Diduga Monopoli, Google Indonesia dan Anak Usahanya Disidak KPPU

pada 2 tahun lalu - by

Uzone.id- Google Indonesia beserta anak usahanya tengah diselidiki pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan praktik monopoli dan juga persaingan usaha tak sehat.

Raksasa teknologi ini diduga telah melanggar UU No. 5/1999 dimana Google dianggap telah melakukan penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat, dan praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia.

Keputusan penyelidikan ini dikeluarkan pada Rapat Komisi tanggal 14 September 2022 dan akan dilakukan selama selama 60 hari kerja ke depan guna memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan pelanggaran Undang-Undang. 

Penelitian ini difokuskan pada kebijakan Google yang mewajibkan aplikasi tertentu untuk menggunakan Google Pay Billing (GPB) sebagai metode transaksinya.

“Atas penggunaan GBP tersebut, Google mengenakan tarif layanan/fee kepada aplikasi sebesar 15-30 persen dari pembelian,” kata Mulyawan Ranamanggala, Direktur Ekonomi, Kedeputian bidang Kajian dan Advokasi, dalam keterangan resminya, Kamis, (15/09).

Baca juga:Sekarang Pengguna YouTube Music Bisa Pamer Musik Ke IG Stories

Google juga tidak memperbolehkan penggunaan alternatif pembayaran lain di GPB. Kebijakan penggunaan GPB tersebut efektif diterapkan pada 1 Juni 2022.

Beberapa aplikasi yang diharuskan menggunakan GBP adalah aplikasi yang menawarkan langganan (seperti pendidikan, kebugaran, musik, atau video), aplikasi digital items untuk permainan/game, aplikasi berisi konten atau kemanfaatan (seperti versi aplikasi yang bebas iklan), aplikasi cloud software and services (seperti jasa penyimpanan data, aplikasi produktivitas, dan lainnya).

Selain itu, KPPU juga menemukan kalau aplikasi yang yang terkena kewajiban untuk menggunakan GBP tidak dapat menolak kewajiban. Jika tidak, Google akan menerapkan sanksi penghapusan aplikasi dari Play Store atau tidak diperkenankan untuk update aplikasi.

“Kewajiban ini ditemukan KPPU sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 persen dari harga konten digital yang dijual,” ujar Mulyawan.

“Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya user experience konsumen atau pengguna akhir aplikasi,” tambahnya.

Google juga diduga telah melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) untuk jasa 2 model bisnis berbeda, yaitu mewajibkan developer aplikasi membeli secarabundling,aplikasi Google Play Store dan Google Play Billing (layanan pembayaran). Google juga diketahui hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway/system, sedangkan penyedia dalam negeri tak dapat kesempatan yang sama.

Baca juga:Google dan IOH Luncurkan Paket Bisnis Murah Untuk UMKM

“Dalam proses penelitian, KPPU telah mendengarkan pendapat dari berbagai pihak dan dapat menyimpulkan bahwa kebijakan Google tersebut merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital,” tegas Mulyawan.

KPPU menduga Google telah melakukan berbagai bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berupa penyalahgunaan posisi dominan, penjualan bersyarat (tying in), dan praktik diskriminatif. Perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia.