icon-category Digilife

Catatan Usai Bertemu Bill Gates, Pangeran Harry hingga ke Markas SpaceX

  • 31 Oct 2022 WIB
Bagikan :

Kolom oleh: Direktur Digital Business Telkom Indonesia, M. Fajrin Rasyid.

Uzone.id – Belum lama ini saya menghabiskan waktu di Amerika Serikat selama sepekan. Mulai dari kunjungan singkat ke SpaceX, hingga menghadiri Masters of Scale Summit 2022 di San Francisco, California.

Acara Masters of Scale Summit sendiri berlangsung selama 3 hari dan dibanjiri oleh pembicara-pembicara ternama dari sektor teknologi. Siapa yang tidak tahu Satya Nadella dari Microsoft, Eric Schmidt-nya Google, hingga Bill Gates dan Pangeran Harry.

Di SpaceX, hal yang paling menarik adalah budaya yang disebut sebagai SpaceX algorithm, yang terdiri atas lima poin, yakni challenge requirements, delete the part, optimize, accelerate, dan automation.

Menariknya, kelima hal di atas harus dilaksanakan secara berurutan. Jadi, jangan bicara otomasi terlebih dahulu kalau ternyata proses atau sistem yang ada belum efisien. Hilangkan terlebih dahulu elemen yang tidak penting, baru di akhir kita otomasi.

Baca juga: Tips 'Tetap Waras' di Tengah Badai PHK Startup

Di Masters of Scale Summit, banyak sekali takeaway yang juga menarik. Bill Gates sebagai contoh bercerita akan beberapa energi terbarukan seperti tenaga surya, hidrogen, dan nuklir.

Bill Gates bercerita bahwa dalam mengembangkan suatu sistem, selalu pikirkan situasi ekstrem. Sebagai contoh, untuk tenaga surya, bagaimana jika cuaca di tempat tersebut sering hujan?

Untuk mengatasinya, perlu dibangun grid yang menghubungkan berbagai PLTS di seluruh dunia, sehingga area yang berlebih (di siang hari atau di musim panas) dapat memberikan subsidi energi ke area yang kekurangan (di malam hari atau musim dingin).

Sementara itu, Satya Nadella bercerita tentang perkembangan teknologi yang tidak boleh menghancurkan planet ini. Oleh karena itu, dalam mengembangkan teknologi, selalu pikirkan tiga P: Profit, Planet, dan People.

alt-img

Satya juga memprediksi bahwa perkembangan teknologi ke depan akan tetap melibatkan manusia. Oleh karena itu, selalu pikirkan bagaimana desain peran manusia dalam mengembangkan sebuah sistem.

Namun, takeaway yang menurut saya paling menarik disampaikan oleh seorang startup yang mengembangkan sesuatu yang sama sekali tidak terbayang oleh saya, yakni pesawat supersonik.

Presentasi diawali dengan konsep bystander effect, suatu fenomena yang menerangkan bahwa di situasi ramai, orang akan cenderung abai apabila ada orang lain yang jatuh atau mengalami kondisi lain yang membutuhkan pertolongan. Hal ini karena setiap orang akan berpikir bahwa akan ada orang lain yang membantu. Akibatnya, tidak ada orang yang membantu.

Baca juga: Direktur Milenial Telkom Main ke SpaceX!

Dalam situasi startup, bystander effect yaitu ada masalah-masalah besar yang tidak dipecahkan semata-mata karena setiap orang berpikir bahwa masalah tersebut akan atau sedang dipecahkan oleh orang lain. Akibatnya, masalah-masalah tersebut sampai sekarang tidak dipecahkan.

Nah, apabila ternyata startup mampu membuat pesawat supersonik, startup tersebut mengajak kita semua untuk melihat kembali masalah-masalah besar lain yang ada di dunia, barangkali ada yang dapat kita pecahkan.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini