Siapa yang Paling Dirugikan dari Internet RT/RW Net Ilegal?

pada 2 bulan lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id —Status jaringan internet RT/RW net ilegal masih menjadi aktivitas yang terus dipertanyakan. Beberapa menyebut praktik ini sebagai hal yang legal, beberapa juga menyebut hal tersebut merupakan praktik yang diperbolehkan asalkan memenuhi syarat tertentu.

“Sebenarnya RT/RW Net itu boleh gak sih? Sebenarnya boleh, asalkan ada izin saja. Dalam UU No. 36 Tahun 99, setiap penyelenggara telekomunikasi itu harus ada izin, itu kata kuncinya,” kata Ridwan Efendi Pengamat Telekomunikasi dalam diskusi Selular Business Forum bertajuk ‘Darurat RT/RW Net, yang Bertanggung Jawab Siapa?”, Selasa, (08/10).

Sementara itu, untuk menekan aktivitas RT/RW Net ini, semenjak 2019 Kominfo telah memberikan opsi agar pelaku bisa menjadi reseller resmi dan bekerja sama secara resmi bersama dengan ISP terkait.

Perizinan usaha ini sesuai dengan Permen Kominfo no.13/2019 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi.

 

 

Dalam Permen tersebut, reseller atau pelaku yang ingin menjual kembali internet atau RT/RW Net harus memiliki izin perjanjian kerja sama (PKS) dengan penyedia jasa internet (ISP) resmi, yang didaftarkan pada OSS (Online Single Submission).

Meski sudah diberi opsi untuk mengajukan izin usaha, sayangnya praktik RT/RW Net tak resmi atau ilegal masih terus bergulir. Padahal, praktik ini memberikan kerugian yang tak sedikit bagi berbagai pihak.

Dari kalangan industri telekomunikasi misalnya, mereka yang menyediakan layanan fiber to the home (FTTH) mengeluhkan praktik RT/RW net ilegal yang berdampak negatif kepada bisnis FTTH mereka.

“Secara industri juga tak sehat, karena ada ISP yang berizin dan ada hak dan kewajibannya yg harus dibayarkan dan dipenuhi,” kata Heru.

Selain itu, yang paling banyak dirugikan oleh praktik ini adalah konsumen. Fakta ini disampaikan oleh Heru Sutadi, Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

 

 

“Yang paling banyak dirugikan? Yang pertama, adalah masyarakat karena pemilik RT/RT Net ini bisa menjual dengan murah tapi kualitasnya tak konsisten. Kemudian, ketika pengguna komplain responnya lama, padahal kan mereka industri juga,” ujarnya.

Selain itu, Heru juga menyebut praktik ini tak bisa memenuhi hak-hak konsumen, termasuk soal perlindungan dan jaminan pada konsumen mereka.

“Ada kasus ketika musim hujan RT/RW Net ilegal mengalami gangguan, masyarakat melapor, tetapi ternyata pemilik RT/RW Net ilegal ini juga tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya ditinggal tidur saja,” ungkapnya.

Lebih jauh lagi, praktik ini RT/RW Net ilegal ini turut merugikan negara karena pemasukkan dan keuntungan dari praktik ilegal ini tak masuk dalam pendapatan resmi ISP.

“Ya pasti (negara ikut dirugikan) karena uang dari masyarakat (untuk membeli RT/RW Net ilegal) yang kualitasnya tidak terjamin, sedangkan pemasukkannya tidak ada ke negara,” tambahnya.

Oleh karena itu, Heru menyebut konsumen berhak mendapatkan kualitas layanan yang sesuai dengan janji atau kontrak yang disepakati, seperti kecepatan internet yang stabil, minim gangguan, dan layanan pelanggan yang responsif. 

“Jadi saran dari BPKN, pilihlah layanan yang berizin resmi bukan ilegal dan tidak tergiur harga yang murah,” kata Heru. “Kami juga mendorong supaya Asosiasi mengajak yang ilegal ini jadi legal dengan memberikan sosialisasi sanksi jika masih menjadi ilegal,” lanjutnya.