Kebiasaan Belanja Online Bakal Tetap Melonjak di Tengah Isu Resesi

pada 2 tahun lalu - by
Advertising
Advertising

Uzone.id– Ancaman resesi pada 2023 yang belakangan ini disuarakan di mana-mana, tampaknya tidak membuat sektor e-commerce was-was. Tren dan kebiasaan belanja online justru diprediksi tetap akan meningkat di tengah isu resesi.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Retail Services Director GfK Market Intelligence, Elvinda Liung pada acara Lazada Seller Conference: Level Up 2022 yang digelar di Jakarta, Rabu (19/10).

Elvinda mengatakan bahwa pihak e-commerce masih ada peluang positif dari segi tren dan perilaku belanja online masyarakat Indonesia. Dimana tren belanja di e-commerce diprediksi akan naik hingga dua kali lipat pada 5 tahun mendatang.

“Kita lihat sih masih positif ya, pertumbuhannya juga terbilang masih akan positif. Mungkin sedikit lambat dari dua tahun sebelumnya, tapi dari kita sendiri lumayan yakin. Diprediksikan sampai 5 tahun kedepan justru tren belanja akan double naiknya,” jelas Elvinda.

Baca juga: Resesi Mengintai 2023, Apa yang Harus Disiapkan Startup?

Bukan tanpa alasan, Elvinda bisa yakin karena dari hasil survei yang dilakukan GfK Market Intelligence, tercatat sebanyak 68 persen orang Indonesia mengatakan mereka masih akan tetap bisa bertahan di 2023, kalau-kalau badai resesi memang benar menghantam Indonesia.

We are very positive people, 68 persen orang Indonesia itu mengatakan bahwa 2023 masih oke lah untuksurvive,” ujar Elvinda yang mengutip hasil survei GfK Market Intelligence.

Ia menyambung, “kalau dibilang akan gelap di 2023 atau bagaimana, kita melihatnya sih dari consumer sentiment ya. Masih positif. Mungkin pengguna akan lebih banyak belanja ke barang-barang yang relevan, seperti tagihan listrik, pulsa, atau vitamin, tapi justru niat pembelian fashion dan elektronik itu masih ada pertumbuhan.”

Elvinda mengaku, meski masih bisa bertahan di tahun depan, tetapi kemungkinan frekuensi tren dan perilaku belanja online masyarakat tidak akan secepat 2022 atau 2021, dimana Indonesia dan dunia dihantam pandemi dan semua kegiatan harus dilakukan di rumah.

Baca juga: PHK 20 Persen Karyawan, BINAR Academy Mau Perkuat Bisnis dan Investasi

Rasa optimis ini juga didorong dengan konsep baru yang ditambahkan Lazada, yaitu livestreaming sebagai cara baru untuk menarik perhatian calon konsumen.

Dengan berakhirnya pandemi, hybrid-shopping yang menggabungkan belanja secara offline dan online juga masih menjadi pilihan utama konsumen dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Startup diimbau fokus dengan layanan utama

Jika badai resesi benar menghantam Indonesia, sejumlah pengamat mengimbau kepada pemain startup agar terus mengambil langkah antisipasi dengan strategi tepat sasaran. Alih-alih mengembangkan layanan baru, pemilik startup disarankan berfokus pada satu layanannya saja.

Mendorong profitabilitas dibanding mengejar valuasi besar juga menjadi salah satu langkah antisipasi yang bisa diambil founder startup.

“Kalau sinyal resesi ekonominya semakin kuat, founder bisa kemudian melakukan survei pasar untuk melihat kembali prospek dari strategi bisnis dan kondisi di tiap layanan,” tutur Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira saat dihubungiUzone.idsecara terpisah.

Menurutnya, pivot strategy atau merubah model bisnis bisa berdampak pada profitabilitas dan perubahan arus kas yang lebih positif, serta mencegah daya beli konsumen hingga omset penjualan produk terperosok.

Adapun beberapa sinyal resesi yang bisa diperhatikan oleh para founder, yakni:

  • Pelemahan kurs rupiah yang terus berlanjut
  • Keyakinan konsumen menurun
  • Perlambatan investasi langsung dan sektor keuangan
  • Penurunan surplus pada neraca dagang
  • Tingkat suku bunga naik secara agresif