangkap di Prancis pada Minggu (25/08) sesaat setelah dirinya mendarat di Bandara Le Bourget menggunakan jet pribadinya. 

Pria berusia 39 tahun itu ditangkap berdasarkan surat perintah atas pelanggaran terkait aplikasi perpesanan populer tersebut. Hingga saat ini, Senin (26/08), Durov diketahui masih ditahan dan menurut laporan terakhir, penangkapannya berpotensi diperpanjang oleh otoritas peradilan Prancis.

 

 

Telegram pun angkat bicara usai mengetahui sang CEO ditangkap. Dalam keterangan yang dibagikan di akun X resmi Telegram, ada 5 pernyataan yang disampaikan termasuk menyebut bahwa Pavel Durov tidak menyembunyikan apa pun, bahkan sering bepergian ke Eropa.

“Telegram mematuhi hukum di Uni Eropa, termasuk Undang-Undang Layanan Digital - moderasi Telegram pun sesuai dengan standar industri dan terus ditingkatkan,” tulis Telegram dalam cuitan tersebut.

Selain itu, Telegram juga menganggap bahwa alasan penangkapan Pavel Durov tidak masuk akal, apalagi menyalahkan sang CEO terkait penyalahgunaan aplikasi oleh pengguna.

“Tak masuk akal rasanya kalau platform dan pemiliknya harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform,” tambahnya.

Pihak Durov juga menjelaskan bahwa saat ini ada jutaan pengguna di seluruh dunia yang menggunakan Telegram sebagai sarana berkomunikasi antar sesama pengguna dan menjadi sumber untuk mendapat informasi penting.

 

 

“Kami saat ini sedang menunggu penyelesaian cepat dari situasi ini. Telegram bersama kalian semua,” tulis Telegram.

Sebelum adanya penangkapan tersebut, Telegram beberapa kali mendapatkan kritikan dan peringatan terkait konten-konten dalam aplikasi yang  dituduh berisi informasi terorisme, pandangan ekstremis, perdagangan narkoba, dan pencucian uang.

Karena hal tersebut, Durov terancam dipenjara hingga 20 tahun karena tidak mematuhi undang-undang moderasi konten di Prancis dan disebut gagal melakukan moderasi konten dalam aplikasi buatannya. Saat ini, pihak Rusia mendesak Prancis dan mengajukan banding untuk membebaskan pendiri Telegram tersebut.