Startup Lokal yang Terima Investasi Asing Tidak Nasionalis?
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
Uzone.id- Indonesia memiliki banyakstartupyang bergerak di berbagai sektor, sepertie-commerce,ride-hailing,financial technology(fin-tech),heath technology(health-tech), dan lainnya.
Bahkan, beberapastartuplokal, yakni Bukalapak, Tokopedia, Traveloka, Gojek, dan OVO, sudah menyandang statusunicorn. Sebagian besarstartuptanah air juga telah menerima pendanaan dari perusahaan asing.
Tokopedia, misalnya. Pertengahan November 2020, Tokopedia berhasil mendapatkan suntikan dana dari Google dan Temasek. Mundur ke awal November 2020, Bukalapak juga menerima investasi dari Microsoft.
Tak cuma itu, ada banyakstartuptanah air yang memiliki jejak seperti Tokopedia dan Bukalapak. Di antara itu semua, ada saja pihak yang melabeli startuplokal yang menerima investasi asing itu tidak nasionalis. Namun, dari kacamata ekonomi, benarkah demikian?
Baca juga:Efek Domino Telkomsel Investasi ke Gojek
Dalam wawancara khusus denganUzone.id, Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira menyatakan, bila dilihat secara objektif, ada beberapa permasalahan terkait isu tersebut.
“Pertama,startupini mau bertumbuh lebih cepat, misalnya. tapi ketersediaan modal di dalam negeri susah juga. Mereka ditolak-tolak untuk pinjam ke bank, misalnya, karena dianggap belum untung. Sementara yangavailableinvestor asing,” ujar Bhima.
Dalam wawancara khusus denganUzone.iddi kesempatan terpisah, Peneliti INDEF, Nailul Huda juga menuturkan hal senada. Ia menegaskan, “Perusahaan digital membutuhkan investasi. Kalau kita lihat tujuan investasi bagi perusahaan digitalnya, itu satu untukR&D(research and development), kedua untuk operasional, ketiga untuk strategi.”
Menurut Huda, untuk melakukan ketiga hal itu,startupmembutuhkan investasi yang tidak sedikit. Namun, jumlah investor dalam negeri masih lebih kecil dibandingkan investor luar negeri. “Ketika investor, bisa dihitung kan, investor dari dalam negeri yang berminat di perusahaan digital itu pasti bisa dihitung jari, sebut saja Djarum, Astra, Telkom,” ujarnya.
Baca juga:CEO Smarteye: Cerita Film "Ready Player One" Akan Jadi Kenyataan
Lebih lanjut, ia mengatakan, “Tapi yang jelas masih lebih kecil dibandingkan dengan investor,angel investordari luar negeri kayak Soft Bank, Tencent, Google, Microsoft, dia sangatconcern terhadap perusahaan digital.”
Demikian kenyataan yang ada. Meski begitu, Bhima tetap berharap kondisi ini berubah dalam jangka panjang. Dengan kata lain, ia ingin ada dominasi investor lokal terhadapstartuptanah air.
“Karena setiap kali ada pembagian untuk daristartup, kemudian disetor untungnya ke luar negeri, ya, itu bisa melemahkan nilai tukar rupiah, memperlebar defisit transaksi berjalan (current account deficitalias CAD). Itu ada implikasi ke sana,” ungkapnya.
Perubahan juga diharapkan terjadi dalam ranah barang atau jasa yang dijual, sertadigital talent. “Yang kedua, ya barang atau jasa yang dijual itu lebihproterhadap produk lokal. Kalaue-commerceseharusnya lebih dominan produk UMKM, dibandingkan barang impor,” katanya.
Terkaitdigital talent, Bhima ingin posisi di level managerial distartuplokal diduduki oleh tenaga kerja Indonesia.