Emoji Jempol Bikin Petani Kena Denda Rp923 Juta, Kok Bisa?
Ilustrasi foto: Denis Cherkashin/Unsplash
Uzone.id – Sepele sih tapi ternyata malah berakibat fatal. Siapapun pasti tidak menyangka sebuah emoji ‘jempol’ bisa menyebabkan kerugian materi hampir Rp1 miliar.
Yup, emoji jempol yang dimaksud tidak lain adalah emoji yang sering kita gunakan di aplikasi perpesanan seperti iMessage, WhatsApp dan Telegram.Melansir dari BBC News, Rabu, (12/07), seorang pemilik perusahaan pertanian Swift Current Saskatchewan, Chris Achter didenda hanya karena mengirim emoji jempol kepada rekan bisnisnya, Kent Mickleborough.
Christ menggunakan emoji tersebut setelah mendapat pesan teks berisi kontrak. Ia berargumen kalau emoji ini sebagai tanda terima kontrak, tapi disisi lain emoji ini justru membuat partner bisnisnya kebingungan.
Karena kesalahpahaman ini, ia pun didenda sebesar USD61.610 atau sekitar Rp923 juta karena gagal memenuhi kontrak yang diminta oleh Mickleborough.
Masalah ini bermula ketika Achter gagal mengirim 86 ton rami yang hendak dibeli oleh Kent Mickleborough pada tahun 2021, Mickleborough pun mengambil tindakan hukum untuk menuntut haknya.
Mickleborough mengatakan kalau dirinya sempat berbicara dengan Achter lewat telepon dan mengatakan ingin membeli biji-bijian pada bulan November. Selanjutnya, Mickleborough mengirimkan draft kontrak lewat pesan teks dan menulis kalimat “tolong konfirmasi kontak kami”.
Disinilah kesalahpahaman dimulai, Mr Achter menanggapi dengan emoji "jempol" yang biasanya memiliki arti setuju, atau ok.
Tapi, ternyata Achter tidak mengirimkan rami-rami tersebut di tanggal yang sudah ditentukan. Padahal, menurut Mickleborough, petani tersebut sudah menyetujui kontrak tersebut melalui pesan teks, yang artinya sudah sepakat dengan isi dari kontrak tersebut.
Di sisi lain, Achter ternyata menilai emoji tersebut dengan maksud yang berbeda, dimana emoji jempol tersebut hanya menegaskan kalau dirinya telah menerima pesan kontrak tersebut.
“(Emoji tersebut) hanya menegaskan bahwa saya telah menerima pesan kontrak rami, bukan konfirmasi bahwa saya setuju dengan kesepakatan di dalamnya,” ujar Achter.
Akhirnya, pengadilan pun memihak Mickleborough dengan bersandar ke definisi emoji ‘jempol’ di situs Dictionary.com, yang menyatakan kalau emoji tersebut digunakan untuk mengekspresikan persetujuan, kesepakatan atau anjuran dalam komunikasi digital.
Menurut hakim Timothy Keene, definisi emoji ini sesuai dengan pemahamannya dari penggunaan sehari-hari. Ia juga menyebut kalau biasanya butuh tanda tangan untuk mengkonfirmasi identitas seseorang, namun hal ini tak menghalangi seseorang untuk menggunakan metode modern seperti emoji untuk mengkonfirmasi kontrak.
“Pengadilan dengan mudah mengakui bahwa emoji jempol adalah cara non-tradisional untuk 'menandatangani' dokumen. Dan dalam keadaan seperti ini, hal tersebut adalah cara yang sah untuk menyampaikan ‘kesepakatan’ dua tujuan,” kata Keene.
Dua tujuan ini merujuk pada penandatangan yang dilakukan serta penerimaan kontrak menggunakan nomor ponsel Achter.
Kasus ini terbilang langka dan baru, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Achter selain membayar denda karena kesalahpahaman dan perbedaan arti soal ‘emoji jempol’ antara dirinya dan rekan bisnisnya tersebut.