icon-category Digilife

Bagaimana Mengukur Return on Investment (ROI) Bisnis Digital?

  • 26 Oct 2020 WIB
Bagikan :

(Foto ilustrasi: Headway / Unsplash)

Kolom oleh: Fajrin Rasyid, Direktur Digital Business PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom)

Uzone.id -- Bisnis digital sering dipersepsi sebagai bisnis berbasis valuasi. Jarang sekali kita melihat bisnis digital yang menghasilkan keuntungan khususnya di fase awal. Lantas, bagaimana mengukur ROI (Return On Investment) dari bisnis tersebut?

Bisnis digital tidak berbeda dengan bisnis lainnya dalam hal harus menghasilkan keuntungan. Yang berbeda adalah, keuntungan bisnis digital biasanya tidak langsung terjadi di hari pertama berbisnis. Ada dua hal yang menyebabkan hal ini.

Pertama, bisnis digital kadang merupakan produk yang sama sekali baru sehingga membutuhkan proses validasi dan edukasi. Dalam proses ini, yang difokuskan adalah apakah pengguna mau dan menyukai produk tersebut dan biasanya revenue di tahap ini belum diimplementasikan.

Baca juga: 5 Skill Teknologi yang Dicari di Ekosistem Digital Indonesia

Kedua, bisnis digital pada umumnya memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini dapat kita lihat contohnya pada produk digital bertipe platform seperti marketplace, ride sharing, dan semacamnya yang memiliki efek jejaring (network effect), yakni fenomena di mana pengguna menggunakan produk tersebut karena mengikuti orang lain.

Setelah proses validasi selesai dan produk memiliki daya tarik (traction) yang cukup besar --baik itu dalam bentuk user aktif (active user), transaksi, dan sebagainya-- barulah biasanya bisnis digital mengimplementasi model bisnis.

Kembali ke pertanyaan awal, lantas bagaimana kita dapat mengetahui inisiatif mana yang berjalan dengan baik dan mana yang tidak apabila inisiatif-inisiatif tersebut belum menghasilkan pendapatan atau keuntungan?

alt-img
(Ilustrasi foto: William Iven / Unsplash)

Pertama kita harus memiliki peta jalan yang jelas akan setiap pengembangan produk. Peta jalan ini termasuk memuat implementasi model bisnis yang jelas dan pada akhirnya mampu menghasilkan keuntungan (eventual profitability). Sebagai contoh, dalam industri e-commerce, salah satu model bisnis adalah dengan menerapkan komisi 1-10 persen untuk setiap transaksi yang terjadi di platform tersebut.

Selanjutnya, dari peta jalan tersebut, kita perlu mengidentifikasi OKR terkait model bisnis yang akan diterapkan. Pada contoh di atas, OKR yang terkait adalah jumlah atau nilai transaksi (GMV). OKR inilah yang kemudian perlu kita kejar dan pantau untuk menjadi dasar apakah inisiatif tersebut berada di jalan yang tepat untuk mencapai keuntungan pada akhirnya atau tidak.

Kita dapat membuat milestone secara rutin, misalnya tiap tiga bulanan, untuk membandingkan antara biaya investasi yang sudah dikeluarkan dengan pencapaian OKR tersebut. Dengan demikian, kita dapat menilai apakah worth untuk meningkatkan investasi di suatu produk atau lebih baik mengalokasikan kepada produk lain yang memiliki progres pencapaian OKR yang lebih baik.

Biar gak ketinggalan informasi menarik lainnya, ikuti kami di channel Google News dan Whatsapp berikut ini.

Bantu kami agar dapat mengenal kalian lebih baik dengan mengisi survei di sini