Diskon Pajak Mobil Baru, Wacana Harapan Palsu Lagi
Foto: dok. Uzone.id
Uzone.id - Lagi, wacana keringanan pajak mobil bary mencuat di penghujung tahun 2020 lalu dan dipastikan sampai awal tahun ini bakal terus terwacanakan.Sebelumnya, September 2020 lalu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita membuat heboh jagad otomotif dengan wacananya mengajukan pajak moibl nol persen. Tapi ditolak.
Imbasnya gak sedikit. Sejak wacana itu muncul, banyak efek domino yang terjadi. SAlah satunya, penjualan mobil yang justru malah sepi, baik disegmen mobil baru, apalagi disegmen mobil bekas.
Baca juga: Motor Listrik Lokal United T1800 Diluncurkan
Seakan pantang menyerah, Menperin kembali mengajukan keringanan pajak mobil baru. Kali ini bukan nol, tapi diskon pajak pada sektor PPnBN. Bahkan, kali ini sampai bawa-bawa nama Presiden Jokowi.
"PPnBM memang suatu hal yang kita usulkan, dan saya sudah laporkan ke bapak presiden, secara prinsip beliau setuju, tapi memang kementerian keuangan masih dalam proses hitung menghitung," kata Agus saat konferensi pers virtualnya.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Yohannes Nangoi pernah menjelaskan terkait diskon pajak alias keringanan pembayaran PPnBM sebesar 50%. Sehingga bukan semua pajak, hanya PPnBM.
Gaikindo meyakini penurunan PPnBM mobil bisa meningkatkan penjualan. Artinya kontribusi pajak ke pemerintah bisa lebih besar walaupun jika dihitung per unit mobil berkurang 50%.
Dari kacamata industri, ini jelas sebuah usulan yang bagus. Kita tidak bisa mengesampingkan seberapa besar peran industri otomotif di Indonesia. Sederhananya, ada berapa ratus ribu bahkan mungkin jutaan orang bergantung pekerjaan disektor ini.
Bayangkan kalau salah satu ujung tombaknya, mobil jadi tidak terserap pasar secara optimal akibat pandemi, efek yang bakal terjadi pun tidak kecil.
Untungnya, kalau kita mau berpikir positif, sepanjang tahun 2020 lalu sejumlah merek masih bisa bertahan, setidaknya dengan tidak melakukan pemangkasan karyawan. Artinya, industri otomotif masih bisa bertahan, seperti halnya semua bidang industri lain.
Kemudian kita melihat dari kacamata segmen lain diluar mobil baru, yakni mobil bekas. Segmen ini tidak kecil dan tetap bergeliat, meski tetap, gak imun terhadap serangan pandemi.
Sialnya, masih sedikit sekali pedagang mobil bekas berskala besar, apalagi kalau bicara sebesar industri mobil baru. Nah, justru dengan kategori UMKM ini yang paling banyak terkena dampak dari pandemi.
Sudah begitu, hendak diterkam pula dengan wacana diskon pajak mobil baru. Bisa kita bayangkan bakal seperti apa nasib para pedagang mobil bekas, yang sudah berjasa menyerap mobil-mobil baru yang sudah bosan dipakai dan beli mobil baru lagi.
Dengan turunnya harga mobil baru, otomatis jadi mendekati harga mobil bekas. Konsumen pastinya lebih memilih mobil baru karena harganya makin tipis.
Kemudian yang terakhir yang jadi faktor penentu untuk kedua segmen, mobil baru maupun mobil bekas, yakni konsumen itu sendiri. Apakah dengan diberikannya diskon terhadap pajak mobil baru, serta merta membuat mereka ingin membeli? Belum tentu.
Sejumlah pengamat bahkan mengusulkan, kalau memang ingin memberikan relaksasi lebih baik diberikan pada sektor lembaga pembiayaan atau Bank. Tujuannya, agar bisa menawarkan skema pembelian yang meringankan konsumen.
Apalagi kita tau, lebih dari 70 persen pembelian mobil di Tanah Air, masih di dominasi dengan skema kredit. Dengan adanya keringanan sektor pembiayaan, maka bukan gak mungkin semakin banyak orang yang merasa mampu untuk membeli mobil.
Sampai disini, semua pihak memang punya tujuan yang baik untuk terus merangsang daya beli mobil yang terpuruk akibat pandemi. Namun sayangnya masih dilakukan secara parsial dan mementingkan pihak dan kelompoknya saja.
Padahal pada akhirnya, yang menentukan tetap konsumen. Seberapa sanggup mereka dikondisikan untuk mau dan bisa membeli sebuah mobil--baik mobil baru, maupun mobil bekas.
VIDEO Test Drive KIA Sonet: