icon-category Health

Sejarah Susu di Indonesia, Mulai dari Jijik Hingga Jadi Asupan Berfaedah

  • 03 May 2018 WIB
Bagikan :

Uzone.id - Saat bicara mengenai susu, banyak orang fokus pada kandungan gizinya. Padahal, ada sejarah panjang di balik asupan yang kaya akan kalsium ini gaes.

So, kamu sudah menyiapkan hati, pikiran, tikar, minuman, dan camilan sebagai teman untuk menyimak cerita ini?

Kalau sudah, mari mulai dari abad ke-15. Sejarah susu berawal dari tradisi gembala di Nusantara yang belum mantap, sebab masih identik dengan kawasan agraris dan pesisir.

Karena itu, sumber makanan hewani berbasis ternak lebih minim, dibandingkan sumber makanan nabati.

Demikian ungkap Dosen Jurusan Sejarah Universitas Padjajaran, Fadly Rahman dalam FFI MilkVersation: Kebaikan Susu, Dukung Pembentukan Keluarga Kuat untuk Bangsa Kuat, di Jakarta Selatan, Kamis (3/5/2018).

alt-img

(Susu/Pixabay.com)

Gubernur Jenderal Inggris, Thomas Stamford Raffles (1811-1816) dalam bukunya The History of Java (1817) menyayangkan manfaat susu sapi yang disia-siakan oleh masyarakat di Jawa.

“Masyarakat lebih memanfaatkan tenaga hewan ternak, seperti kerbau dan sapi, untuk membajak lahan persawahan, daripada memanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari,” ujar Fadly yang juga Peneliti sekaligus Sejarawan Kuliner.

Selain karena itu, rendahnya konsumsi susu di Nusantara juga karena mitos dan pengetahuan tentang gizi yang minim.

Fadly mengungkapkan, Raffles menemukan fakta yang merujuk pada sebuah riset terkait rendahnya konsumsi susu di kalangan orang Siam dan China.

Bunyi fakta tersebut: Mereka tidak berkenan pada susu hewan, dan mereka merasa jijik padanya karena terbayang sama saja seperti minum darah. Kejijikan ini pun berimbas pada larangan atas sejumlah makanan (olahan susu) seperti mentega dan keju.

via GIPHY

Susu pada masa awal kemerdekaan Indonesia

Pada masa kolonial, susu identik dengan konsumsi sehari-hari dan bahan kuliner orang-orang Eropa.

Padahal nutrisionis Belanda, C. Eijkman, meneliti dampak konsumsi beras dan hubungannya dengan kurangnya thiamine (vitamin B1) dalam asupan makanan orang Pribumi.

Menurut Eijkman, selain terdapat dalam kulit air beras (ceruh), gandum, dan biji-biji lainnya, kandungan vitamin dalam buah-buahan, sayur-mayur, daging segar, telur, dan susu pun perlu dikonsumsi.

Di samping itu, berdasarkan hasil kongres Food and Agricultural Organization (FAQ) tahun 1948, ahli gizi Indonesia, Poorwo Soedarmo menyusun pola konsumsi sehat bagi masyarakat Indonesia, meliputi kacang hijau, kedelai, dan susu.

Menurut Soedarmo, asupan itu amat berfaedah dan harus disukai segala kalangan, khususnya anak-anak. “Semua itu ia pikirkan setelah melihat kasus-kasus malnutrisi dan kelaparan hebat pada masa sulit dan peperangan di Indonesia sepanjang 1930 – 1940-an,” kata Fadly.

alt-img

(Susu/Unsplash.com)

Pada masa awal kemerdekaan, kebanyakan rakyat Indonesia juga masih menganggap susu sebagai konsumsi kaum elite. Lembaga Makanan Rakyat (LMR) di bawah Poorwo Soedarmo langsung menguji coba pembuatan susu kedelai dan kacang hijau, agar produk susu nabati ini dapat mencapai faedah yang setara dengan susu sapi.

Soedarmo sendiri menilai susu adalah penyempurna dalam menu makan yang dikonsumsi sehari-hari. “Maka itu, Soedarmo merumuskan konsep bernama Empat Sehat, Lima Sempurna,” kata Fadly.

Seiring berjalannya waktu, susu menjadi bagian tak terpisahkan dari pemenuhan gizi masyarakat Indonesia.

Dalam kesempatan yang sama, Corporate Affairs Director PT Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro juga mengatakan, hadirnya susu tak lepas dari sejarah panjang kehadirannya di tengah masyarakat Indonesia.

“Beragam kebaikan gizi yang terkandung pada susu, memberi manfaat bukan hanya pada individu yang mengonsumsinya, keluarga peternak yang terberdayakan karenanya, namun lebih dari itu, mampu membantu membangun bangsa yang lebih kuat,” ujarnya.

via GIPHY

Fakta terkini tentang gizi pada susu

Ahli gizi dan juga Dosen di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 2, Dr. Marudut, B.Sc. MPS, pun turut menjabarkan peran susu dalam membantu percepatan perbaikan gizi di Indonesia.

Susu merupakan salah satu sumber zat gizi untuk mendukung pertumbuhan anak. “Karena memiliki muatan baik seperti, pertama, protein, dengan kualitas terbaik di antara berbagai jenis pangan dan hanya setara dengan protein pada telur,” kata Marudut yang juga Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Bidang Penelitian dan Pengembangan Gizi.

alt-img

(Narasumber dalam acara FFI MilkVersation/Dok. Frisian Flag Indonesia)

Kedua, kalsium pada susu. Asupan kalsium yang cukup sejak usia dini dapat menjadi investasi kesehatan di masa yang akan datang.

Ketiga, kandungan protein, kalsium, fosfor dan vitamin D yang terdapat pada susu sangat bermanfaat, khususnya di masa pertumbuhan. Marudut mengungkapkan, bahwa berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara konsumsi susu rutin sesuai takaran dengan kepadatan tulang.

“Susu mengandung asam lemak unik dan kompleks, yang berdasarkan berbagai penelitian berperan positif terhadap peningkatan kesehatan, tidak saja pada usia anak-anak, tetapi juga pada usia tua,” kata Marudut sebagai penutup.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini