Diboikot AS, Huawei Bergantung pada Pasar di Afrika
(Foto: dok. Uzone.id)
Uzone.id -- Cuma Huawei yang mengerti bagaimana rasanya ‘dimusuhi’ hampir satu dunia gara-gara Amerika Serikat. Kendati begitu, Huawei masih punya pegangan potensial untuk pertumbuhan pasarnya, yakni di Afrika.Setahun yang lalu, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mendapat surat yang ditulis oleh beberapa pemimpin dari negara dengan telekomunikasi terbesar di dunia, dan mengatakan bahwa “Afrika Selatan akan dikenai risiko dan konsekuensi besar” dari Donald Trump yang berencana memblokir Huawei dari kerja sama bisnis dengan perusahaan AS.
Para pemimpin negara tersebut memohon kepada Ramaphosa agar mengambil langkah intervensi demi bisa terhindar dari dampak yang merusak ekonomi Afrika Selatan dan seluruh benua.
Baca juga: Perang Huawei vs. AS Bisa Berimbas ke MediaTek
Alih-alih termakan dari ‘kompor’ surat tersebut, Ramaphosa justru enggan mengikuti permintaan tersebut dan membela Huawei. Dia merasa, Afrika Selatan menjadi korban dari perang dagang antara AS dan China.
“Kami mendukung perusahaan yang akan membawa negara kami, dunia ini, menuju teknologi yang lebih baik, dan hal itu adalah 5G,” ungkap Ramaphosa pada suatu kesempatan di forum ekonomi, seperti dikutip dari Bloomberg.
Dia melanjutkan, “kami tidak bisa menerima perekonomian kami harus tertahan hanya karena perseteruan ini.”
Langkah Ramaphosa ini diikuti oleh Kenya, Ethiopia, dan negara-negara Afrika lain. Sampai hari ini, Huawei tidak pernah merugi di Afrika dan pelan-pelan menjadi pilar utama dari ambisi pertumbuhan Benua Hitam itu.
“Huawei adalah mitra yang posisinya unik di Afrika,” ungkap Cobus van Staden, seorang peneliti di South African Institute of International Affairs.
Baca juga: Qualcomm, Oppo dan Xiaomi Bakal Untung Berkat Perang Huawei-AS
Menurutnya, Huawei menjual produk yang dapat diandalkan, mulai dari infrastruktur sampai ponsel pintar. Huawei juga dinilai dapat menawarkan finansial menarik yang disokong oleh pemerintah China.
Di sisi lain, tetap masih ada beberapa risiko bagi Huawei di Afrika seiring perusahaan telekomunikasi di Benua Hitam tersebut turut berkembang secara internasional, yakni Vodacom Group, anak usaha dari Vodafone asal Inggris yang telah beroperasi di 17 negara Afrika.
Ketika Vodacom mulai membangun jaringan 5G di Afrika Selatan dan lain-lain, bisa jadi mereka menghadapi tekanan besar dan beralih dari Huawei ke Nokia Oyj dan Ericsson AB.
Sekadar diketahui, sebagai wilayah yang memiliki bujet pemerintah sangat terbatas, Huawei masuk ke pasar Afrika dengan penawaran biaya yang dianggap sangat diminati oleh masyarakat di sana untuk benar-benar mencicipi teknologi nirkabel.
Sehingga, potensi Huawei untuk terus berkembang di Afrika tetap diprediksi besar, khususnya saat memperbarui jaringan dari 4G ke 5G.