Face Recognition untuk Penumpang Kereta Api, Manfaat atau Mudarat?
Kolom oleh: Pengamat Cybersecurity Vaksincom, Alfons Tanujaya.
Uzone.id – Kebijakan PT. Kereta Api Indonesia dalam menerapkan pemindaian wajah atau dikenal dengan istilah Face Recognition Technology (FR) menjadi hal yang menarik perhatian. Teknologi ini akan memudahkan masyarakat dimana penumpang layanan kereta jarak jauh tak perlu lagi menunjukkan tiket dan tanda pengenalnya.Yup, mereka cukup memindai wajah agar tetap dapat diidentifikasi dengan akurat ketika ingin menggunakan layanan kereta.
Bagi PT KAI sendiri, teknologi face recognition ini memberikan manfaat berupa layanan yang lebih cepat karena mengurangi antrean dengan biaya investasi yang relatif murah, karena perangkat utama yang dibutuhkan adalah kamera ponsel pintar yang sudah tersedia dengan harga yang relatif murah.
Akurasi face recognition sendiri mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan dapat melakukan pengenalan dengan cukup akurat meskipun wajah yang dipindai menggunakan masker.
Baca juga: Teknologi Perekrutan Karyawan, dari Keamanan Data hingga Metaverse?
Namun seperti database lainnya, teknologi face recognition ini merupakan data biometrik yang perlu dikelola dan diamankan dengan baik karena jika jatuh ke tangan yang salah, eksploitasinya dapat merugikan pemilik data biometrik.
Manfaat teknologi face recognition
Meskipun bukan institusi pertama yang menerapkan face recognition, namun langkah PT KAI patut diapresiasi dan hal ini menunjukkan manajemen perusahaan memiliki pemahaman yang cukup baik atas teknologi yang tersedia dan mengimplementasikannya untuk menunjang operasional, sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat dengan biaya investasi yang ekonomis.
Seperti yang sudah saya sebut di atas, face recognition ini akan mengurangi antrean dalam identifikasi identitas dengan biaya investasi yang relatif murah karena hanya membutuhkan kamera dari ponsel, perangkat pemindai e-KTP dan piranti lunak (software) pengenalan wajah.
Face recognition mempermudah pengguna dan juga memberikan database yang lebih andal kepada penyedia layanan. Informasi tambahan terkait yang relevan dapat disematkan ke dalam database face recognition seperti informasi tiket perjalanan yang dibeli, informasi kesehatan termasuk vaksinasi sebagai persyaratan perjalanan dan informasi kependudukan pemilik biometrik yang relevan.
Selain itu, implementasi database face recognition yang baik dapat mencegah aksi kejahatan dimana jika pencopet atau pelaku pelecehan seksual yang telah teridentifikasi dapat diawasi secara khusus atau dicegah menggunakan layanan.
Baca juga: Perhatian, Ini Deretan Isu Keamanan Siber yang Wajib Kamu Tahu
Proses pendaftaran identifikasi face recognition juga dapat mencegah penyalahgunaan data kependudukan yang bocor. Proses pendaftarannya hanya perlu dilakukan satu kali dimana jika ada yang menggunakan KTP palsu atau bodong tidak akan bisa mendaftarkan dirinya karena proses pendaftaran harus menggunakan pemindaian chip e-KTP dan sidik jari.
Akurasi face recognition
Jika dibandingkan dengan metode biometrik lain seperti sidik jari dan iris mata, akurasi face recognition lebih rendah dan memiliki tingkat kesalahan (false positive) yang lebih tinggi.
Namun seiring dengan perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau AI, tingkat akurasi face recognition sudah mengalami peningkatan yang sangat tajam.
Menurut pengujian NIST (National Institute of Standards and Technology), algoritma face recognition memiliki akurasi lebih dari 99 persen, terutama jika database memiliki beberapa contoh gambar objek face recognition. Beberapa bank di Jepang bahkan mulai menerapkan face recognition di mesin ATM dalam mengidentifikasi pemilik kartu ATM guna mencegah fraud, atau penipuan.
Meskipun secara teknis face recognition memiliki akurasi lebih rendah dibandingkan pemindaian sidik jari dan retina mata, namun teknologi memiliki keunggulan contactless process, atau proses pemindaian jarak jauh sehingga sangat membantu ketika digunakan saat pandemi.
Selain itu, proses pemindaian bahkan dapat dilakukan hanya melalui kamera dan tidak disadari oleh objek yang dipindai. Di satu sisi hal ini mempermudah dan mempercepat pemindaian, namun disisi lain hal ini dapat merugikan objek yang dipindai jika data pemindaian ini disalahgunakan.
Baca juga: Naik Kereta Pakai Face Recognition, Data Pengguna Dijamin Aman?
Pengamanan data biometrik
Data biometrik merupakan data pribadi dan pemiliknya dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Karena itu, pengelolaannya harus mengikuti standar penyimpanan dan pengamanan yang baik, dimana penyimpanan data biometrik harus dilindungi sedemikian rupa sehingga sekalipun data tersebut bocor, maka data tersebut tidak bisa dibuka karena adanya metode enkripsi yang baik.
Hal yang sama sebenarnya diterapkan pada sensor sidik jari pada ponsel. Data sidik jari kita disimpan dalam keadaan terenkripsi, sehingga jika data sidik jari tersebut bocor dan berhasil disalin, maka data yang disalin tersebut adalah data yang terenkripsi.
Mirip dengan data atau dokumen yang menjadi korban ransomware yang hanya bisa dibuka dengan kunci dekripsi yang sudah diamankan sedemikian rupa.
Namun, ada satu hal yang membedakan antara penyimpanan data biometrik layanan publik dengan data biometrik ponsel.
Baca juga: Duh, Pekerja WFH Indonesia Jadi Sasaran Malware Jarak Jauh
Data biometrik ponsel sifatnya one-to-one, sedangkan data biometrik layanan publik jumlahnya masif dan sifatnya one-to-many. Jika bocor, tentu akan merugikan masyarakat pemilik data.
Belajar dari kebocoran data yang banyak terjadi di Indonesia terutama pada lembaga publik pengelola data, maka saya mengharapkan lembaga publik untuk memberikan perhatian ekstra dalam pengamanan data biometrik face recognition ini.
Semoga PT KAI dapat menjaga amanah data biometrik face recognition yang dikumpulkan ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengguna layanannya.