Review: Ketika Geng Winnie the Pooh Ingatkan DampakWorkaholicdi ‘Christopher Robin’

pada 6 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id--“Oh, bother.”

Bagi penggemar Winnie the Pooh, tentu nggak asing mendengar nama Christopher Robin. Mulai dari medium buku cerita sampai ke film seri, Christopher Robin adalah karakter manusia yang menjadi sahabat para penghuni Hundred Acre Wood di Hutan Ashdown, Sussex, Inggris.

Para penghuni tersebut terdiri dari beruang Pooh, Tigger, Rabbit, Piglet, Owl, Eeyore, Kanga, dan Roo. nggak asing lagi, ‘kan nama-namanya? Karakter-karakter bikinan A.A. Milne ini dihidupkan ke dalam filmlive-actionberjudul ‘Christopher Robin’.

Baca juga:Review: 'Mile 22' Bak Bencana, Iko Uwais Murni Jadi Daya Tariknya

Digarap oleh Marc Forster, film ini menceritakan tentang masa kecil Christopher Robin yang gemar bermain bersama geng Winnie the Pooh di Hundred Acre Wood, hingga akhirnya berpisah karena dia harus masuk sekolah asrama.

Waktu berjalan, Robin pun melalui masa sulit ketika ayahnya dikabarkan meninggal. Lalu dia tumbuh dewasa (diperankan oleh Ewan McGregor) dan bertemu dengan seorang perempuan bernama Evelyn (Hayley Atwell). Keduanya menikah dan tinggal di London, lalu Robin fokus menjadi tentara. Menjalani hubungan LDR, akhirnya mereka dikaruniai seorang anak, Madeline (Bronte Carmichael).

Ketika Robin keluar dari tentara, dia meniti karier di sebuah perusahaan yang memproduksi koper, Winslow’s. Situasi di kantornya sedang kacau, karena pemilik perusahaan berniat memangkas banyak pekerja. Kemudian dia memerintahkan Robin untuk mengerjakan kalkulasinya. Dari situ, Robin semakin stres dan nggak bisa lepas dari kerjaan. Hal ini membuat istri dan anaknya merasa dicampakkan, padahal mereka berencana berlibur ke luar kota mumpung masih musim panas.

Di tengah tekanan kerja, Robin tiba-tiba bertemu kembali dengan Pooh. Dari sini, beberapa hal terjadi yang membuat Robin sadar bahwa dia telah mendewakan pekerjaannya.

Menyenangkan bagi anak-anak, menyentuh bagi orang dewasa

‘Christopher Robin’ sejatinya dapat dilihat sebagai karya penghormatan bagi kisah Winnie the Pooh yang begitu melegenda dan populer sejak beberapa dekade lalu.

Gimana nggak, di film ini kita bisa melihat semua karakter penting dari geng Pooh yang digambarkan begitu sama dan realistis -- teknologi visual CGI yang konsepnya seperti boneka. Belum lagi suara-suara mereka, masih sama persis dengan versi animasi 2D.

Nggak sulit untuk beradaptasi dengan karakternya, karena memang nggak ada yang berubah. Pooh, beruang kuning berbaju merah yang selalu lapar dan mencari madu; Piglet si mungil yangcaredan menggemaskan; Tigger yang selalu energetik dan riang; tak lupa Eeyore yang selalu murung.

Detil-detil dan kisah klasik yang disuguhkan sudah pasti menghibur dan menyenangkan bagi anak-anak yang menontonnya. Selain karena bentuk mereka yang sesuai dengan tampilan aslinya, ada banyak unsur komedi penuh kepolosan yang dilontarkan oleh Pooh dan kawan-kawan.

Di sisi lain, ‘Christopher Robin’ juga sanggup menyentuh orang-orang dewasa yang dulunya juga pernah menjadi anak-anak. Bisa bernostalgia, lalu diingatkan kembali tentang pentingnya imajinasi, nggak peduli mau berapapun usia kita.

Dan yang nggak kalah penting, moral yang diambil dari film ini adalah sebagai pengingat bahwa menjadiworkaholicmemiliki dampak buruk. Nggak baik bagi kesehatan mental, serta membuat lupa diri tentang prioritas hidup.

Madeline anakmu? Dia penting untuk hidupmu? Mengapa kau nggak bersama dia sekarang?” tanya Pooh dan Piglet kepada Robin.

Bertemunya kembali Robin dengan Pooh dkk berhasil membuat matanya kembali terbuka tentang betapa pentingnya menikmati hidup. Kala itu, Robin harus berusaha mati-matian mengerahkan imajinasinya agar teman-teman lamanya itu kembali mengenalinya lagi sebagai Christopher Robin, yang kini telah dewasa tentunya.

Yang tadinya dia nggak berhenti marah-marah karena harus beranjak ke kantor dan melakukan presentasi, Robin lambat laun bisa menikmati momen kebersamaannya dengan Pooh dkk. Hal ini yang mengingatkannya kembali bahwa dia selama ini kurang perhatian terhadap istri dan anaknya.

Meski Robin tahu pekerjaannya penting, namun dia menyadari orang-orang yang dicintainya tak ternilai harganya.

Hiks.