icon-category Digilife

Bukan Blokir Medsos, Ini Cara Kominfo Tangani Hoaks Pandemi

  • 19 Oct 2020 WIB
Bagikan :

(Ilustrasi: dole777 / Unsplash)

Uzone.id -- Internet dan media sosial memang memudahkan masyarakat dalam mencari informasi, sayangnya di era digital seperti sekarang kabar hoaks dan misinformasi bertebaran di mana-mana. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika pun melakukan beberapa inisiatif, namun pemblokiran media sosial bukan salah satunya.

Dari pemaparan Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, saat ini ada tiga jenis informasi yang diklasifikasikan sebagai infodemic dari World Health Organization (WHO) selama pandemi Covid-19 berlangsung, yaitu disinformasi, malinformasi, dan misinformasi.

Inisiatif yang akan dilakukan Kominfo demi melawan infodemi ini terbagi atas tiga macam, dari hulu, tengah, dan hilir.

“Dari hulu, kami selalu mengutamakan literasi, agar masyarakat paham dapat menangani hoaks yang beredar. Literasi ini juga merangkul berbagai pihak, dari organisasi masyarakat, perguruan tinggi, sampai sektor swasta. Pelatihan literasi digital juga bisa dilakukan secara online dan offline,” tutur Semuel saat konferensi virtual pada Senin (19/10).

Baca juga: Ada 2.020 Hoaks di Medsos, Kominfo Jelaskan 3 Istilah 'Infodemic' dari WHO

Lalu, setelah dari hulu menuju ke tengah, yang berupa tindakan langsung untuk mengurangi persebaran hoaks melalui teknologi. Hal ini biasanya dilakukan berupa labelisasi.

“Labelisasi itu juga cukup efektif ya bagi kami, ada informasi sesuatu, tinggal kasih saja label hoaks, misinformasi, atau lainnya agar masyarakat tahu langsung mana yang akurat mana yang salah. Langkah ini masih penting, karena tujuan kami memang ingin langsung memberi tahu faktanya,” lanjut Semuel.

Di tahap labelisasi tersebut, Semuel juga mengatakan sangat memungkinkan bagi pemerintah untuk bekerja sama langsung dengan penyedia layanan teknologi seperti platform media sosial.

Lalu untuk tahap hilir, baru akan dilakukan apabila informasi menyesatkan tersebut sudah benar-benar meresahkan, maka pemerintah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menindak lebih lanjut.

Meski begitu, Semuel menekankan tidak semuanya harus diselesaikan secara hukum.

Baca juga: Upgrade AI, Facebook Siap Basmi Hoaks Covid-19

“Pemerintah itu hanya benar-benar melakukan hukum jika meresahkan dan sudah mengakibatkan ketidaktertiban umum. Pada dasarnya kami lebih suka melakukan literasi, edukasi masyarakat, dan stempel hoaks yang tadi sudah saya jelaskan,” terangnya.

Tidak akan sembarangan memblokir medsos

Pria yang akrab disapa Semmy itu kemudian buka suara terkait ‘kebiasaan’ Kominfo yang suka memblokir atau membatasi akses internet ke media sosial populer, wadah yang kerap menjadi sumber penyebaran hoaks.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa seenaknya asal memblokir karena ada tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu.

“Gini, memblokir itu ada tahapan-tahapannya, kami tidak segera serta merta melakukan pemblokiran. Jika kita menemukan ada media sosial tidak bisa berkolaborasi atau bekerja sama dengan kita, lalu ada bukti hoaks yang meresahkan dan mereka tidak melakukan apa-apa, itu tetap ada SOP-nya. Jadi pemerintah tidak mungkin langsung memblokir,” papar Semuel.

Dia melanjutkan, “biasanya dikenakan sanksi administratif dulu, ada efek jeranya lah gitu agar aturan lebih jelas, atau meminta take down. Urusan pemblokiran itu harus ada bukti hukumnya dulu intinya, tidak mungkin kami bermain tangan besi,” tutupnya.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini