Aksi Meresahkan Preman Pinjol Ilegal
-
Ilustrasi (Foto: Unsplash)
Uzone.id - Profesi penagih hutang atau debt collector pada umumnya membutuhkan syarat penampilan yang mengintimidasi, galak, berpikiran pendek dan berani melakukan hal yang mengintimidasi korbannya guna mencapai tujuannya dan tidak sungkan melanggar hukum dalam menjalankan tugasnya menagih hutang dari peminjam.Sebelum era digital tampilan fisik yang mengintimidasi dan jenis kelamin pria umumnya menjadi salah satu syarat menjadi debt collector, maka dalam era digital ini profesi tersebut juga ikut berevolusi.
Baca juga: Inilah Daftar Pinjol yang Sudah Berizin dan Terdaftar di OJK
Kini tampilan fisik dan jenis kelamin tidak menjadi syarat utama. Syarat utama bergeser pada kemampuan verbal (bacot) yang mumpuni, omong besar dan berani melanggar etika dalam menjalankan tugasnya untuk mengintimidasi korban dalam menjalankan tugasnya.
Karena itu profesi ini juga banyak dilakoni bukan hanya oleh kaum pria saja melainkan kaum wanita yang secara natural umumnya memiliki kemampuan verbal tinggi dan jika dibekali dengan dukungan data yang tepat, korbannya akan dibuat tidak berdaya.
Tidak percaya ?
Bang Poltak tidak merasa takut dan tidak kalah galak ketika diteror debt collector pinjaman online secara daring dan bersikukuh tidak bersedia membayar pinjaman tersebut malah menantang untuk melakukan kopi darat.
Namun bang Poltak yang rupanya ISTI (ikatan suami takut istri) ini langsung menciut dan melunasi pinjaman yang ditagih ketika mereka berhasil mengetahui identitas istri dan tempat kerja istrinya, serta mulai meneror rekan-rekan di tempat kerja istrinya yang tidak tahu menahu dan tidak ada sangkut pautnya dengan masalah hutang piutang Bang Poltak.
Bisa-bisa hanya karena uang 1 – 2 juta rupiah istri jadi malu atau dikeluarkan dari tempat kerja.
Aksi Pinjol Ilegal
Tidak semua pinjol meresahkan, bahkan sebenarnya implementasi teknologi pada sistem keuangan banyak membantu menjangkau lebih luas masyarakat yang membutuhkan pinjaman cepat dan bersedia membayar bunga sedikit lebih tinggi dibandingkan institusi pinjaman konvensional.
Dan dalam banyak kasus konsumen pinjol kurang memenuhi persyaratan dan ditolak jika mengajukan melalui lembaga keuangan konvensional seperti bank.
Hal ini bisa dipenuhi oleh pinjol yang bisa memberikan pinjaman tanpa persyaratan rumit, jaminan dan proses bertele-tele seperti bank dan dalam waktu cepat bisa langsung memberikan pinjaman kilat tanpa membutuhkan jaminan fisik seperti di bank atau lembaga finansial lain asalkan syaratnya dipenuhi.
Baca juga: Kemenkominfo Akan Putus Akses Jasa Pinjam Online Tanpa Izin
Syaratnya adalah data kependudukan yang valid dan akses terhadap beberapa informasi krusial yang dibutuhkan jika peminjam mangkir atau tidak melunasi pinjamannya.
Akses informasi krusial ini yang sering menjadi masalah utama karena menyangkut informasi pribadi, kontak dan data pribadi yang nantinya akan di eksploitasi jika peminjam mangkir menjalankan kewajibannya.
Hal lain yang meresahkan adalah aksi pinjol ilegal yang menjebak dimana banyak korban yang mengklaim tidak mengajukan pinjaman namun akunnya mendapatkan transfer uang dari pinjol dan dipaksa untuk melunasi pinjaman dengan bunga setinggi langit yang jika dihitung mencapai ratusan persen per tahun.
Dalam menjalankan aksinya debt collector online pinjol ilegal ini tidak segan meneror orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pinjaman online ini, hanya karena ia menjadi teman dari peminjam atau namanya ada dalam kontak peminjam sudah cukup menjadikan kontak tersebut masuk dalam daftar terori.
Dan teror ini dilakukan oleh orang yang sudah sangat terlatih dan tugasnya setiap hari hanya menelpon dan meneror kontak yang diyakini akan memaksa peminjam melunasi pinjamannya.
Aksi ini dilakukan secara sistematis, berulang-ulang, tidak sopan dan sangat mengganggu. Umumnya DC online ini menghindari kontak fisik dan tidak memiliki domisili yang tetap atau berpindah-pindah karena apa yang mereka lakukan memang melanggar hukum dan tidak beretika.
