Kemkominfo Rilis 19 Laporan Hoaks Terkait Pemilu 2019
Di tengah hiruk pikuk Pemilu 2019 yang diselenggarakan pada Rabu (17/4) kemarin, hoaks atau berita-berita bohong pun kerap mengiringi. Kemudahan akses teknologi yang tidak diimbangi dengan logika, membuat tak sedikit masyarakat mempercayai hoaks itu.
Kementerian Komunikasi dan Informasi atau Kemkominfo mengungkapkan ada sekitar 22 hoaks yang tengah marak. Di antaranya, berita yang menyebutkan banyak WNI memilih bepergian keluar negeri karena ketakutan kondisi negara memburuk saat Pemilu, serta kabar perhitungan hasil Quick Count di Metro TV yang mengatakan Prabowo menang.
Secara spesifik, hoaks yang bertebaran banyak menyorot soal cara-cara yang digunakan kedua calon presiden untuk meraih kemenangan dalam Pemilu 2019. Ragam hoaks ini kebanyakan menyebut nama Prabowo Subianto dan Jokowi, serta kecurangan yang disebut terjadi di banyak tempat seperti di TPS Kedopok Probolinggo.
Termasuk berita yang mengabarkan bahwa Sandiaga Uno diusir Prabowo karena tak setuju deklarasi. Kominfo menyatakan hal itu tak benar, karena pada saat itu Sandiaga sedang turun kondisi kesehatannya.
Hoaks ini serupa dengan kabar yang mengatakan sistem quick count disebut sebagai bentuk kecurangan hasil Pemilu.
"Hasil quick count bukan hasil resmi Pemilu. Oleh karena itu, lembaga survei harus mengumumkan dengan jelas persentase sampel yang sudah diambil dari angka yang dimunculkan tersebut," kata Ketua KPU RI, Arief Budiman dalam press rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (19/4).
Pada Maret lalu, Kemkominfo telah mencatat adanya peningkatan hoaks politik jelang Pilpres 2019. Saat itu, mulai tanggal 1 - 20 Maret, terdata sekitar 200 peredaran hoaks.
"Kalau bulan Februari itu ada 300 hoaks. Sementara sampai pada 20 Maret ini sudah lebih dari 200 hoaks. Akhir bulan bisa tembus 400 hoaks," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu saat itu.
Lihat juga:INFOGRAFIS: Cara Melaporkan Hoaks |
Menurut Undang Undang yang berlaku di Indonesia, pelaku penyebaran hoaks bisa terancam pasal 28 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang meliputi soal ujaran kebencian.
Kementerian Kominfo mengimbau warganet yang menerima informasi elektronik yang patut diduga diragukan kebenarannya dapat menyampaikan kepada kanal pengaduan konten melalui email: [email protected] atau akun twitter @aduankonten.