Home
/
Startup

5 Wejangan ‘Veteran’ Startup untuk Perusahaan Rintisan Pemula

5 Wejangan ‘Veteran’ Startup untuk Perusahaan Rintisan Pemula

Muhammad Faisal Hadi Putra15 November 2022
Bagikan :

Uzone.id - Kondisi startup digital di Indonesia sedang mengalami perubahan, lantaran iklim ekonomi global yang kurang kondusif. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pun bergerak dengan menyelenggarakan program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI).

Program ini sudah memasuki batch kelima. Startup Studio Indonesia merupakan langkah untuk membantu pendiri startup agar bisa mempertahankan momentum usaha dan mencapai Product-Market Fit (PMF) dengan tepat.

Dalam program tersebut, startup yang terpilih berkesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan pelaku startup veteran di Indonesia, dalam sesi 1-on-1 coaching

Setidaknya, ada 5 pesan penting dari para founder startup ‘veteran’ bagi para pendiri perusahaan rintisan yang baru saja memulai usahanya. Berikut ini rangkumannya, berdasarkan keterangan resmi yang diterima Uzone.id:

1. Disrupsi dan tren tidak perlu selalu diikuti

Selama ini, startup selalu diidentikkan dengan usaha yang mendisrupsi bisnis konvensional. Namun pada kenyataannya, disrupsi dan tren tidak selalu berjalan di jangka panjang. Hal ini diungkapkan oleh Christopher Madiam, Founder dan CEO Sociolla.

“Tidak semua hal bisa di-disrupsi. Kita sebagai founder harus bisa menganalisa mana kebiasaan konsumen yang bisa diubah, dan mana yang tidak,” katanya.

Baca juga: Educourse Rancang Program Sekolah Sehat Agar Siswa Melek Digital

Di Sociolla misalnya, e-commerce yang menjual produk kecantikan ini percaya bahwa kehadiran toko offline adalah hal yang tidak akan berubah. Bagaimanapun berkembangnya sistem e-commerce, toko offline pasti akan tetap eksis.

“Itulah mengapa kami pun mengembangkan kehadiran offline. Jadi perlu diingat bahwa tidak semua disrupsi dan tren-tren digitalisasi baru perlu untuk kita ikuti,” ungkapnya.

2. Gabungkan hasil benchmarking dengan analisa mandiri

Preview

Salah satu cara startup untuk bisa memahami pasar yang dituju adalah dengan menganalisa apa yang telah dilakukan startup serupa atau bahkan kompetitor. 

Di tahap awal, founder bisa menjajal langsung dengan menjadi user di bisnis serupa, agar bisa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari startup lain dan menghadirkan solusi yang lebih baik.

Menurut Co-founder dan CEO Kitabisa.com, Alfatih Timur, di awal perkembangannya, perusahaan sering belajar dari operasional platform penghimpunan dana internasional bernama Gofundme. 

Namun, ada perbedaan bisnis yang cukup signifikan. Seiring waktu, Kitabisa menemukan platform crowdfunding dari India yang punya produk yang lebih mirip, sehingga menjadi patokan benchmarking

“Tapi, hasil dari benchmarking ini wajib untuk kami kombinasikan dengan insight data yang kami punya, karena bagaimanapun setiap pasar memiliki dinamikanya sendiri-sendiri,” ujarnya.

3. Rutin bereksperimen

Eksperimen tentu tak boleh dilupakan, malah ini merupakan kunci dan keberhasilan dari Rama Notowidigo, Co-Founder AwanTunai dan Sayurbox. Mantan Chief Product Officer Gojek itu mengatakan, penting bagi founder startup untuk berani mencoba segala sesuatu dan melihat mana cara yang berhasil dan gagal. 

Kesuksesan itu sendiri bisa dilihat jika eksperimen tersebut bisa menghasilkan pendapatan organik dan ada level retensi (loyalitas pengguna) yang cukup sehat.

Baca juga: Hal-hal yang Bisa Dipelajari Startup Lokal dari Kisruh Elon Musk

Hal ini diamini oleh Christopher Madiam. Ia menyarankan para founder untuk mencoba segala sesuatu di skala kecil-kecilan. Jika mendapatkan respon positif dari pengguna atau klien, barulah startup bisa menyempurnakan kembali produk tersebut. 

“Seringkali eksperimen kecil-kecilan menjadi faktor yang lebih efektif daripada terlalu banyak menerima teori saja tanpa dipraktikkan,” ujar Christopher.

4. Layanan pelanggan tetap harus jadi prioritas 

Preview

Bagi startup yang bergerak di bidang B2B, layanan pelanggan tetap menjadi aspek utama yang perlu dijaga. 

Hal ini diungkapkan oleh Brian Marshal, Founder dan CEO dari omnichannel commerce enabler, SIRCLO Group. Menurutnya, layanan manusia atau human touch tidak bisa digantikan, karena platform perlu memberikan layanan terbaik bagi pengguna maupun klien.

“Di sinilah peran penting dari divisi layanan pelanggan atau Account/Relationship Manager,” imbuh Brian.

Kendati begitu, ia mengatakan bahwa masih dibutuhkan intelegensi dan analisa data yang kuat untuk bisa memberikan servis terbaik bagi klien. 

“Data ini membantu pengambilan keputusan, misalnya berapa harga yang terbaik? Berapa margin diskon yang paling bagus?” ujarnya.

5. Bangun fitur yang melengkapi produk utama

Dalam proses membesarkan startup, terkadang founder terlalu berfokus dalam menciptakan fitur dan produk baru, sehingga mengorbankan produk utama yang telah memiliki model bisnis yang jelas. 

Untuk itu, ketika startup sudah menemukan PMF dan mempunyai jasa/produk digital yang menghasilkan pendapatan, maka bangunlah fitur dan produk-produk baru yang bisa melengkapi hal tersebut.

Hal inilah yang menjadi alasan Suwandi Soh, CEO Mekari, dalam meluncurkan Mekari University. 

“Dari hasil observasi, kami melihat banyak pemilik bisnis dan profesional yang membutuhkan pemahaman lebih jauh, bukan hanya dalam penggunaan software, tapi juga sisi teknis di akuntansi, perpajakan, hingga mengenai peraturan ketenagakerjaan,” ucap Suwandi.

Baca juga: Amit-amit Resesi: Soal PHK, Funding Investor hingga IPO Startup

“Maka kami membentuk dan membangun Mekari University yang memberikan pelatihan dan membantu menutup gap tersebut. Saat ini, Mekari University juga membantu mahasiswa/i hingga non-pengguna produk Mekari,” sambungnya.

Mengingat pentingnya tahap PMF untuk startup, Startup Studio Indonesia berharap pelatihan tahun ini bisa berkontribusi dalam mencetak 150 startup digital yang mampu mengembangkan skala bisnisnya, dari segi jumlah pengguna, jumlah pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pendanaan dari Venture Capital pada tahun 2024 mendatang.

Sejak diluncurkan pertama kali pada bulan September 2020, program inkubasi ini telah diikuti oleh total 80 startup early-stage di Indonesia. 

Tahun ini, melalui tahap seleksi yang ketat, terdapat 15 startup early-stage dari total ribuan pendaftar yang akhirnya terpilih sebagai partisipan. Daftar perusahaan rintisan tersebut diantaranya adalah: Alterstay, Automa, Bioma, Broom, FazPass, DotX, Eduku, Eratani, Kanva, Metion, MyRobin.id, MySkill, Nona Woman, Shafiq, dan Tripwe.

populerRelated Article