Jika aksi ini dilaporkan kepada pihak berwajib seperti kepolisian, terkadang penegak hukum juga mengalami kesulitan karena pinjol ini tidak memiliki domisili yang jelas, memanfaatkan kartu prabayar dan berdomisili diluar kota serta nominal pinjaman yang relatif kecil dan jumlah kasusnya yang sangat banyak sehingga membutuhkan waktu dan sumberdaya yang sangat besar untuk menyelesaikan kasus-kasus yang dilaporkan ini.
Ada beberapa kasus pinjol ilegal yang berhasil diungkap pihak berwajib, namun hal tersebut disinyalir merupakan puncak gunung es dari banyaknya pinjol ilegal yang jumlahnya ribuan dan sangat meresahkan masyarakat.
Satgas Waspada Investasi
Lalu kemana peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang notabene merupakan lembaga pemerintah yang berwenang mengawasi sepak terjang pinjaman online ini ?
OJK sebenarnya sudah menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan memberikan rambu-rambu bagi pinjaman online seperti memberikan ambang batas bunga pinjaman yang boleh dikenakan kepada peminjam dan akses data apa saja yang yang boleh diminta oleh pinjol sebagai syarat pencairan pinjaman.
Namun OJK hanya bisa mengawasi Pinjol yang terdaftar pada OJK dan tidak memiliki kontrol pada aksi Pinjol yang tidak terdaftar atau Pinjol Ilegal. Dan celakanya, justru aksi Pinjol Ilegal ini yang lebih banyak meresahkan masyarakat sehingga memberikan stigma negatif masyarakat pada Pinjol.
Karena itulah harus ada lembaga yang berwenang mengurusi Pinjol Ilegal ini yakni Satgas Waspada Investasi (SWI).
SWI terdiri dari lembaga yang terkait dan berkepentingan seperti OJK, Kominfo, Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kejaksaan, Kepolisian RI dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dimana SWI ini dikoordinasikan oleh OJK.
Lembaga ini harus aktif, efektif dan strategis mengantisipasi aksi Pinjol Ilegal yang sangat gesit dan cepat berubah menyesuaikan diri dengan situasi dan ancaman industri yang berubah.
Kabar baiknya, SWI berhasil menjalankan tugasnya sehingga pihak PlayStore bersedia membatasi aplikasi finansial yang boleh dimasukkan ke Play Store. Selama ini setiap kali aplikasi pinjol ilegal yang meresahkan dilaporkan dan ditutup di Play Store, dalam waktu singkat pembuat aplikasi ini akan mengganti identitasnya dan kembali mendaftarkan aplikasinya dan menjalankan aksinya kembali sampai kembali di laporkan dan ditutup. Hal ini bisa terjadi karena metode yang digunakan adalah metode Blacklist yang sifatnya reaktif.
Namun kita patut mengacungkan jempol kepada SWI dimana mereka berhasil menerapkan metode Whitelist dimana semua aplikasi finansial yang ingin di daftarkan ke Playstore harus mendapatkan persetujuan tertulis dari OJK sebelum diperbolehkan muncul di PlayStore. Hal ini akan sangat efektif menekan aksi kucing-kucingan aplikasi Pinjol Ilegal ini.
Virtual Account
Faktor lain yang perlu diperhatikan dan secara tidak langsung memudahkan aksi monetisasi dalam kejahatan digital adalah Virtual Account.
Virtual Account (VA) adalah akun virtual yang dikeluarkan oleh bank dan memiliki keunikan dapat dipersonalisasi secara unik dan mandiri oleh pemilik rekening untuk menerima pembayaran dari berbagai pihak dan sangat memudahkan pembuat VA mengidentifikasi adanya transfer uang masuk.
VA bahkan dapat secara otomatis terkoneksi ke dompet digital tanpa perlu melalui proses berbelit membuka akun karena setiap dompet digital memiliki nomor yang unik sesuai nomor ponsel pada kartu SIM dan setiap kali mengaktifkan kartu SIM dan layanan dompet digital, maka VA untuk dompet digital tersebut akan otomatis aktif dan dapat menerima transfer dana.
Fasilitas ini banyak dimanfaatkan oleh kriminal dalam monetisasi hasil kejahatannya dengan mengirimkan hasil kejahatannya ke VA, termasuk Pinjol Ilegal yang juga memanfaatkan VA untuk menerima pembayaran cicilan dari peminjam dengan tujuan mempersulit identifikasi dan menyamarkan identitasnya.
Pihak bank penyedia VA dan penyedia layanan dompet digital jelas memiliki akses terhadap hal ini dan seharusnya bisa secara proaktif membatasi penyalahgunaan VA dan dompet digital sebagai sarana monetisasi kegiatan yang melanggar hukum.
*) Kolom oleh Alfons Tanujaya, pakar keamanan digital dari Vaksincom