Dua Wanita Indonesia Bikin Aplikasi iOS untuk Bantu Tunanetra dan Tunarungu

pada 3 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Aisyah dan Nurhayati (Foto: SEA Mashable)

Uzone.id- Dua developer wanita asal Indonesia membuat perbedaan, khususnya untuk pengguna ponsel yang mempunyai keterbatasan, tunanetra dan tunarungu.

Aisyah Widya Nur Shadrina dan Savitri Nurhayati keduanya adalah bagian dari Apple Developer Academy, rangkaian sumber daya yang disediakan raksasa teknologi untuk mendukung komunitas pengembang global.

Kedua wanita tersebut merancang aplikasi mereka sebagai bagian dari tugas kuliah. Aplikasi itu sendiri adalah Hearo dan Teman Netra, seperti apa sih kemampuannya?

Hearo

Tampilan Hearo


Shadrina yang berusia 23 tahun dan tim yang sebagian besar adalah wanita menggunakan kamera depan dan pembelajaran mesin di iPhone untuk membuat aplikasi Hearo ini.

Aplikasi iOS ini mampu menerjemahkan bahasa isyarat ke dalam suara dan teks dengan berbasis kamera depan tadi, menyediakan cara yang lebih mulus untuk berkomunikasi dengan teman-teman tunarungu.

“Kami terinspirasi setelah bertemu dengan penyandang tunarungu. Saat itu kami kesulitan berkomunikasi dengan mereka, karena mereka lebih suka berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat, tapi tidak ada anggota tim saya yang mengerti bahasa isyarat. Jadi yang bisa kami lakukan hanyalah berkomunikasi dengan mereka adalah menuliskan apa yang ingin kami katakan, dan ini memakan waktu lama," kata Shadrina kepadaMashable Southeast Asia, yang dikutipUzone.id, Senin (7/6).

Baca juga: Apple Tolak 1 Juta Aplikasi, Ada Apa?

Timnya menyadari bahwa penting untuk membuat alat yang dapat membantu mereka yang memiliki gangguan pendengaran untuk berkomunikasi dengan orang yang memiliki kemampuan mendengar, dan membantu membangun komunikasi yang lebih inklusif.

Aisyah (Kanan)


Shadrina melakukan banyak penelitian untuk menemukan teknologi terbaik yang bisa mendeteksi bahasa isyarat.

“Akhirnya kami mendapatkan solusi untuk menggunakan deteksi objek untuk versi pertama kami dan nanti kami akan menerapkan kerangka visi agar lebih akurat dalam mendeteksi bahasa isyarat,” kata pria kelahiran Jakarta ini.

Karena itu, Shadrina mengatakan komunitas Tunarungu sangat mendukung aplikasi Hearo.

"Mereka membantu kami untuk membagikan aplikasi bahkan tanpa kami minta. Komunitas juga membagikan pemikiran mereka tentang Hearo, dan mereka mengatakan bahwa aplikasi tersebut sangat berguna dan berharap tim Hearo dapat meningkatkan akurasi pendeteksian bahasa isyarat,” tambahnya.

Teman Netra

Aplikasi Teman Netra


Savitri Nurhayati, di sisi lain, mendirikan Teman Netra, sebuah aplikasi yang mendorong kemandirian bagi komunitas tunanetra Indonesia.

Itu dilakukan dengan menggunakan kamera iPhone dan pembelajaran mesin untuk membantu memindai dan membaca teks pada surat, label makanan, menu restoran, dan mata uang.

"Teman Netra sangat terinspirasi oleh perjuangan para tunanetra untuk melakukan pekerjaan sehari-hari termasuk membaca. Ada seorang yang diwawancarai berbagi pengalaman lucu sekaligus sedih saat berbelanja. Dia membeli apa yang dia pikir adalah isi ulang sampo, namun ternyata itu adalah sabun pembersih lantai. Kemasan kedua barang itu sama persis," kata Nurhayati.

Nurhayati (tengah) bersama timnya



"Seandainya dia bisa membaca, dia tidak akan mendapatkan barang yang salah. Kejadian seperti ini biasa terjadi, karena banyak produk memiliki kemasan yang sama, dan satu-satunya cara untuk membedakan produk adalah dengan membaca labelnya,” sebutnya.

Nurhayati mengatakan, orang yang diwawancarai mencoba berbelanja secara mandiri karena tidak ingin membebani siapa pun untuk menemaninya.

Baca juga: Centang Biru di Twitter Ditunda

"Tetapi seperti yang Anda lihat, hampir tidak mungkin bagi tunanetra untuk melakukannya tanpa meminta bantuan. Ini memotivasi kami untuk memberdayakan mereka yang memiliki gangguan penglihatan dengan kemampuan membaca teks melalui aplikasi kami sehingga mereka dapat melakukan sebagian besar bacaan secara mandiri,” tambahnya.

Tantangan utama bagi timnya adalah merancang UX yang optimal untuk pengguna, khususnya para tunanetra ini.

"Sebagai individu yang dapat melihat, kami hanya bisa berasumsi aliran UX apa yang terbaik untuk pengguna target kami. Ketika kami mempresentasikan beberapa prototipe pertama kami kepada pengguna tunanetra kami selama pengujian pengguna, kebanyakan dari mereka menemukan aplikasi sulit dinavigasi dan digunakan,” sebut dia.

Melalui umpan balik dan wawasan mereka, tim Teman Netra berhasil meningkatkan UX mereka secara bertahap. Setelah sesi Pengujian Pengguna yang tak terhitung jumlahnya, aplikasi mereka mengalami banyak iterasi hingga akhirnya memiliki aliran UX ideal yang membuat sebagian besar pengguna merasa nyaman.

"Pengujian pengguna itu sendiri merupakan tantangan bagi kami pada awalnya karena pengguna kami tidak dapat melihat aplikasi, maka kami harus melakukan pengujian pengguna secara berbeda dari jika kami merancang aplikasi untuk pengguna yang dapat melihat. Kami harus menginstruksikan mereka untuk memindai teks dan uang tanpa membimbing mereka terlalu banyak,” sebut Nurhayati.

Tim datang dengan ide untuk menggunakan rubrik penilaian untuk setiap langkah sehingga mereka dapat menganalisis bagian mana dari alur yang perlu diperbaiki.

"Kami mendorong pengguna kami untuk berpikir keras, mengatakan apa yang ada di pikiran mereka sehingga kami dapat memahami perspektif mereka. Kami juga merekam setiap sesi pengujian pengguna sehingga kami dapat merefleksikan kembali dan mendesain ulang aliran tertentu,” tandasnya.

Kini, kedua aplikasi ini sudah tersedia di App Store dan diharapkan mampu membantu pengguna lain yang memiliki keterbatasan tersebut.