VPN Dibatasi dan Diblokir Demi Halau Judi Online, Beneran Efektif?

pada 9 hari lalu - by

Uzone.id —Kementerian Kominfo telah melakukan pemblokiran pada 3 VPN gratis yang paling banyak digunakan di Indonesia. Keputusan ini dilakukan dengan tujuan untuk membatasi akses ke server judi online yang berasal dari luar negeri.

Tidak disebutkan aplikasi atau situs VPN apa saja yang oleh diputus aksesnya oleh Kominfo, namun Budi Arie mengatakan kalau 3 VPN ini merupakan yang paling banyak digunakan oleh pelaku judi online.

Langkah baru ini sudah diterapkan semenjak Rabu, 31 Juli 2024 lalu. Lalu, apakah pembatasan VPN ini benar-benar akan memberi dampak pada lingkaran perjudian online di Indonesia?

Muhammad Arif selaku Ketua Umum APJII (Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia) mengatakan bahwa efektivitas pembatasan VPN ini perlu dikaji lebih dalam.

“Kalo mencegah, iya, tapi menurut saya efektivitasnya ini yang perlu kita kaji. Maksudnya, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak punya dampak yang signifikan,” kata Arif kepada awak media disela-sela acara IIXS 2024, Senin, (12/08).

 

 

Arif melanjutkan bahwa dirinya lebih setuju dengan upaya pemerintah yang hendak mengatur platform fintech dan keuangan untuk menghalau perjudian online.

“Sumber dana itu lebih bisa dan make sense dibanding mengatur VPN, jujur saja. Tapi itu mungkin perlu kerja sama dengan sektor lainnya kali ya tidak bisa Kominfo sendiri,” tambahnya.

Pemblokiran dan pengaturan layanan fintech menurutnya lebih efektif, akan tetapi kembali lagi wewenang mengenai platform dan penyelenggara keuangan berada di tangan BI dan PPATK sehingga butuh sinergi diantara ketiganya.

“Dana juga kan belum tentu untuk hal negatif atau positif, tidak bisa kita sama ratakan semuanya. Mungkin butuh PPATK mungkin menelusuri atau lain-lainnya, itu lebih efektif kalo masalah dananya dibandingkan menutup VPN,” jelas Arif.

Ada beberapa alasan kenapa pembatasan VPN ini tidak efektif untuk dilakukan, salah satunya tidak mudah untuk dilakukan.

“Balik lagi, VPN ini bukan sesuatu yang bisa dibereskan dalam satu hari dan langsung selesai, seperti mati satu tumbuh seribu sebenarnya. Kita tutup satu, besok buat (muncul) lagi dan seterusnya. Jadi ini memang perlu kerja yang berkelanjutan,” kata Arif.

 

 

Mengambil contoh China sebagai negara yang telah lebih dulu melakukan pembatasan VPN, Arif menyebut kalau pembatasan tersebut tetap bisa ditembus, dan masyarakat tetap bisa mengakses situs yang dilarang oleh negara.

“Di China sendiri, VPN tetap tembus, yang udah se-strictitu, jadi kita pikir ya itu sama kaya kalo kita memberantas website sebenarnya. Jadi, mati satu besok tumbuh lagi tumbuh lagi, sama VPN juga begitu,” ujarnya.

Untuk mewujudkan pembatasan VPN yang efektif, butuh tim khusus yang fokus untuk menghalaunya. Karena kembali lagi, tidak semua VPN digunakan untuk hal-hal negatif dan berbau kejahatan.

“Banyak juga yang memakai untuk kantor atau kegiatan (lain) yang benar-benar bukan untuk perjudian dan secara umum ini bisa dipergunakan jadi gak semuanya melulu tentang hal yang berbau negatif,” pungkasnya.

Terlepas dari itu, Arif mengatakan bahwa APJII selalu mendukung apapun program pemerintah dan turut mengikuti langkah pemerintah terkait pelarangan hal-hal ilegal yang bisa merugikan semua pihak.