Home
/
Startup

Kaleidoskop 2024: 5 Startup Paling Bermasalah Sepanjang Tahun

Kaleidoskop 2024: 5 Startup Paling Bermasalah Sepanjang Tahun

Aisyah Banowati27 December 2024
Bagikan :

Uzone.id – Pencabutan izin usaha oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mewarnai dunia startup Indonesia tahun ini. OJK mengambil tindakan tegas kepada startup yang tidak mampu memenuhi kewajiban mereka dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

Penipuan, penggelapan dana, serta bayang-bayang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) juga masih menjadi masalah yang mengerikan. Berikut Uzone rangkum lima startup paling bermasalah sepanjang 2024. 





eFishery

Akhir Juli 2024, eFishery jadi salah satu startup unicorn yang memutuskan untuk melakukan PHK terhadap sejumlah karyawan. Hal ini mereka lakukan sebagai langkah dari penyesuaian struktur organisasi. 

CEO eFishery, pada saat itu, Gibran Huzaifah, membantah dengan tegas adanya kasus penggelapan dana atau fraud. Ia turut menjelaskan bahwa perampingan karyawan ini juga bukan karena ‘tech winter’ yang kerap menerpa perusahaan teknologi.

Menyusul kabar PHK karyawan eFishery, di awal bulan Desember ini, secara mengejutkan eFishery membebastugaskan dua petinggi mereka, yaitu CEO Gibran Huzaifah dan Chief Product Officer, Crisna Aditya. 

Pihak eFishery memberi keterangan jika Gibran dan Crisna saat ini tengah diselidiki atas dugaan penyalahgunaan laporan kinerja serta pendapatan keuangan perusahaan. Saat ini, eFishery menunjuk Adhy Wibisono sebagai CEO sementara mereka dan Albertus Sasmitra, sebagai CFO interim eFishery.





Investree

Tepatnya di bulan Oktober kemarin, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mencabut izin usaha startup fintech Investree. Keputusan ini diambil setelah startup pinjaman online tersebut melakukan pelanggaran yang berujung pada kasus gagal bayar kepada para pengguna.

Sebelum mengambil keputusan ini, OJK telah melakukan beberapa tindakan tegas termasuk memberikan sanksi administratif berupa peringatan hingga pembatasan kegiatan usaha hingga batas waktu yang telah ditentukan.

Sayangnya, para pengurus dan pemegang saham Investree tidak mampu memenuhi ketentuan dan menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga OJK memutuskan untuk mencabut izin usaha Investree. 

TaniFund

Pada bulan Mei lalu, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengeluarkan keputusan untuk mencabut izin usaha platform peer-to-peer lending, TaniFund. Hal ini disebabkan karena Tanifund dianggap gagal memenuhi kewajiban terhadap para pembeli pinjaman (lender).

OJK kemudian meminta TaniFund untuk untuk menyelesaikan pinjaman yang macet tersebut dan meminta perusahaan untuk menghentikan penyaluran pendanaan baru dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 

Sayangnya, konflik yang tak kunjung reda membuat OJK kembali mengumumkan langkah baru terkait nasib startup tersebut. Lewat rapat umum pemegang saham, TaniFund diputuskan melakukan pembubaran dan kemudian menunjuk empat orang sebagai tim likuidasi.

KoinWorks

Polda Metro Jaya menerima laporan dari perwakilan KoinWorks atas kasus dana pinjaman anak usaha KoinWorks yang diduga dibawa kabur oleh peminjam (borrower) pada awal Oktober kemarin. 

KoinWorks melaporkan seseorang berinisial MT yang diduga membawa kabur dana pinjaman dari KoinP2P. Polda mengatakan bahwa total kerugian dari kasus ini mencapai Rp365 miliar. 



Imbas dari kasus ini, sejumlah nasabah atau pemilik dana (lender) pun mulai mengeluhkan dana investasi yang gagal dibayarkan kembali oleh KoinP2P. OJK pun turun tangan dengan memanggil pihak manajemen untuk meminta penjelasan dan langkah konkret yang akan diambil oleh KoinP2P.

Menjawab kekhawatiran tersebut, KoinP2P berkomitmen untuk mengembalikan dana dari para lender. KoinP2P mengestimasikan waktu selama 2 tahun untuk mengembalikan dana serta akan memberikan kompensasi lima persen per tahun setiap bulan kepada yang terdampak.

Bukalapak

Platform e-commerce Bukalapak memutuskan untuk melakukan penutupan beberapa lini usaha yang mereka umumkan di situs Bursa Efek Indonesia pada Oktober lalu. Bukalapak menjelaskan bahwa perusahaan memutuskan untuk melakukan restrukturisasi usaha setelah melakukan peninjauan terhadap sejumlah segmen usaha.

Penutupan beberapa lini usaha ini juga dilakukan karena kerugian dan tantangan industri yang dialami oleh perusahaan selama 3 tahun ke belakang. Selain itu, perusahaan juga mencatat biaya operasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi pendapatan segmen usaha tersebut.

Setelah keputusan ini dikeluarkan, Bukalapak berfokus untuk menjalankan usaha inti mereka dengan organisasi yang lebih ramping dan efisien untuk menciptakan nilai di segmen usaha yang tersisa.

populerRelated Article