Data Kena Ransomware, Ini yang Harus Kamu Lakukan
Ilustrasi (Bermix Studio / Unsplash)
Uzone.id - Perusahaan keamanan Kaspersky telah merilis riset studi global terhadap 15.000 konsumen pada 2020. Dari jumlah itu, lebih dari setengah (56 persen) korban ransomware membayar uang tebusan untuk mendapatkan kembali akses ke data mereka.Namun, 17 persen dari mereka percaya bahwa membayar tebusan tidak akan menjamin data yang dicuri kembali.
"Seiring dengan tumbuhnya kesadaran publik tentang potensi ancaman siber, ini dapat menumbuhkan optimisme bagi kita dalam memerangi ransomware," kata Kaspersky dalam sebuah pernyataan yang disampaikan kepada Uzone.id.
Ransomware adalah jenis malware yang digunakan para pelaku kejahatan siber untuk melakukan pemerasan uang.
Metode tersebut dilakukan dengan cara menyimpan data menggunakan enkripsi atau mengunci pengguna dari perangkat mereka, dan memanfaatkannya sebagai tebusan.
BACA JUGA: 3 Operator Seluler Lulus Tahapan Evaluasi Lelang Pita Frekuensi 2,3 GHz
Berdasarkan data Kaspersky tahun lalu, mereka yang berusia 35-44 tahun menjadi korban yang dengan persentase paling tinggi dalam hal membayar uang tebusan untuk memulihkan data mereka, dengan dua pertiga (65 persen) telah mengaku melakukannya.
Kemudian, diikuti dengan mereka yang berusia 16-24 tahun (52 persen) dan hanya 11 persen dari kategori usia diatas 55 tahun mengaku membayar uang tebusan.
"Ini menunjukkan bahwa pengguna berusia lebih muda lebih cenderung membayar tebusan daripada mereka yang berusia di atas 55 tahun," tutur Kaspersky.
Walaupun begitu, hanya sebanyak 29 persen korban yang mendapatkan kembali akses menuju data mereka. Separuh (50 persen) kehilangan setidaknya beberapa file, 32 persen kehilangan jumlah yang signifikan, dan 18 persen kehilangan sejumlah kecil file. Sedangkan 13 persen mengaku kehilangan hampir seluruh datanya.
BACA JUGA: dr Kevin Samuel Marpaung Hapus Semua Video TikTok Usai Dikecam
“Temuan ini menunjukkan bahwa kami telah melihat proporsi yang signifikan dari konsumen yang membayar tebusan demi data mereka selama kurun waktu 12 bulan terakhir. Namun menyerahkan uang tidak menjamin kembalinya data, dan hanya mendorong pelaku kejahatan siber untuk melanjutkan praktik tersebut. Oleh karena itu, kami selalu menyarankan agar mereka yang terkena ransomware tidak membayar karena uang tersebut mendukung skema ini untuk berkembang.” komentar Marina Titova, Head of Consumer Product Marketing di Kaspersky.
Perusahaan menyarankan konsumen memastikan untuk berinvestasi dalam keamanan dan perlindungan awal pada perangkat mereka dan secara teratur mencadangkan semua data berharga.
"Ini akan membuat serangan itu sendiri menjadi kurang menarik atau menguntungkan bagi para pelaku kejatan siber, meminimalisir terjadinya praktik tersebut, serta menghadirkan masa depan yang lebih aman bagi pengguna web.” tambahnya.
Saat ini, sekitar empat dari 10 (39 persen) dari konsumen yang disurvei mengklaim bahwa mereka menyadari praktik ransomware selama 12 bulan terakhir.
Berikut ini rekomendasi Kaspersky saat data kamu terkena ransomware.
1. Jangan membayar tebusan jika perangkat terkunci. Membayar uang tebusan dalam jumlah besar hanya akan mendorong para pelaku kejahatan siber untuk melanjutkan praktik mereka. Sebaliknya, hubungi lembaga penegak hukum setempat dan laporkan serangan tersebut.
2. Kemudian, coba mencari tahu nama dari ransomware Trojan. Informasi ini dapat membantu ahli keamanan siber mendekripsi ancaman dan mempertahankan akses ke file kamu.
3. Kamu wajib menghindari klik tautan di email spam atau di situs web tidak sah dan jangan membuka lampiran email dari pengirim tidak dikenal
4. Jangan pernah memasukkan USB atau perangkat penyimpanan yang dapat dilepas lainnya ke komputer jika Anda tidak tahu dari mana asalnya
6. Lindungi komputer kamu dari ransomware dengan solusi keamanan internet komprehensif.
7. Cadangkan perangkat sehingga data kamu akan tetap aman jika mengalami serangan ransomware
Survei Risiko Keamanan TI Konsumen Kaspersky (Consumer ITSR) mewawancarai total 15.070 konsumen dewasa secara global (termasuk di China, India, Jepang, Amerika Serikat, Kolombia, Meksiko, Brasil, Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Swedia, Italia , Spanyol, Republik Ceko, Polandia, Rusia, Turki, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, Vietnam, Indonesia, dan Australia) antara September dan Oktober 2020, tentang perilaku mereka terhadap privasi online.