Dari tiga malware ini, malware Gigabud ditemukan aktif sejak pertengahan tahun 2022 lalu. Malware ini awalnya berfokus pada pencurian kredensial perbankan dari pengguna di Asia Tenggara, lalu kemudian melintasi perbatasan ke negara lain seperti Peru.
Sama seperti aplikasi legal lainnya, aplikasi-aplikasi ini tampak aman dan tak berbahaya. Sayangnya, dibalik itu ada malware yang tersembunyi dan sedang mengambil kendali perangkat kalian.
Aplikasi-aplikasi untuk pengguna Android dapat membahayakan karena bisa membobol isi rekening penggunanya. Yap, Google Play Store jadi salah satu target para hacker ini.
Spyware Banker bisa mengekstrak semua jenis informasi sensitif, mulai dari kode otentikasi dua faktor, login akun, dan informasi penting lainnya dalam mode 'hening'.
Hati-hati kalau install aplikasi Android dari sumber pihak ketiga, bisa jadi aplikasi itu mengandung malware penyedot pulsa dalam jumlah besar.
Google masih melakukan penyisiran di Play Store untuk menarik aplikasi Android yang melakukan pelanggaran privasi besar. Bahkan tak tanggung-tanggung, 9 aplikasi diantarannya punya jumlah download yang tinggi.
Salah satu hal yang sering dimanfaatkan pengguna Android adalah kemampuan side-loading, yang artinya pengguna dapat mengunduh dan install aplikasi di luar Google PlayStore dari file APK atau repository lain. Hal ini kemudian diklaim Tim Cook menjadi sumber malware.
Pengguna ponsel pintar, khususnya Android, masih harus tetap berhati-hati saat menginstal aplikasi di dalam perangkatnya. Bisa jadi aplikasi itu mengandung malware.
Kaspersky Lab menunjukan hasil riset penyebaran malware yang menyerang aktivitas keuangan dan transaksi digital selama semester pertama 2020, salah satunya pengguna Android di Indonesia. Lantas, apakah Android menjadi sasaran empuk aksi kejahatan siber di dunia keuangan digital ketimbang iOS?
Sampai saat ini setidaknya sudah ada 2,5 miliar perangkat yang memanfaatkan sistem operasi Android dari Google. Sisi buruknya adalah selalu ada aplikasi yang berbahaya di Play Store.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Which menemukan bahwa lebih dari satu miliar perangkat Android di seluruh dunia rentan diserang oleh peretas karena tidak lagi didukung oleh pembaruan keamanan dan perlindungan bawaan.
Sebuah ponsel Android yang disubsidi oleh pemerintah AS untuk pengguna berpenghasilan rendah ternyata dilengkapi dengan malware yang tidak dapat dihapus tanpa membuat perangkat berhenti bekerja. Konon, malware tersebut berasal dari salah satu perusahaan di China.
Hypercar Listrik MG Siap Menantang Rekor Kecepatan Darat
Trafik Indosat Naik 17% Saat Lebaran Berkat Free Fire hingga TikTok
Viral Anak Kecil Ngegas Mobil Listrik Nabrak Tembok di Mal, Kok Bisa?
Review Bose Ultra Open Earbuds Ultra: Ini Baru Inovasi
Waduh, Marc Marquez Ngaku Jadi Pembalap Honda Merusak Mental
Ada Lagi Satgas Baru, Tugasnya Basmi Konten Pornografi Anak
Mengenal Robot Chery, Bisa Jadi Sales Mobil di Masa Depan
DJI Avata 2 Dirilis Rp6,9 Jutaan, Apa Kelebihannya?
Baru Lolos TKDN, Selangkah Lagi iQOO Z9 Series Tiba di Indonesia
Daftar HP Infinix Terbaru 2024 Beserta Harga dan Spesifikasi
10 HP Android Paling Kencang Sedunia, Banyak Dijual di Indonesia
Kembaran Poco F6 Dirilis, Harganya Mulai Rp4,4 Jutaan