Pemblokiran PSE Asing untuk Menjaga Kedaulatan Digital Indonesia
Kolom oleh: Alfons Tanujaya, praktisi dan pakar cybersecurity Vaksincom.
Uzone.id - Pemblokiran 7 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diakhir Juli 2022 menuai reaksi keras, terutama dari netizen yang menggunakan layanan yang diblokir, sampai-sampai dan tagar #BlokirKominfo menggema di Twitter hinga jadi trending topic.Sebenarnya semua PSE sudah diberikan kesempatan dan waktu yang cukup untuk mendaftar dan mendapatkan peringatan sebelumnya. Namun karena memang tidak ada tanggapan atau memutuskan tidak ingin mendaftar, maka PSE yang bersangkutan tidak melakukan pendaftaran sehingga mengalami pemblokiran.
Dan setelah mendapatkan banyak keluhan, Kominfo akhirnya mendengarkan aspirasi masyarakat dan membuka blokir sementara untuk layanan dompet digital PayPal karena banyak dana pengguna yang tertahan dan tidak bisa digunakan.
Kedaulatan digital dan resikonya
Indonesia pernah dijajah secara fisik oleh Belanda selama 3,5 abad. Kemerdekaan berhasil direbut dan kedaulatan Indonesia akhirnya diakui setelah proses bertahun-tahun, dimana Belanda sempat berusaha kembali menduduki Indonesia. Namun setelah diplomasi dan perjuangan berdarah-darah, Indonesia berhasil merdeka dan diakui kedaulatannya oleh dunia.
Hal ini mirip dengan ranah digital Indonesia yang awalnya tidak terlalu diperhatikan. Setelah ranah digital dikuasai oleh banyak PSE asing, pemerintah baru menyadari pentingnya ranah digital dan ingin mengklaim kembali kedaulatan digital Indonesia.
Baca juga: Curhatan Developer Game Lokal yang Terimbas Aturan Blokir Kominfo
Agak terlambat sebenarnya, lantaran PSE asing sudah menjalankan aktivitasnya bertahun-tahun tanpa pengawasan. Aturan yang digenggam erat aplikasi asing ini sepenuhnya ditentukan melalui EULA End User License Agreement .
Karena PSE adalah entitas bisnis, tentunya kepentingan yang diutamakan oleh layanan yang bersangkutan adalah kepentingan pemegang saham yang secara logis akan mengutamakan sektor finansial di atas kepentingan lainnya. Namun ibarat kata pepatah, lebih baik terlambat daripada tidak dilakukan sama sekali, dan inilah yang kita alami hari ini.
Ranah digital sebenarnya tidak bisa diidentikkan dengan dunia nyata, karena akses layanan digital bisa dilakukan dari belahan dunia manapun asalkan memiliki koneksi internet. Namun akses layanan digital tetap membutuhkan infrastruktur pendukung fisik baik akses wifi, seluler, jaringan fiber pendukung dan backbone.
Dan secara umum, mayoritas masyarakat tanah air yang mengakses layanan digital akan melakukannya dari Indonesia. Karena itu akses digital tetap bisa dikontrol dari jaringan pendukung ini.
Perkembangan beberapa tahun terakhir ini yang cukup memprihatinkan karena terjadi gejolak politik dan kekacauan yang memanfaatkan penyebaran informasi dan disinformasi melalui ranah digital, sehingga mengakibatkan banyak kejadian tidak terduga. Sebut saja Arab Spring, Brexit dan menangnya Donald Trump.
Kebebasan berekspresi yang tidak terkendali di ranah digital yang tidak dikelola dengan baik sangat berpotensi menyebabkan kekacauan dan kehancuran bangsa, khususnya jika pihak yang memanfaatkan ini hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongannya dan tidak peduli aksinya menyebabkan perpecahan bangsa atau polarisasi.
Baca juga: Bedah Aturan PSE Kominfo, Banyak 'Pasal Karet' dan Bikin Resah?
Karena penyebaran disinformasi pada ranah digital pula, bangsa Indonesia pernah mengalami polarisasi 'cebong kampret' pada pemilihan presiden yang lalu yang mengakibatkan masyarakat terkotak-kotak dan mudah terpecah belah.
Cukup satu tweet dengan kata monyet yang bernuansa SARA, bahkan mengakibatkan kerusuhan di Papua dan mengakibatkan kekacauan dan kerusuhan pada banyak daerah. Andaikan pemerintah tidak cepat menghentikan penyebaran disinformasi tersebut, bukan tidak mungkin kerusuhan tersebut akan menjalar dan mengakibatkan kerusakan yang lebih besar.
Karena itulah maka kedaulatan digital ini sudah menjadi bagian yang sangat penting dan tidak bisa diabaikan oleh pemerintah.
Seharusnya bisa bermain cantik
Namun, belajar dari pengalaman gubernur DKI terdahulu dalam menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar. Pendekatan yang dilakukan juga tidak boleh terlalu kaku.
Jika menghadapi pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar, harus dengan komunikasi intens, empati dan menyediakan jalan keluar seperti menyediakan relokasi tempat berjualan alternatif tanpa mengedepankan penindakan yang keras.
Maka pendekatan pendaftaran PSE ini juga perlu bermain cantik dan tidak kaku. Kalau main grasah-grusuh, pengguna yang sudah lama memakai aplikasi asing ini bisa langsung marah dan protes ketika layanan yang mereka pakai diblokir.
Selain itu Kominfo juga perlu melakukan pembenahan pada sistem dan organisasinya yang harus mengedepankan profesionalisme, transparansi dan pembenahan sistem internal serta SDM yang mumpuni. Tujuannya untuk memberikan layanan yang baik dan tidak mempersulit PSE yang mendaftar atau malah memanfaatkan pendaftaran ini sebagai sarana KKN baru.
Organisasi Uni Eropa dengan GDPR-nya bisa dijadikan contoh. Organisasi yang profesional itu begitu disegani oleh aplikasi atau layanan dan menjadi panutan banyak negara didunia.
PSE ini hanya merupakan langkah awal bagi penegakan kedaulatan digital Indonesia. Banyak instansi negara lain yang berkepentingan dengan pendaftaran PSE ini, seperti OJK dan BI yang akan sangat dibantu dalam mengelola aplikasi finansial, pinjaman online (pinjol) dan dompet digital asing yang menjalankan aktivitasnya di Indonesia tanpa izin.
Departemen Keuangan pun akan lebih bergigi ketika bernegosiasi menagih pajak pada PSE asing yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia.
Baca juga: Meski Molor, PSE Kominfo Fungsinya untuk Kedaulatan Digital
Lalu, bagaimana kalau akhirnya PSE ngotot tidak ingin mendaftarkan dirinya ke Kominfo ?
Yah, kalau memang PSE tidak berminat mengikuti aturan main, tentu tidak boleh menjalankan aktivitas bisnis di Indonesia. PSE Indonesia seperti Gojek jika ingin berusaha di negara lain jelas-jelas harus mengikuti aturan di negara yang bersangkutan.
Pemerintah sudah memberikan kelonggaran dengan membuka blokir PayPal sehingga penggunanya bisa menarik dananya yang tertahan karena tidak bisa mengakses layanan. Namun jika Paypal memutuskan tidak ingin mendaftar PSE, masyarakat masih bisa mencari alternatif lain.
Ada layanan sejenis seperti wise.com yang sudah mendaftarkan diri di situs PSE atau membuka rekening valuta asing di bank yang bisa menerima pembayaran mata uang asing melalui jaringan SWIFT dengan selisih kurs yang rendah dan jauh lebih menguntungkan dibandingkan menggunakan dompet digital asing yang mengenakan spread kurs tinggi.