Twitter Singkirkan 50 Ribu Konten Hoaks Soal Rusia-Ukraina
Uzone.id - Lagi dan lagi, Twitter harus turun tangan dan bekerja lebih ekstra untuk menyingkirkan konten-konten misleading yang beredar di platform nya.
Apalagi di saat-saat seperti sekarang dimana konflik Rusia dan Ukraina masih jadi isu hangat di berbagai media sosial. Hoaks dan konten-konten yang sudah dimanipulasi sering kali tersebar di platform ini.Mengutip Engadget, Twitter mengatakan bahwa mereka telah melabeli dan menyingkirkan lebih dari 50 ribu konten yang melanggar kebijakan mereka soal konten tentang Rusia-Ukraina yang dimanipulasi.
Baca juga: Hati-Hati Donasi Palsu, Pura-Pura Minta Sumbangan Untuk Ukraina
Selain itu, sekitar 75 ribu lebih akun-akun dengan perilaku ‘inauthentic’ juga sudah dihapus dari platform. Meski tidak semua akun terlibat ke topik perang, tapi kebanyakan akun ini punya keterlibatan dengan hastag #IStandWithPutin, kampanye palsu yang beberapa waktu terakhir viral di Twitter.
Twitter menemukan berbagai rekaman konflik lama yang diunggah seolah-olah merupakan konflik baru dan juga banyak penipuan donasi palsu untuk Ukraina.
Sejak Februari akhir, Twitter sudah melabeli lebih dari 61 ribu tweet yang menyertakan tautan ke media pemerintahan seperti RT dan juga Sputnik, yang dikelola Rusia.
Dua media yang propoganda ini masih diizinkan untuk beroperasi di platform tapi sayangnya akan mendapatkan ‘label’ khusus sehingga engagement mereka menurun, kedua media ini juga dilarang untuk beriklan di Twitter.
Baca juga: Rusia Blokir Facebook dan Instagram, VPN Langsung Meroket 2.088 Persen
Informasi misleading soal invasi Rusia ke Ukraina memang makin banyak tiap harinya, orang-orang banyak berbagi foto dan video yang mengatasnamakan konflik ini tanpa mencari tahu kebenarannya.
Rusia sendiri sudah memblokir akses warganya dari beberapa platform besar seperti Google, Facebook, Instagram, Twitter dan TikTok untuk menekan perbedaan pendapat antar warganya.
Sayangnya, warga Rusia punya solusi sendiri untuk tetap eksis di media sosial, mereka banyak beralih menggunakan VPN agar bisa mengakses platform-platform yang kini dilarang oleh pemerintah mereka.